chapter 18::

113 27 0
                                    

Hujan.

Gadis yang berdiri bersama siswa lain di halte itu menggosok lengan telanjangnya. Sesekali pula ia mendekatkan telapak tangan ke depan mulutnya dan mulai meniup supaya hangat. Sama seperti dilakukan beberapa orang di sebelahnya.

Harusnya, ia pulang jam tiga sore tadi. Tapi karena harus mengerjakan seratus tugas tambahan dari bu guru itu membuat jam pulangnya jadi molor satu setengah jam. Sialnya, saat ia keluar dari kelas, hujan deras malah mengguyur tanpa jeda.

Fia suka hujan. Kalau saja besok sore setelah pulang sekolah tidak ada try out, dia akan dengan senang hati berdiri di bawah guyuran hujan sambil menengadahkan wajah pada langit lalu menari sampai jemarinya mengkerut dan ia merasa tubuhnya menggigil.

"Kayaknya awet deh, hujannya." Fia spontan menoleh mendengarnya seorang di sebelahnya berbicara.

"Kresna? Kok lo belum balik?" Sebenarnya Fia ingin menjitak Kresna setiap bertemu. Entah kenapa, di matanya Kresna adalah plangton yang menyebalkan.

Kresna hanya mengangkat bahunya lalu memutar bola matanya. "Gara-gara pacar lo," jawabnya. Entah kenapa Fia merasa ada sedikit nada kesal dalam ucapan cowok itu. Apalagi, dengan Kresna yang langsung membuang muka setelah kalimat itu keluar dari bibirnya. Seolah—

Tunggu. Fia sadar akan satu kata yang ada pada kalimat Kresna barusan. "What?" Fia mengangkat satu alisnya. "Pacar siapa kata lo?" Bukannya menjawab, Kresna malah hendak berbalik. "Apaan sih, gue kan emang gak punya pacar."

"Jomblo."

"Ya emang. Kenapa? Masbuloh?"

"Sebenernya gue gak bakal mau ngelakuin ini." Fia menautkan alisnya bingung. Dilihatnya Kresna sedang mengambil sesuatu di dalam tasnya. "Pake. Inget ya, gue ngelakuin gara-gara dipaksa sama pacar lo."

Fia sedikit kaget saat Kresna menyampirkan sebuah jaket berwarna abu di bahunya. "Inget—"

"Iya-iya, lagian siapa yang ngarep lo ngelakuin dari hati." Fia menarik jaket abu itu agar lebih rapat pada tubuhnya. "Oh iya sebelum lo pergi, gue mau tanya sekali lagi, pacar gue yang lo maksud itu siapa sih? Kan gue nggak—"

"Lo cari tau aja sendiri!" Kresna berjalan menerobos hujan dengan santainya. Mengundang beberapa pasang mata yang berdiri di halte.

"Kresna! Lo gila apa, itu hujannya gede banget. Entar lo kesambet petir—astaga!"

⚡Duaar⚡

Suara petir yang cukup besar itu membuat Fia spontan berlari ke arah Kresna yang masih berjalan tidak terlalu jauh dari halte lantas menarik ke belakang tas cowok itu. Otomatis langkah Kresna terhenti lalu cowok itu memutar tubuh menghadap Fia.

"Apaan, sih?!" Kresna membentak, tangan kanannya mengusap wajah serta rambutnya yang basah terkena guyuran hujan.

"Lo bisa sakit atau mati kalo maksa hujan-hujanan. Gila apa lo!" Fia membentangkan jaket yang tadi berada di pundaknya menutupi kepalanya juga kepala Kresna namun Kresna segera menyingkirkannya.

"Gak usah sok peduli sama gue lo!"

Di antara bulir hujan yang turun ke bumi, Fia tertegun mendengar bentakan Kresna yang sedikit teredam oleh suara hujan serta geluduk yang bersahutan.

Gadis itu mengangkat dagu Kresna. "Lo kenapa? Gue ada salah apa sama lo, sih, Kres?"

Bukannya menjawab, Kresna justru membalik tubuh Fia menghadap halte dan mendorongnya. "Balik ke halte, Fi!"

"Nggak sebelum lo mau neduh," ujar Fia.

"Gue bilang, nggak usah sok peduli sama gue. Lo nggak ada hubungan apa-apa sama gue, begitu pula sebaliknya. Lo punya Radja dan—"

PythagorasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang