"Karena, dengan lo jadiin seseorang sebagai pelarian, lo secara langsung menjadi penyebab patah hati orang lain. Dan, patah hati apa bisa disembuhin pakai plester?"
-Radja, Pythagoras
🔹🔹🔹
Hal yang paling membosankan bagi Fia adalah: datang ke bimbel namun ternyata tutornya tidak datang. Sebenarnya bisa saja dia pulang ke rumah, hm, iya kalau sore ini cuacanya cerah. Lah, di luar hujan deras begini gimana bisa pulang. Terpaksa deh Fia menunggu di dalam kelas.
"Bete gue, mending gue liat MV 5SOS di rumah."
"Ya udah sana balik, rumah lo kan masih satu kompleks," Rio menyahut. "Kalau enggak, pesen bakso si Mang Uus, sana."
Fia memutar bola matanya. "Jalan kesananya gue pake apa, Tutor?" Fia menekankan kata tutor. Rio, si gendut kesayangan pak Ibrahim, tutor mereka. Rio juga sering disebut asisten dosen. Padahal, dulu panggilannya Badak Jawa.
"Ya pake otak, Murid." Rio meniru suara Fia. "Pake payung kek, pinjem helm kek, sana!"
"Keselamatan dalam berjalan, bapak lu 'kan polantas," celuetuk Fay, yang seringkali dipanggil kembaran Fia. Melihat Fia yang menatapnya tajam, Fay meringis. "Iya, ampun, ibu polwan."
"Dibilangin gue maunya jadi dosen sastra Indoneisa. Bukan polwan! Lagian gue ogah kalau rambut gue kudu dipotong pendek gitu."
"Iyadeh, calon dosen" ujar Fay akhirnya. "Lo nggak sekalian jadi sastrawan gitu?"
"Enggak deh, makasih." Fia menggeleng. "Udah nggak deres ya hujannya? Gue mau ke Mang Uus." Dengan seenaknya, Fia mengambil alas tulis bergambar Hello Kitty yang berada di atas meja Rio dan ia gunakan untuk pengganti payung, walaupun bajunya tetaplah basah.
"Heh, itu alas punya adik gue!" Seru Rio.
Tanpa memperdulikan seruan Rio lagi, Fia berlari menyeberang jalan. Untung bimbelnya berada di tepi jalan yang tidak terlalu ramai, jadi Fia bisa aman. Pasalnya, gadis yang dasarnya memang pencilakan, selalu sembarangan jika menyebrang jalan
"Kang Uus, bakso 1 porsi nggak pake saos sama kecap, tapi pake mangkuk, ya!" Fia berseru semangat saat dirinya baru saja sampai di depan gerobak Mang Uus, tukang Bakso yang memang menjadi langganan Fia serta anak bimbel lainnya kala menunggu jemputan.
Mang Uus yang tadinya sedang membungkus pesanan orang serentak menoleh ke arah Fia sambil memutar bola matanya. "Akang mah, kagak tuli, atuh, Neng. Ngomong biasa aja saya udah dengar." Fia nyengir.
"Maaf, kang. Kirain nggak dengar, soalnya kan suara Fia kalah sama hujan."
"Mang, baksonya nggak jadi dibungkus, dimakan di sini aja."
Fia menolehkan kepalanya saat mendengar suara itu, suara yang mirip dengan suara Radja-nyatanya yang ia lihat memang cowok itu.
"Alo, Ja!" Fia melambaikan tangannya berlebihan, padahal, jaraknya dengan meja Radja hanya 1 meter kurang. "Kok disini?"
"Karena laper," jawab Radja.
Buset, gitu banget jawabnya. Tapi, bener juga ya. Kalau dia ngantuk nggak mungkin ke sini.
"Mau makan bakso ya, Ja?" Tanya Fia, kini dia melesak duduk di sebelah Radja yang sedang memainkan ponselnya.
Alis Radja terangkat satu. "Pertanyaan lo apa nggak ada yang lebih dari 0,01 gram?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Pythagoras
Novela Juvenil"Semua orang tau kok, hidup itu selalu tentang pilihan. Kamu tinggal pilih mana yang sesuai dengan hati kamu. Ya atau tidak, aku atau dia. Sesederhana itu." Ini tentang Fia dan Radja. Dua remaja tanpa hubungan apa-apa yang dipertemukan ole...