chapter 17::

95 27 0
                                    

Suasana kelas mendadak hening ketika seorang lelaki yang biasanya datang dengan wajah datar serta rambut yang rapi kini datang dengan rambut yang acak-acakan dan senyum lebar di bibirnya, menampakkan gigi rapinya serta lesung pipi yang dalam. Mungkin setelah ini teman kelasnya tidak akan memanggilnya dengan sebutan Ice Prince lagi. Melainkan Cuties Boy.

"Uwwooh, kenapa gue baru sadar ada makhluk se-cute itu di kelas gue?"

"Serius itu Radja punya lesung pipi? Sejak kapan ya ampun, gue ga pernah sadar."

"Rambutnya gakuaaat, Jaaaa."

"Jaa, mau peluk!"

Lelaki itu benar Radja.

Biasanya Radja tidak akan me-notice siapapun yang lagi berbicara atau memujinya seperti itu. Bukannya Radja sombong, cuma, menurutnya itu membuang satu detik yang berharga. Tapi pagi ini dia malah dengan senang hati melayangkan kiss air pada teman cewek di kelasnya yang memujinya barusan. Jelas saja itu bukan Radja, dan jelas membuat cewek-cewek itu meleleh.

Radja duduk di bangkunya, lalu merasa kelasnya masih hening, ia mendongak dan melihat sekelilingnya. Cengiran konyol lagi-lagi terbit pada bibirnya. "Nggak gitu juga dong lihatnya. Lirikan matamu membuatku salting, loh, rek," ujar Radja mengundang tawa rumpang anak kelasnya. Masalahnya, teman-temannya berada di antara ingin ketawa tapi masih berusaha mencari tahu kenapa Radja mereka ini jadi berubah 180 derajat.

"He, lo mabok durian apa bawang bombay sih?" Rekzy menepuk bahu sahabatnya itu. "Oh, gue tau, lo habis dugem ya semalem? Pantesan semalem gue LINE tanya tugas kaga di bales." Rekzy ngaco.

"Pala lu dugem!" Radja menonyor kepala Rekzy dengan senang hati. "Eh, iya, gue tambah ganteng, ya?" jemari Radja menyisir rambutnya yang memang tebal itu ke belakang sambil tersenyum sok keren. Aslinya memang keren, sih.

"Aneh kali maksud lo!"

"Radja nggak aneh, tapi ganteeng," seloroh Krystal, cewek genit yang sukanya pake lipbalm—ngakunya sih gitu, padahal udah ketahuan gincudari pojok kelas sambil tersenyum dan kedip-kedip manja pada Radja.

Sebenarnya gadis itu cantik kalau tanpa make up. Sayangnya, dia menjadi sebagian dari perempuan lain yang unaware of her beauty lah intinya. Padahal, kecantikan bukan hal utama yang dilihat oleh lelaki atau siapapun. "Nggak kayak elo, je-ra-wa-tan!" lanjut Krystal lagi, disusul oleh tawa yang Radja yakin terdengar sampai lantai bawah. "Makanya, perawatan gih di salon Mami aku, namanya Crystal Beauty Center. Dari sini palingan cuma satu kilo me—"

"Buuuacot, anjir!"

"Ih, Rekzy kalau ngomong kasar! Jangan sampai dijadikan gebetan ya, guys!" Krystal berkata seolah-olah Rekzy adalah makanan atau minuman terlarang yang tidak boleh disentuh siapapun.

Rekzy jadi sedih, makanya dia balik ke bangkunya sambil menunduk. "Awas ya lu, gue doain ada bisul di jidat lo!" seru Rekzy yang langsung membuat tangan Krystal otomatis menutupi jidatnya sambil menggumam doa-doa agar doa Rekzy barusan tidak terkabul.

"Tuh kan, doanya jelek banget!" rengek Krystal.

Radja hendak melangkah keluar kelas, namun ia menoleh lagi sambil berkata dengan santai, "Yailah berantem mulu lo berdua, jadian gih."

"OGAH!" bantah Rekzy dan Krystal serempak. Seketika seruan cie dan ehem ehem membuat pipi keduanya memerah. "Najis lo pada!" lagi-lagi mereka mengucapkannya serempak.

"Yeheet, ada burung, cicuit, keselek, ehem ehem." Radja bernyanyi sembari bertepuk tangan ria. Kepalanya bergerak ke kanan dan kiri.

Di belakangnya, Krystal sudah berdiri dengan kemoceng kelas di tangan kanannya yang bulunya sudah adul-adul alias nggak beraturan. Ada satu sisi yang bulunya lebat, ada yang botak. Kerjaan anak cewek di kelas yang suka main make up-make up an, nggak ada brush, bulu kemoceng-pun jadi blush on.

PythagorasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang