DUA

1.1K 69 58
                                    

(Adipati Dolken as Reyhan Pandu Pratama)

∆°∆°∆

"Rumah lo dimana? Yuk gue anter! Bahaya udah mau malem," tawar lelaki itu padanya.

"Hm gak perlu, nanti ngerepotin kamu. Rumah aku agak jauh soalnya dari sini," menolaknya karena ia merasa tidak enak pada lelaki yang belum dikenalinya ini.

"Gak papa, gue bawa motor kok tadi gue pinggirin. Lo mau emang kejadian kayak tadi lagi?" boom. Tasya langsung meringis ngeri mengingat kejadian tadi.

∆°∆°∆

Melihatnya memakai jaket dan helmnya membuat Tasya termenung. 'Tampan dan Keren' dua kata yang ia ucapkan dalam hati. Pantas saja banyak wanita di sekolah dibuat gila olehnya. Pembawaannya yang tenang sama sekali tidak menunjukkan bahwa dia hampir saja membunuh orang dengan kedua tangannya sendiri. Tidak ada henti-hentinya Tasya merapalkan terima kasih pada Tuhan dalam hatinya karena masih ada yang mau menolongnya bahkan mengorbankan nyawanya sendiri.

"Eh? ayo naik! Keburu ujan," tegur lelaki itu menyadarkan lamunannya.

"Oh iya," dipegangnya bahu lelaki itu kemudian duduk di atas motor Ninja hitam itu. Tasya risih, sangat risih karna posisi duduknya yang sangat berdempetan dengan lelaki itu-- juga jok motor yang merosot membuat Tasya sepenuhnya menempel pada lelaki itu. Dengan ragu dicopotnya tas sekolah dipunggungnya dan diletakkan dipangkuannya tepat dipunggung lelaki tinggi itu. Ditambah lagi rok abu-abu Tasya yang pendek menyingkap keatas hingga memperlihatkan dengan jelas kedua pahanya yang putih mulus meskipun dia memakai hotpants. Susah payah ia menurunkan mencoba menutupi tapi nihil, tetap saja seperti itu karena rok-nya memang pendek selutut.

"Udah belom? Kok gak bisa diem sih?" lelaki itu masih setia menunggu Tasya memberitahunya sudah siap jalan atau belum.

"Hm, aku turun aja deh, aku nggak nyaman," sambil terus tangannya berusaha menurunkan rok pendek itu untuk menutupi pahanya.

Penasaran dengan apa yang membuat Tasya tak nyaman, lelaki itu menengok ke belakang memiringkan tubuhnya sedikit. Ditatapnya bingung Tasya yang duduk dengan resah sambil mencoba menurunkan rok abu-abu nya.

"Kenapa lagi? Kan udah dibatesin pake tas, tenang aja gue nggak bakal macem-macem. pegangan tas aja!" kata lelaki itu masih menatap Tasya yang gugup.

"Iya itu hm.. Aku itu.. Ini eem.. Rok aku kependekan jadi--" jawab Tasya gugup tidak jelas.

"Oh bentar," lelaki itu kembali ke posisi semula namun dengan cepat membuka jaketnya dan memberikannya pada Tasya.

"Aku udah pake sweater kok, kamu pake aja nanti dingin," kata Tasya polos-polos bloon.

"Ck, ini buat nutupin paha lo yang kemana-mana!" balas lelaki itu cepat dan kesal. Mungkin ia kesal karena Tasya sudah kelewatan lemotnya dan sudah berapa lama mereka tidak kunjung pergi dari tempat itu sedangkan hari sudah sangat gelap. Dengan cepat Tasya menerima uluran jaket lelaki itu dan langsung menutupinya, sesaat ia melihat lelaki itu menoleh kearah pahanya sebelum ditutupi membuat ia malu bukan main.

Beralih pandangan lelaki itu pada wajah Tasya yang cantik dan tersenyum sangat tipis bahkan Tasya tidak menyadari bahwa lelaki itu tersenyum. "Udah, kan?" tanya lelaki itu dan dihadiahi anggukan oleh Tasya. Namun, belum sempat lelaki itu menghidupkan motornya terdengar dering ponsel dari saku celananya, dengan cepat ia menjawab panggilan itu.

"Iya, kenapa kak?"

"----------"

"Oh, iya bentar,"

"----------"

"Iya-iya,"

Memasukkan ponsel ke saku celana, lelaki itu menoleh ke arah Tasya, lagi. Merasa diperhatikan Tasya menatap lelaki tampan itu "Ada apa?" tanyanya kebingungan.

"Ke rumah gue dulu nggak papa ya? Nanti lo tunggu di rumah, gue ke apotik sebentar ambil obat Nyokap. Habis itu baru gue anter lo pulang. Gimana?"

"Ya udah. Tapi emang nggak papa?" tanya Tasya bingung.

"Nggak papa. Ada Nyokap kok di rumah," setelah mengatakan itu dengan cepat ia menyalakan mesin motor dan melajukannya membelah jalanan ibu kota.

Disepanjang perjalanan tidak ada percakapan diantara mereka berdua. Bahkan walau mereka belum saling mengenal tidak ada basa-basi untuk saling berkenalan. Tasya sendiri bingung dengan dirinya yang dengan mudah mau menerima tawaran lelaki yang telah menolongnya ini seperti tiada daya untuk sekedar menolak.

Sesampainya di rumah lelaki itu, dipersilahkannya Tasya masuk ke dalam rumah mewahnya. Dinding ber-cat serba putih, perabotan mewah dan barang-barang antik yang menambah hiasan di dalam rumah itu.

Tasya terpaku dibuatnya, walaupun Tasya juga tergolong orang mampu, tetapi rumah yang ia tinggali tidak semewah dan seluas ini. Hanya rumah berisi tiga kamar tidur di lantai dua yang masing-masing ada toilet di dalamnya, juga ruang tamu minimalis dan dapur di lantai bawah.

Papahnya memang selalu menerapkan hidup sederhana dengan Tasya. Bahkan rumah yang ia kunjungi saat ini lebih pantas disebut Istana. 'Lebay' memang, tapi begitulah kenyataannya.

Disaat lelaki itu ingin masuk ke dalam rumah, Tasya menahannya. Dia sangat ingin mengetahui nama lelaki tampan ini, setidaknya hanya dengan itu ia bisa mengenalinya.
.
.
.

Love, Nur Intan.
Jangan lupa vote dan komennya, Pecandu! Thankyou, Luv!

CANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang