(Michelle Ziudith as Tasya Aira Winata)
Cuaca yang mendung untuk hari ini, cukup mendukung untuk menjadi pelarian para insan ke tempat ternikmat di rumah yaitu ranjang. Tapi, tidak dengan gadis belia yang sedang berkutat dengan novel-novelnya. Disaat semua murid bergegas untuk pulang dan menikmati cuaca yang mengharuskan berada di rumah, gadis itu pun masih berada di perpustakaan dimana banyak buku disetiap lorongnya. Padahal hari ini semua murid dipulangkan karena ada rapat guru mendadak.
Setelah 2 jam lamanya, karena menyadari diluar ruangan sudah sangat gelap akibat cuaca mendung-- akhirnya Gadis yang menyandang nama Tasya Aira Winata--merapihkan barang-barangnya untuk segera pulang ke rumah. Dilihatnya arloji ditangannya menunjukkan pukul 17.15 sore. Dengan langkah cepat ia menuruni tangga sekolah SMA Budi Bangsa dan segera keluar lingkungan sekolah.
Suasana di pinggir jalan itu begitu sepi dan gelap, menyadarkan Tasya bahwa seharusnya ia sudah pulang sejak tadi siang. Seperti tidak ada bau-bau manusia di jalan sepi ini, hanya mobil yang berlalu-lalang dengan kecepatan diatas rata-rata. Tasya-pun masih setia menunggu Taksi kosong yang lewat, tapi sudah jam 17.45 itu artinya sudah setengah jam ia menunggu. Namun, tak ada satu pun taksi kosong yang lewat jalanan itu.
Mendengus kesal, ia memilih duduk dikursi rotan bawah pohon pinggir jalan. Tak lama dilihatnya lelaki bertubuh besar dan menyeramkan berjalan kearahnya dengan tatapan yang sulit diartikan. Tasya menunduk, 'takut' itu yang ia rasakan.
Jelang beberapa menit lelaki besar itu sudah ada dihadapannya dengan badan dibungkukkan supaya sejajar dengannya. Merasa diperhatikan, Tasya bangun dari tempat duduknya. Namun naas, lelaki itu mencekal tangannya membuat ia jadi terduduk seperti semula.
Kini tangan Tasya ditahan kebelakang tubuhnya oleh lelaki besar itu. Diraihnya dagu Tasya yang terbelah, ditatapnya wajah Tasya yang cantik bak dewi yunani itu. Mata coklat yang indah, dagu yang panjang, hidung yang sempurna dan bibir yang ranum. Membuat lelaki itu kehabisan akal. Lelaki itu bergairah, bergairah karena Tasya.
Menjerit, meronta, melawan sudah dilakukan berkali-kali olehnya. Namun, tidak ada satu-pun orang di bumi ini yang datang menolongnya. Lelaki itu pun semakin berani dengan aksinya, diangkat rok abu-abu Tasya dengan tangannya dan langsung memperlihatkan dengan jelas hotpants yang dikenakannya.
Menangis, itu yang ia lakukan saat ini. Pasrah akan keadaan yang membuat dirinya seperti orang yang hina. Memejamkan mata dan menangis tersedu-sedu karena lelaki itu kini sudah menangkup wajah Tasya dan menyentuh setiap inch-nya. Hancur sudah, ciuman pertama dan segalanya yang akan diberikannya untuk orang terkasih kini akan diambil oleh orang yang luar biasa bajingan seperti itu.
Namun, belum sempat lelaki itu meraih bibir mungil gadis itu. Sudah datang lagi penjahat yang lainnya. Tapi, yang satu ini bukan Pria berbadan besar seperti Preman itu. Melainkan lelaki tampan berbadan tinggi dan agak kurus. Dan yang membuat Tasya ketakutan adalah lelaki itu seperti menahan amarah. Ditatapnya mata itu seperti penuh nafsu, entahlah Tasya sulit mengartikannya.
"Hey bro, bagi-bagi dong!" kata lelaki itu menepuk bahu Preman tadi.
"Yoi men gue dulu tapi, abis itu lo deh," ucap Preman itu menoleh sekilas kearah lelaki tampan itu.
Tapi, tanpa tedeng aling-aling juga tanpa Tasya duga-duga ternyata lelaki tampan itu menarik Preman itu hingga terjuntai kebelakang. Dipukulnya rahang, leher, dada membuat Preman itu kalab. Dibalasnya lelaki tampan itu dengan tendangan dua kaki hingga lelaki itu terjatuh jauh dari tempat perkelahian tadi.
Namun, dengan langkah pasti, lelaki tampan itu menendang 'milik' berharga Preman itu dengan keras membuat Preman itu meringis kesakitan. Melihat Preman itu lengah, lelaki tampan itu menghajarnya dengan membabi buta seperti akan membunuhnya.
Tasya yang menonton kejadian itu dengan terkejut, tambah takut karna sepertinya lelaki tampan itu akan membunuh Preman itu. Sempat terbesit dalam pikirannya 'mengapa dia malah membunuh Preman itu, jika dia juga menginginkanku'.
Namun, ia tepis jauh-jauh. Dilihatnya lagi dengan jelas lelaki tampan itu mengenakan seragam yang sama dengannya dan mungkin memang mereka satu sekolah, tapi Tasya yang tidak mengenalnya. Mengingat Tasya yang pendiam dan tidak bergaul dengan siapapun di sekolahnya selain Raffi Wirawan sahabatnya yang juga pendiam dan penyendiri.
Tanpa pikir panjang, Tasya memukuli lelaki itu dari belakang yang sedari tadi diteriakinya agar berhenti memukuli Preman itu.
"Tolong berhenti! Dia bisa mati." tutur Tasya masih dengan memukul lelaki itu yang sedang menendang Preman yang sudah tak berdaya. Dirasakannya tubuh lelaki itu menegang dan berhenti melakukan aksinya.
Lelaki itu menendang Preman itu untuk yang terakhir kalinya "Kalo lo ngelakuin hal ini lagi, gue bunuh lo!" ucap lelaki itu dan langsung berbalik badan menghadap Tasya. Preman itu berjalan tertatih entah kemana.
"Gila lo ya?! Masih untung gue tolongin, bukannya makasih! Gue malah dipukulin." Deg. Tasya dibuat melongo olehnya.
Lelaki tampan dihadapannya ini adalah anak murid SMA Budi Bangsa dan hanya berbeda kelas dengannya. Tasya sering melihatnya tapi tidak mengenalinya. Lelaki ini termasuk yang selalu dipuja-puji oleh kaum hawa di sekolahnya dan lelaki ini yang menolongnya, sungguh beruntunglah Tasya.
"Eh iya, lo gak papa kan? Ada yang luka?"
"Aku gak papa, kamu yang luka. Maaf ya tadi aku pukul supaya berhenti, aku takut dia mati. Makasih udah mau nolongin aku tadi," jawab Tasya tersenyum, kepalanya mendongak keatas menatap manik mata lelaki tampan itu.
"Lain kali hati-hati, jangan pulang sendirian kalo hari udah gelap," perhatian lelaki itu membuat Tasya merona dibuatnya.
Merapatkan sweater ditubuhnya, Tasya menjawab "Iya, makasih sekali lagi. Tapi, aku masih nunggu taksi kosong disini. Kok dari tadi belum lewat-lewat ya,"
"Yaampun mana ada taksi yang lewat sini, lo liat tuh! bentar lagi ujan. Dan setau gue, disini emang jarang ada taksi yang lewat," ucapnya menunjuk langit yang gelap mengisyaratkan akan turun hujan.
"Iya biasanya aku naik Bis Sekolah, tapi ini udah jam enam gak ada lagi deh yang lewat, jadinya aku nunggu taksi aja gak papa kok"
"Rumah lo dimana? Yuk gue anter! Bahaya udah mau malem," tawar lelaki itu padanya.
"Hm gak perlu, nanti ngerepotin kamu. Rumah aku agak jauh soalnya dari sini," menolaknya karena ia merasa tidak enak pada lelaki yang belum dikenalinya ini.
"Gak papa, gue bawa motor kok tadi gue pinggirin. Lo mau emang kejadian kayak tadi lagi?" boom. Tasya langsung meringis ngeri mengingat kejadian tadi.
.
.
.
⚓Love, Nur Intan.
Jangan lupa vote dan komennya, Pecandu! Thankyou, Luv!

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Teen FictionTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...