Bel pulang berdering nyaring membuat Bu Rani menyudahi pembelajaran hari ini dan segera keluar dari kelas, para murid pun bergegas untuk keluar dari kelas yang terasa panas akibat rumus yang seharian bikin bebal isi kepala.
Tasya memerhatikan Reyhan dan dua A yang sedang merapikan barang-barangnya ke dalam tas masing-masing. Pelan, ia menarik nafas dan membuangnya panjang. Jantungnya kian berlari sedari tadi ketika hendak berbicara dengan teman sebangkunya ini. Ketika melihat Reyhan berdiri dan hendak keluar bersama Arga dan Aldi, Tasya menahan pergelangan tangannya erat. Tasya menggeleng lalu mengangguk secara bergantian membuat Reyhan menaikan sebelah alisnya. "Kenapa?"
Sisi otaknya kembali mengambil alih, ia harus berani mengatakannya agar tidak terjadi kesalahpahaman selanjutnya. Dia menelan ludah susah payah. "Raffi ... Dia bukan pacar aku kok, Rey." Reyhan mengangguk dan melepas genggaman Tasya ditangannya seraya berkata tanpa menatap lawan bicaranya. "Emang."
Tasya melongo mendengarnya, maksudnya apa, emang? Jadi, Reyhan udah tau kalau Raffi bukan pacarnya? Tapi, kenapa cuman emang? Susah payah Tasya ngomong ke Reyhan tapi setiap jawab dia selalu irit bikin orang kebingungan. Lagi, kenapa dengan Tasya? Kenapa dia merasa harus mengatakan hal tadi pada Reyhan dan untuk apa? Berharap apa dengan sikap Reyhan yang seperti bunglon? Kadang manis lalu seketika berubah menjadi tak acuh. Seperti barusan, Reyhan seakan tidak peduli dengan fakta itu dan langsung pergi bersama dua A begitu saja.
"Tas-tas! Duluan ya!" teriak Aldi di depan pintu kelas disertai cengiran Arga yang menyapanya. Bahkan Reyhan tidak mau repot-repot menoleh untuk sekedar pamit. Tasya menggelengkan kepalanya tegas, ia harus bisa mengesampingkan virus baper yang selalu ada dari Reyhan si tampan itu dan kembali ke dunia nyata. Ia bertekad untuk bersikap selayaknya seperti Tasya yang normal dan tidak akan repot-repot menghadapi sikap Reyhan yang sering berubah-ubah.
Begitu keluar dari lingkungan sekolah, Tasya segera memesan ojek online lewat aplikasi yang baru diunduhnya kemudian melesat jauh kerumahnya bersama pria paruhbaya yang kemudian mengantarnya dengan selamat.
Sesampainya di rumah, Tasya disuguhkan dengan pemandangan hangat sekaligus gembira melihat papanya yang sedang duduk di sofa ruang tamu sedang membaca koran dari sindi. "Papa!" Panji menoleh menatap putri satu-satunya itu lalu tersenyum manis.
Tasya menyalami Panji kemudian duduk disampingnya seraya menaruh tas di atas meja, "Pah, Kangen...," ucapnya sambil memeluk manja Panji dari samping sebelah kanan. Panji mengelus punggung Tasya lalu mengecup lama puncak kepala putrinya.
"Sya, Papa besok pagi-pagi sekali sudah berangkat, ada tugas penyidikan di Ternate." Tasya menghela napas lesu menghadap papanya. Melepas rangkulannya Tasya mengangguk dan tersenyum maklum dengan pekerjaan papanya. "Minggu ini Tasya mau les di komplek sebelah, jadi? Biar papa yang daftarin sore ini," tanya Panji masih membelai punggung mungil putrinya.
Tasya menggeleng pelan lalu mengeluarkan ponselnya dari saku roknya, kemudian menunjukan sesuatu pada Panji. "Ini, Pah. Ruang Kelas namanya. Sekarang udah ada bimbel online lewat aplikasi ini." Panji mengambil alih ponsel Tasya lalu melihat-lihat menu aplikasi Ruang Kelas.
"Tasya yakin ini efektif?"
Tasya mengangguk antusias dan tersenyum manis. "Seribu persen Tasya yakin, Tasya juga lebih suka kayak gini, Pah. Bimbingannya kan dirumah dan nggak harus repot keluar rumah terus untuk les."
Panji meraih tangan Tasya untuk ia genggam. "Papa setuju kalau kamu nyaman." Tasya tersenyum riang dan mengeratkan genggaman papanya.
Drrrt drrrt•
"Ponsel kamu," ucap Panji menunjuk hape Tasya yang bergetar. Tasya membuka grup line lalu tersenyum tipis. "Siapa, nak?"
Love's in the air❤
Arga Hidayat :
Besok pulang sekolah jadi kan?Reyhan P. Pratama :
Jadi.Arga Hidayat :
Tasya sama Riri gimana?
Fix gak ni?Renaldi Putra :
Tas Tas!
Kamu dimana?Tasya Aira W. :
Tapi, Riri ikut kan?Riri Az-Zahra :
Iya ikut, Tas.Setelah memastikan bahwa Riri juga ikut kerumahnya, Tasya menoleh menatap Panji. "Oh ini grup kelompok di sekolah, Pah. Besok mau kerja kelompok di rumah, boleh kan, Pah?"
"Tumben, biasanya kamu lebih milih individu? Atau ngerjain berdua sama Raffi di sekolah?" tanya Panji. Karena semenjak Tasya ditinggal ibunya, ia menjauhkan dirinya dari keramaian. Papanya pun maklum mengingat Tasya yang belum dewasa dalam pemikiran dan seiring berjalannya waktu Tasya pasti bisa kembali beradaptasi dengan lingkungannya.
"Raffi kan udah beda kelas sama Tasya, lagipula mereka baik, Tasya nyaman kok temenan sama mereka."
Panji mengangguk tersenyum senang dengan kemajuan putrinya. "Berapa orang satu kelompok itu? Ada cowoknya?"
"Ada tiga orang, ceweknya ada Riri temen baru Tasya," jawab Tasya cengengesan lalu melanjutkan. "Semuanya temen baru Tasya sekarang," lanjutnya bangga.
"Yaudah, besok papa telpon bi Asih buat temenin kalian dirumah." Panji berdiri dan mengacak gemas rambut putrinya. "Bayi mungilnya Papa udah jadi anak gadis sekarang," ucap Panji membuat Tasya tersenyum haru.
"Papa mau kemana lagi?" Tasya menahan lengan papanya. Panji menoleh lalu menggeleng tegas.
"Papa dirumah hari ini, mau packing. Salin dulu bajumu, sayang," jawab Panji seraya mencubit pelan pipi Tasya.
Selagi membantu Panji packing untuk berangkat besok pagi Tasya menceritakan semua tentang awal pertemuannya dengan Reyhan, Riri juga Arga dan Aldi. Tidak ada yang ia lewati atau potong kisahnya kecuali tentang perasaan dan hatinya pada Reyhan.
Panji mendengus tertawa, "Oh... jadi Reyhan yang ini yang selalu nolongin anak Papa," ucap Panji sambil menutup koper yang sudah ditata rapi oleh putrinya. "Melawan preman, mengantar pulang dan jadi pahlawan yang rela dihukum demi topi kamu yang ketinggalan. Hebat, bikin papa jadi ingat masa muda," lanjutnya sambil terkekeh.
Tasya menautkan kedua alisnya bingung dengan respon papanya yang seperti itu. "Kalau jaman dulu itu namanya modus, tapi Papa nggak tau sekarang jadi apa," goda Panji pada Tasya yang mulai tau kemana arah pembicaraan berjalan.
"Ih, Papa! Kok jadi godain Tasya," kilahnya cemberut. Panji meraih tangan Tasya agar mendekat padanya di tepi ranjang lalu membelai halus rambut putrinya dan menyelipkanya ke belakang telinga.
"Nak, walaupun kita jarang ngobrol seperti ini karena kesibukan papa. Tapi, ingat! Papa akan selalu siap mendengarkan apapun yang jadi keluh kesahmu," ucapnya serius seraya menggenggam kedua tangan putrinya. "Anak papa ini anak cerdas, papa yakin kamu sudah tau mana yang baik dan buruk. Jangan ikuti napsumu yang berjalan, pikirkan kedepannya akan seperti apa jika semua dilandasi napsu sesaat."
Tasya mengerutkan keningnya dalam diam lalu manggut-manggut mencoba mencerna semua perkataan papanya. "Papa nggak ingin putri papa jadi rusak hanya karena laki-laki. Dengar, anak perempuan itu ibarat telur diujung tanduk. Sedikit saja goyang tak terarah maka ia akan pecah lalu hancur," ucap Panji menasihati. "Bersikaplah sewajarnya, Nak. Dan jangan berbuat lebih atau melewati batasmu."
.
.
.⚓Love, Nur Intan. 16.JANUARI.2019 Paling lambat update seminggu sekali aja ya cuy. Semangatin dong jadinya cepet nulisnya😉 wheheehe
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Teen FictionTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...