(Michelle Ziudith as Tasya Aira Winata)
Tasya sudah berada di depan gerbang sekolahnya, Panji yang sedang ada tugas di luar kota langsung pergi ketika putrinya turun dari mobil Pajero Sport miliknya.
Melangkahkan kaki, Tasya menuju ke mading sekolah berniat untuk mencari dimana letak kelasnya berada. Karena sekarang ia kelas 12 dan setiap kenaikan kelas, sekolahnya menerapkan aturan mengacak siswa.
"Nah ketemu!" gumamnya ketika menemukan namanya tertulis di lembar kelas 12 IPA 1 yang berada di lantai tiga paling pojok kanan.
Penasaran dengan siapa saja ia sekelas ia kembali meneliti nama-nama dilembaran data itu dan berharap bahwa akan sekelas lagi dengan Raffi yang notabene sahabat dan teman sebangkunya di kelas 10 dan 11.
"Yah, gak sekelas lagi sama Raffi." sesalnya melihat dibarisan data huruf R tidak menemukan nama Raffi.
"Eh?! Reyhan? Ini Reyhan yang waktu itu nolong aku? Wah! Semoga aja iya! Biar bisa balas budi kebaikannya yang udah nolongin aku." ucapnya terkejut ketika mendapati nama Reyhan di data nama kelasnya.
"Semoga itu bener Reyhan yang waktu itu nolong aku." batinnya berharap.
"Assalamualaikum," salamnya pelan didepan pintu masuk kelas yang akan ia tempati sampai lulus.
"Wa'alaikumussalam," jawab beberapa siswi yang menatapnya dengan pandangan kagum. Karena walaupun Tasya cantik ia juga memiliki sisi kesopanan yang patut diacungi jempol. Ia juga ramah kepada siapapun, walau banyak yang heran dengan dirinya yang tidak mau bergaul dengan siapapun kecuali Raffi yang sudah dipercaya olehnya sejak pertama kali berkenalan.
Tasya memilih tempat duduk paling belakang di pojok kiri. Ia memang suka seperti itu lebih baik memilih duduk sendiri daripada sok akrab dengan yang lainnya. Menurutnya itu hal yang sangat sulit.
Suasana kelas masih sangat sepi karena jam masih menunjukan pukul 06.15 WIB. Tasya kepagian? Bukan. Dia memang selalu datang lebih pagi, memilih menghindar dari perhatian orang disekitarnya jika ia datang bila sudah ramai. Tasya mengeluarkan earphone dari dalam tasnya. Yap! Otaknya memang pandai nggak ketulungan, tapi, kalo soal musik dia nggak pernah ketinggalan. Menurutnya ia bisa fokus belajar lantaran ada musik yang menemaninya.
Semakin lama kelas semakin ramai, Tasya juga tidak terlalu keras menyetel volume musik dari ponselnya. Tak lama terdengar bunyi bel masuk dan membuat para murid memasuki kelas dan duduk di tempat masing-masing.
Tasya masih duduk sendiri, tidak ada siswa-siswi yang mau duduk sebangku dengannya karena mereka tahu pasti, bahwa Tasya akan acuh tak acuh atau cuek menanggapi apapun.
"Hey Tasya? Aku sebangku sama kamu ya? Pengen kenal deket sama kamu," Tasya menjawab sapaan itu hanya dengan menganggukan kepalanya.
Merasa diabaikan, laki-laki yang menyapanya tadi langsung duduk di bangku samping kanan Tasya. Sejenak Tasya merasa seperti trauma atau ketakutan karena ada yang menggodanya, ia masih ingat dengan jelas beberapa minggu lalu ketika ia digoda dan dilecehkan dan beruntung Reyhan menyelamatkannya.
Reyhan! Ya, Tasya kembali teringat dengan Reyhan, ia berharap Reyhan satu kelas dengannya. Namun, ternyata harapannya meleset.
"Hm maaf, tapi aku mau duduk sendiri. Itu di depan masih kosong satu kok." dengan ragu Tasya menunjuk kursi yang kosong di depannya.
Laki-laki itu tersenyum penuh arti. "Aku pengennya duduk sama kamu, cantik." Tasya dibuat ngeri oleh laki-laki itu. Ia merasa tidak nyaman seperti ini.
"Maaf, tapi temen aku ada yang mau duduk sini. Kamu di depan aja ya." Tasya terpaksa berbohong dengan laki-laki itu. Dilihatnya name tag yang ada diseragam laki-laki itu. Fedal namanya.
Lelaki itu tidak menjawab ataupun pindah dari tempatnya duduk. Tasya merasa malas dengan sikap laki-laki ini. Dengan kepala menunduk ia kembali memasang earphone ditelinganya dan menyetel lagu dengan volume yang lumayan keras sehingga ia tidak mendengar celotehan receh lelaki itu. Malas sekali ia menanggapinya, sangat mengganggu menurutnya.
Tasya yang merasa bosan karena guru yang belum juga masuk dalam kelas, melipat tangannya di atas meja dan menenggelamkan wajahnya menikmati alunan musik yang merasuki gendang telinganya.
Disisi lain, Reyhan bergegas menuju mading dan mencari keberadaan namanya. Terlihat dengan jelas namanya berada di kelas 12 IPA 1. Tak sengaja Reyhan melihat nama Tasya dilembaran tadi. Tanpa sadar ia tersenyum, yang ia ketahui nama Tasya di angkatannya hanya satu. Tasya si pintar dan lugu itu.
Reyhan menaiki tangga dengan setengah berlari karena ia sudah terlambat dan sudah diteriaki oleh guru piket agar cepat menuju kelas.
Membuka pintu masuk kelas, Reyhan masuk perlahan membenarkan letak rambutnya. Hal itu membuat semua siswi memekik kagum karena kadar ketampanan Reyhan yang diatas rata-rata.
Tanpa ia sadari, Reyhan mencari seseorang. Dilihatnya satu-persatu siswi yang ada dan sama sekali tidak menemukan yang ia cari. Kursi-kursi juga sudah terlihat penuh hanya ada satu kursi yang kosong yang letaknya kedua dari belakang.
Ia menghampiri kursi itu berniat untuk duduk. Namun, ketika ia hendak duduk matanya menangkap siswi di belakang kursinya yang menenggelamkan wajahnya dalam tangan diatas meja. Bukan hanya itu, ia melihat jepitan rambut dan kunciran yang sama persis dengan yang dikenakan Tasya kala itu.
"Minggir!" dengan nada ketusnya Reyhan mengusir Fedal yang masih berusaha menggoda Tasya dengan gombal recetnya, mungkin Fedal tidak menyadari bahwa Tasya memakai earphone dan tidak mendengarnya sama sekali.
Fedal langsung bangkit dari duduknya dan memindahkan barangnya ke depan kursi yang masih kosong. Tidak ada yang sanggup menolak ataupun adu argumen dengan Reyhan, hanya kedua sahabat Reyhan lah yang selalu menggila dan kadang bijak itu yang berani bersuara di depan Reyhan. Aldi dan Arga temannya dari SD yang sudah paham betul sikap dan segalanya tentang Reyhan.
Reyhan duduk dan menaruh tasnya ditengah bangku mereka. Tasya tidak bergerak ataupun merubah posisinya.
Reyhan berdehem untuk menetralisir rasa yang ada didirinya. Aneh memang, Reyhan merasa aneh bila dekat dengan gadis itu. Namun, Tasya sama sekali tidak bergerak. Reyhan yang mulai geram kehadirannya tidak dianggap muali bersuara. "Eh? Gue duduk sini ya?" tegurnya menatap gadis yang masih dengan posisi semula.
'Bodo amat. Mati kali tuh anak' gumamnya geram diabaikan.
Reyhan memilih untuk mengambil kursi panjang di belakang. Kursi itu untuk menaruh peralatan siswa seperti jaket, kamus, topi dan alat tulis lainnya. Semua dipindahkan Reyhan dengan sekejap ke lantai. Tidak ada yang berani protes, mereka hanya mentap Reyhan dengan takut.
Diangkatnya kursi itu untuk ditukar dengan kursi di samping Tasya. Tas kecilnya ia taruh di atas meja dan mulai merebahkan tubuhnya di atas kursi panjang itu.
Tasya yang masih asyik dengan dunianya tiba-tiba merasa gelisah dan melepaskan earphone ditelinganya kemudian merapihkannya kedalam tas.
Sesaat Tasya menoleh dan merasa lega menyadari Fedal tidak lagi duduk di sampingnya. Namun, dengan cepat ia menoleh dan menunduk ke bawah melihat seseorang tertidur telungkup di sampingnya.
Ia bingung siapa orang itu karena yang jelas bukan Fedal, badannya kurus tinggi sedangkan Fedal gemuk berisi. Tasya bingung harus apa saat ini.
.
.
.
⚓Love, Nur Intan
Ditunggu vote and comment, Pecandu! Makasih udah baca semoga suka!🎉

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Подростковая литератураTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...