Entah ada angin apa hari Rabu ini, Gadis itu merasa ada yang salah dan ganjil sejak jam pelajaran dimulai atau lebih tepatnya sejak Reyhan datang dengan pesonanya yang menyilaukan. Helaan napas Tasya bahkan sudah tak terhitung sebab Reyhan selalu tersenyum sendirian.
Tasya sebenarnya tahu lelaki ini dari tadi curi-curi pandang padanya, buktinya jika Tasya menoleh Reyhan tersenyum seakan sengaja agar gadis itu menyadari bahwa ia sedang di pandangi. Bahkan Tasya yakin, Bu Rani yang sedang mengajar di depan pun Reyhan abaikan karena sibuk memandanginya.
Tak tahan dengan senyuman misterius dari Reyhan, Tasya berbisik pelan pada teman sebangkunya itu. "Rey, kenapa sih? Ngeliatin terus," ucapnya tanpa menoleh, matanya masih menatap Bu Rani di depan.
Reyhan tersenyum makin lebar menampilkan gigi nya yang rata dan bersih itu lalu terkekeh pelan. "Bagi minum, haus."
"Hah?" ujar Tasya bingung lalu menoleh menghadap Reyhan. Jari telunjuk kanan Reyhan langsung mendarat dibibir mungil gadis itu, membuat Tasya membeku seketika. Reyhan mendekat seraya menjauhkan jarinya lalu berbisik tepat ditelinga gadis itu. "Haus."
"Heh! Ini kelas, bukan taman! Jangan mojok-mojok ya!" Suara Bu Rani terdengar keras entah kepada siapa. Namun, Tasya dan Reyhan sama sekali tak mendengar. Gadis itu masih syok dengan kejadian barusan. Bahkan napas hangat Reyhan masih terasa berhembus di telinga kanannya.
Tasya memilih memejamkan matanya, mengambil napas pelan-pelan. Masih merasakan hembusan dari mulut lelaki itu di telinganya.
"Aw! Sakit sakit!" teriak Reyhan tiba-tiba mengaduh kesakitan, adalah Bu Rani yang sedang menjewer telinga kanan Reyhan membuat seisi kelas tertawa kencang.
∆°∆°∆
"Duduk dulu ya, gu-gue ambil minum dulu," ucap Tasya mempersilahkan teman-temannya duduk di ruang tamu.
"Gue bantu," sahut Riri menaruh tasnya di sofa lalu mengekori Tasya ke dapur.
"Neng, udah bibi siapin di kulkas minumannya. Biar bibi yang bawa ke depan," kata bi Asih ketika melihat Tasya dan Riri datang ke dapur.
"Makasih, bi. Tasya ke kamar dulu, Ri, ayo ikut." Riri mengangguk permisi ke bi Asih lalu mengikuti Tasya ke lantai atas. Kedua gadis itu jalan menunduk melewati ruang tamu.
"Yah kita ditinggal nih? ikut dong!" teriak Aldi kencang saat melihat kedua gadis itu menaiki tangga.
"Apaan sih orang mau ke kamar!" Riri yang menjawab dengan kesal.
"Ya ikut lah kan kita kerja kelompok woy! bukan lu berdua doang," ujar Aldi keras membuat Tasya menghentikan langkahnya lalu berbalik menatap Aldi jengah.
"Aldi jangan bawel, orang mau ambil buku doang."
Reyhan tersenyum mendengar jawaban Tasya lalu meninju lengan Aldi. "Bikin cewek gue kesel aja lu!"
"Ngimpi! nembak aja belom lu udah maen pantekin aje," jawab Aldi seraya mengeplak kepala Reyhan.
Riri yang sudah duduk di atas kasur kamar Tasya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat Tasya yang masih gelisah mondar mandir di depan meja belajar anak itu. "Ya kalo lo takut batalin aja, bilang nanti."
Tasya berhenti, mengambil nafas dalam-dalam. "Tapi, gue tadi udah jawab iya. Dia juga udah nunjukin tiket yang udah di booking lewat M-Tix."
"Masa? Kapan??" pasalnya dari cerita Tasya, Reyhan mengajaknya nonton pada saat perjalanan ke rumah Tasya, otomatis mereka kan ada di atas motor. "Gimana nunjukin tiketnya?"
"Tadi kan lo minta anterin Aldi ambil kerudung, nah pas di depan rumahmu itu dia nunjukin tiket."
"Sebenernya lo mau apa kagak sih diajak nonton? tadi katanya langsung jawab iya, sekarang lo blingsatan gini, batalin aja lah kalo ragu," Riri berdiri hendak keluar tapi tangan Tasya menahannya.
"Aku kan.." Riri menoleh menatap Tasya yang terlihat bingung abis. "gu-gue belom pernah ke bioskop, makanya tadi gue iyain karena jujur gue seneng ada yang ajak nonton. Ta-tapi pas kamu nanya yakin nonton berdua doang, gue langsung kepikiran." Tasya menggigit bibir dalamnya, menghela nafas lagi lalu melanjutkan. "Kamu ikut aja, Ri. Aku yang bayarin deh tiketnya."
"Yakali, Tas! Yang ada gue di bully sama Reyhan, orang dia mau berduaan sama lo. Udah tenang aja, Reyhan gak akan macem-macem."
"Eum," gumam Tasya manggut-manggut, menatap punggung Riri yang keluar dari kamarnya.
anjir! rutuk Reyhan, melihat Tasya turun dari tangga memakai kaos longgar warna putih dan rok pensil selutut berwarna hitam. Entah kenapa Tasya terlihat lebih eum yummy memakai stelan rumahan.
Selanjutnya Tasya pun duduk bersila di karpet samping meja dan mulai membuka buku tugasnya, memberikan selembar kertas yang ia sudah kuasai kepada Reyhan, Arga dan Aldi. Riri hanya melonjorkan kakinya diatas sofa ketika melihat ketiga lelaki itu mengikuti Tasya yang duduk lesehan di karpet. "Eh, sori nih gue blonjoran ya, Tas." Tasya mengangguk, kemudian mulai membahas tugas yang mereka kerjakan.
Tugas selesai hampir satu jam lamanya, semuanya sangat rapih diatur Tasya. Bukan hanya mengatur sedemikian sempurna, tapi bisa dibilang Tasya mengerjakannya sendirian. Reyhan, Arga dan Aldi hanya celingak-celinguk padahal berulang kali ia menjelaskan, alhasil Tasya geregetan dan menuntaskannya sendirian.
Sekarang sudah pukul 17:35 Riri pamit pulang karena sudah mau maghrib, Arga berdiri menyusul Riri yang diantar Tasya ke gerbang depan. Sejurus kemudian ia berbalik dengan wajah merah frustrasi. "Taik!" rutuk Arga kesal membanting badannya ke sofa Tasya.
"Lah ngapeeh?" tanya Aldi cengengesan.
"Gue udah siap-siap make jaket mau anterin Riri, eh tuh anak langsung naek ojol dong di depan," sungutnya tak terima. "Mana nggak ada basa-basinya banget sama gue. udah kayak laron gue dimata dia."
"Heh!" ujar Aldi menoyor kepala Arga. "Lu ngaca, boy. Ngaca! Lu emang laron kali sekarang, melankolis mulu lu kayak di novel." Reyhan mengerling, menghampiri Arga yang sedang kesal itu lalu berbisik pelan. "Mampus!"
"Ah kampret lo semua!" teriak Arga seraya meraih tas nya lagi hendak keluar dari ledekan kedua sobat kampretnya. "Tas Tas gue pamit ya. Thankyou ya, eh awas masih ada dua kucing garong di rumah lu."
Tasya tersenyum mendengarnya lalu mengantar Arga ke depan pintu, "Urwell, Ar." Tasya menoleh melihat Reyhan dan Aldi masih diam tak beranjak dari tempatnya, "Kalian eung... nggak pulang?"
"Bahahahaa," tawa Arga menggema. "Mampus lu pada, diusir!"
Aldi mendelik, lalu menghampiri Arga yang berdiri cengengesan di depan pintu, senang sekali dia rupanya.
Reyhan pun menyusul dengan senyum tipisnya. Sungguh, Reyhan bahkan tak tahan ingin menyentuh tangan Tasya yang ada di knop pintu, Ia tak tahan hanya melihat Tasya tanpa ia sentuh, persetan! Akhirnya yang ia lakukan hanya menyolek pelan pundak gadis itu.
Reyhan berdeham, menghilangkan kegugupannya. "Nanti malem gue jemput jam setengah tujuh." Tasya langsung mengangguk seakan terbius oleh sentuhan dan tatapan lembut Reyhan.
📍
📍
minta maap ya gengs baru bisa apdet🤗

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Teen FictionTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...