(Michelle Ziudith as Tasya Aira Winata)
Hari yang cerah untuk jiwa yang cerah, Tasya bangun dari tidurnya dengan semangat dan tak lupa berdoa kepada Tuhan atas nikmat yang selalu ia dapatkan. Hari senin ini ia bahagia karena akhirnya kembali datang ke sekolah, ah padahal hanya tiga minggu liburan sekolah. Tapi ia merasa seperti tiga bulan tidak sekolah.
Liburan tiga minggu kenaikan kelas sangat membosankan untuk Tasya, tapi, beda halnya dengan Reyhan yang sangat bahagia karena libur panjang. Ia merasa bebas, tidak bangun pagi dan pastinya tidak perlu ke sekolah.
Reyhan bangun dari tidurnya dengan malas, benar-benar berbanding terbalik dengan Tasya yang sangat senang karena hari ini hari pertama ia menduduki bangku kelas 12. Tasya merasa bangga dengan hal itu, tapi tidak dengan Reyhan, menurut Reyhan semua hal itu biasa, tidak pernah ada yang menarik dari sekolah dan yang paling menarik dalam hidupnya hanya Candu-nya. Apalagi kalau bukan sabu barang terlarang itu.
Tepat ketika enam bulan lalu ketika ia masih menduduki kelas 11, Eki, temannya saat kelas 10, memperkenalkan barang jahanam itu kepadanya. Sampai sekarang Reyhan tidak pernah lepas dari Sabu nya itu, sakit yang akan ia rasakan ketika ia terpaksa berhenti menghisap sabu itu karena hal tertentu.
Reyhan selalu membeli paket sabu itu dengan Eki, Eki yang memperkenalkan sabu itu sekarang tengah menjadi bandar narkoba. Reyhan akan dengan mudahnya mengonsumsi sabu berkat bantuan Eki dan beruntung di rumah Reyhan terdapat satu ruang kosong di bawah tanah yang tak pernah terjangkau oleh keluarganya.
Hanya Martin- Kakeknya yang telah meninggal dunia sejak Reyhan masih SMP yang mengetahui ruangan persembunyian itu. Karena memang Kakeknya yang konglomerat itu lah yang membuat ruangan itu untuk menenangkan pikirannya.
Namun sekarang, tempat itu bagai tempat favorite Reyhan setiap harinya. Setelah membeli atau mengambil sabu itu dengan Eki, Reyhan selalu memakainya di ruang bawah tanah itu. Tidak akan ada yang mengetahui tempat itu dan kelakuan Reyhan di dalamnya. Sampai sekarang keluarganya pun tidak ada yang mengetahui kebiasaan Reyhan.
∆°∆°∆°
Di ruang makan terlihat dengan jelas dua insan sedang menikmati waktu makannya dengan hening. Sesekali terdengar bunyi sendok beradu dengan piring. Panji akhirnya memecahkan keheningan itu dengan memulai bicara pada Putri kesayangannya.
"Sya, hari ini Papah ada tugas di Malang sampai besok, nak." ucap Panji menatap Tasya.
"Iya, Pah. Berangkat jam berapa?"
"Pagi ini, sehabis antar kamu ke sekolah," jawab Panji serius.
Panji Winata, Papah Tasya yang dermawan, Seorang Perwira Tinggi yang menjabat sebagai Jenderal Polisi yang tegas dan mengabdi pada negara sudah delapan belas tahun lamanya.
"Pah, pemerintah di Indonesia kondisinya udah nggak adil ya." ucap Tasya tentang berita yang semalam ia tonton.
"Yang kamu maksud itu apa, Sya?" tanya Panji menatap putri satu-satunya itu.
"Itu, Pah, aku liat diberita. Yang kasus anak muda terjerat narkoba itu. Mereka malah ditangkap dan disiksa di balik jeruji, bukannya mereka seharusnya dirawat intensif di tempat rehabilitasi, Pah?" jelas Tasya menyuarakan pendapatnya dengan satu tarikan napas.
"Nggak semuanya sesuai yang kita inginkan, nak. Semua butuh biaya yang besar. Kasus anak muda itu, mereka yang mencelakakan diri sendiri dengan terjerat narkoba, padahal mereka tahu akibatnya kan. Jadi biarlah mereka menanggung semuanya. Biar mereka merasakan dan tidak mengulanginya lagi." jelas Panji tenang dan serius.
Panji memang tipikal Ayah yang serius mengingat posisinya sebagai komandan. Tasya tidak pernah canggung dengan ketegasan Papahnya itu. Justru Tasya selalu berbagi cerita dengan Panji, tak jarang mereka membahas topik yang sedang dibicarakannya itu.
"Tapi, Pah. Seharusnya mereka bukan malah di penjara. Aku gak setuju banget sama aturan itu, Pah. Aku cari di internet kok gimana sakitnya mereka nahan derita akibat sakau(1) bahkan ditambah lagi harus menderita di balik penjara. Bukannya papa yang bilang, penjara itu kejam? Kasihan mereka, Pah." Tasya masih dengan argumennya mengutarakan pendapatnya tentang semua yang tidak ia sukai.
Menurutnya, semua orang yang terjerat narkoba harusnya diobati. Bukan malah di penjara dan disiksa mati-matian di dalam sana lalu berujung mati karena sakau yang tak teratasi. Tasya meringis ngeri membayangkannya.
"Iya, nak. Tapi, biaya rehabilitasi itu mahal. Kan dokter disana juga butuh makan, segalanya butuh uang nak. Kalo Papa kaya raya juga Papa pasti ingin mencegah hal itu. Tapi apa daya kalau hukum sudah berkata. Karena itu barang terlarang seharusnya mereka tidak mengkonsumsinya bila tidak mau terjerat dalam hukum." jelas Papahnya tegas membuat Tasya mengerti, semua tidak mudah dengan apa yang dibayangkannya.
"Kasihan ya, Pah, kalo aku nanti kaya raya. Aku pengen jadi donatur utama untuk itu, Pah!" Tasya tersenyum menghayalkan ia bisa menjadi donatur rehabilitasi.
"Aamiin, doa Papa menyertaimu. Sekarang, ayo, habiskan sarapanmu! Kita akan berangkat sebentar lagi. Nanti bi Asih datang menemanimu, ya." perintah Panji pada anak tersayangnya itu.
Bi Asih, pelayan di rumah Tasya yang datang setiap sore untuk membereskan semuanya. Memang Tasya dilarang keras untuk bermanja dengan adanya pelayan. Tapi, Panji tidak akan tega membiarkan anaknya itu membereskan rumah setiap hari. Tasya harus sibuk belajar menimba ilmu, jadilah setiap sarapan pagi selalu Tasya yang membuatnya, makan siang dan makan malam selalu dibuatkan oleh Bi Asih dan Tasya dengan mudah menghangatkannya ketika ingin makan.
"Udah, Pah. Yuk!" ajak Tasya antusias pergi ke tempatnya menimba ilmu itu.
(1). Sakau adalah gejala tubuh yang terjadi akibat pemberhentian pemakaian obat secara mendadak atau akibat penurunan dosis obat secara drastis sekaligus.
.
.
.
⚓Love, Nur Intan
Tbc! Jangan lupa vote+comment-nya Pecandu!
Terimakasih sudah baca, semoga suka!😊
![](https://img.wattpad.com/cover/106460400-288-k766568.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Roman pour AdolescentsTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...