(Adipati & Michelle as Reyhan & Tasya)
∆°∆°∆
Disaat lelaki itu ingin masuk ke dalam rumah, Tasya menahannya. Dia sangat ingin mengetahui nama lelaki tampan ini, setidaknya hanya dengan itu ia bisa mengenalinya.
∆°∆°∆
"Kenapa sih? Tunggu sini bentar, duduk aja dulu!" kata lelaki itu menatap tangannya yang ditahan oleh Tasya.
"Tunggu dulu! Kita bahkan belom kenalan, aku Tasya anak 11 Ipa1," tanpa malu ia meraih telapak tangan lelaki itu dan berjabatan dengannya.
"Gue Reyhan anak 11 Ipa2, udah?" ucap Reyhan masih mengenggam tangan Tasya dan menunduk menatap gadis itu. Tasya mengangguk dan perlahan Reyhan menghilang dari pandangannya.
"Hey, kenalin ini nyokap gue." entah datang dari mana, Reyhan datang sambil mendorong kursi roda yang diduduki Mamahnya--Marina yang kelihatan seperti orang sakit.
"Oh, hai tante! Aku Tasya, senang bisa ketemu tante," Tasya tersenyum sopan pada Marina dan menyalaminya.
"Ini pacarmu, Han? Cantiknya! Kok mau sama kamu ya," ucap Marina sambil menoleh ke arah anaknya yang sekarang sudah berdiri di sisinya.
"Hm, bukan tante kita baru aja ketemu kok." jawab Tasya malu-malu.
"Iya, mah, Aan ke apotik dulu yah, Mama di sini aja sama Tasya," kata Reyhan membungkuk disisi mamanya-- tangannya tak pernah lepas dari bahu Marina.
"Tasya, gue titip nyokap bentar, ya!" ucap Reyhan menatap manik mata Tasya.
"Iya Rey, tenang aja. Hati-hati ya!" jawab Tasya bersitatap dengan Reyhan.
Lama Tasya menatap punggung Reyhan yang menjauh dan menghilang dibalik pintu rumah mewah itu. Sekarang ia mengenalinya, Reyhan penyelamat hidupnya. Kalau saja tadi Reyhan tidak menolongnya pasti... ah itu semua membuat kepalanya nyeri.
"Tasya?" ucap Marina meraih tangan Tasya. Tasya menuntunnya menuju sofa ruang tamu disudut rumah.
"Iya, tante, Tasya di sini," jawab Tasya.
Hatinya terenyuh melihat keadaan Marina, bukan hanya itu sebenarnya. Sejak tiga tahun Karina-Ibunya meninggal dunia, Tasya tidak pernah lagi merasakan kasih sayang seorang Ibu, tidak ada lagi sosok Ibu yang menemaninya. Sekarang hatinya terasa hangat melihat senyuman merekah diwajah cantik Marina.
Kini mereka tengah duduk di sofa--ralat, Tasya duduk di sofa dan Marina tetap di kursi roda.
"Nak, Mama mau disofa juga dong!" ucap Marina menyentuh lengan Tasya."Loh, Tante? emangnya nggak papa?" tanya Tasya kebingungan, setau Tasya orang yang duduk di kursi roda bisa bahaya jika dipindahkan.
"Bisa dong, sayang. Kan' yang sakit itu bukan kaki Mama. Mama gak lumpuh kok, Reyhan aja sama kakaknya, Bella nyaranin Mama pake kursi ini biar Mama gak capek katanya. Mama sih nurut aja lah mereka udah repot ngurusin Mama habisnya." jelas Marina berseri dengan raut wajah keibuannya.
Tasya mengiyakan Marina kemudian membantunya duduk di sofa, Marina menggenggam kedua tangan Tasya sesaat setelah duduk bersama di sofa.
"Mama senang banget.. nak! Reyhan sekarang ada yang temenin. Dia gak pernah bawa perempuan kerumah ini, makanya Mama sempet kira Reyhan gak tertarik sama perempuan." ucap Marina terkekeh dengan masih menggenggam telapak tangan Tasya.
Tasya termenung, memilih jawaban apa yang tepat. Ia bahkan baru berkenalan dengan Reyhan, belum tentu Reyhan mau menjadi temannya. Tetapi, sentuhan seorang Ibu membuat Tasya menangis. Ia rindu Ibunya, ia rindu pelukannya, cintanya dan kasih sayangnya.
"Loh? kamu kok nangis, sayang?" Marina menghapus air mata dipipi Tasya dengan jemarinya.
"Nggak papa, Tante. Aku cuma rindu Mama yang udah di surga," jawab Tasya menenangkan dirinya.
"Kok masih panggil Tante? Anggap aja Mama ini Mama kamu, sayang. Panggil Mama aja ya! Biar akrab," ucap Marina sambil berkedip, Tasya mengangguk dan tersenyum.
Mereka berbincang-bincang sembari menunggu Reyhan pulang dari apotik, Tasya bercerita tentang kematian ibunya dan Marina spontan mengelus puncak kepala Tasya mencoba memberi ketenangan untuk putri yang ditinggal ibunya.
Tasya terlalu terbawa suasana hingga ia amat sangat merindukan sosok ibunya. "Tasya boleh peluk, Mah?" Mendengar itu Marina langsung memeluk Tasya dan mencoba menghiburnya.
Mereka tak menyadari kehadiran Reyhan di sana, Reyhan memang tidak jadi pergi ke apotik, Reyhan minta tolong dengan satpam di rumahnya karena ia takut mengantar Tasya terlalu malam pasti orang tua Tasya mengkhawatirkan putrinya.
Mereka asyik berpelukan dengan Tasya yang menangis dipelukan Marina. Kembali, perasaan itu kembali ia rasakan. Melihat Tasya menangis sama halnya seperti melihat Mamanya menangis kala itu. Disaat Papanya dengan tega mencampakkan Mamanya dan pergi begitu saja, mengabaikan tangisan kedua anaknya.
Perasaan sakit itu kembali muncul ketika ia mengingatnya. Dia kembali merasakan sesak ketika melihat Tasya menangis tersedu-sedu.
"Ekhem, udah dong nangisnya, yuk pulang!" Dehaman Reyhan menyadarkan keduanya. Namun, Tasya masih dalam pelukan Marina dan perlahan menghapus air matanya.
"Udah dong jangan nangis lagi ya. Sering-sering kesini nanti sama Reyhan. Han, diajak Tasyanya!" Reyhan mengangguk. Tasya berdiri dari duduknya dan membantu Marina pindah ke kursi roda, melihat itu Reyhan dengan sigap membantu mereka.
"Bu, Aan titip Mamah sebentar, Pak Yono lagi beli obatnya di apotik, nanti tolong diminumin ya bu! Aan sebentar kok, nggak lama anter Tasya." terlihat wanita paruhbaya yang dipanggil Bu itu dibalik punggung Reyhan. Ternyata itu pelayan dirumah ini. Karena anak pelayan itu sedang sakit jadi ia baru bisa datang ke rumah majikannya.
"Mah, Tasya pulang dulu yah, makasih Mama," pamitnya sambil mengecup kedua pipi Marina, Marina tersenyum sambil meraih kepala Tasya dan mengusapnya halus.
"Hati-hati, Han! Tasya, kalo dia ngebut cubit aja paha-nya, ya!" peringat Marina dengan nada yang dinaik-naikan.
Tasya dan Reyhan hanya terkekeh mendengarnya dan langsung meninggalkan rumah mewah itu.
Tidak jauh berbeda dengan yang tadi. Tasya diberi jaket oleh Reyhan untuk menutupi pahanya yang terlihat. Tas milik Tasya juga membatasi jarak mereka.
Tasya menatap punggung Reyhan dibalik tas miliknya. Ia tersenyum, ia masih bahagia karena Reyhan menolongnya. Semoga Reyhan mau berteman dengannya. Ia lelaki baik menurut Tasya karena telah menolongnya.∆°∆°∆
"Makasih, Rey, hati-hati ya!" ucap Tasya tersenyum dan hanya mendapat anggukan Reyhan.
Beruntung rumah mereka hanya beda komplek, sehingga tak butuh waktu lama untuk Reyhan kembali ke rumahnya. Reyhan terlalu canggung bersama Tasya, ia memang tidak pernah membonceng wanita mana-pun dengan motor Ninja hitam kesayangannya itu. Banyak memang yang mendamba untuk menaiki atau dibonceng olehnya, tapi ini Reyhan, dia tidak suka wanita kegatelan.
Berbeda jika dengan Tasya, ia seakan punya magnet yang kuat bersama Tasya. Ia merasa seakan dirinya-lah pelindung wanita itu, baru sekali bertemu sudah membuat jantungnya berpacu tak karuan. Inikah cinta pandangan pertama? Konyol. Reyhan tidak semudah itu jatuh cinta, ia terlalu takut menyakiti bahkan disakiti karena cinta.
.
.
.⚓Love, Nur Intan
Yay! Akhirnya update🎉 jangan lupa tinggalkan jejak kalian. Vote & Comment ya! Semoga suka sama part ini Pecandu💕

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Novela JuvenilTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...