TUJUH

739 43 2
                                    

(Michelle Ziudith as Tasya Aira Winata)

∆°∆°∆°

Melihat Reyhan dan dua A itu keluar, Tasya melepas earphone-nya. Asli, kupingnya sakit mendengar musik sekeras itu. Ia hanya ingin terlihat marah oleh Reyhan entah apa tujuannya ia pun tak paham dengan sikapnya sendiri.

∆°∆°∆°

Bel masuk istirahat berbunyi dengan merdunya, perlahan murid mulai memasuki kelasnya masing-masing. Tasya masih setia duduk di kursinya, sepanjang istirahat ia tidak ke luar kelas ataupun kantin. Ia biasa membawa bekal untuk makan diwaktu istirahat bersama Raffi. Tapi, hari ini Raffi tidak masuk sekolah karena masih berada di luar kota dengan keluarganya.

Pak Rebeng, guru agama Islam sudah masuk kelas setelah bel pergantian pelajaran berbunyi. Bagi agama Kristen dipersilahkan belajar di ruang aula dengan guru agama Kristen.

Tasya bingung, sudah mau bel pulang tapi Reyhan dan dua A tidak juga masuk ke dalam kelas. Tasya menduga bahwa mereka pasti dihukum karena menentang bu Rani tadi.

Saat 10 menit lagi bel pulang akan berdering, terdengar pintu kelas diketuk dari luar. "Masuk!" ucap pak Rebeng merespon.

Dan dengan tanpa dosanya Reyhan dan dua A masuk ke dalam kelas lalu langsung duduk ditempat masing-masing.

"Kalian dari mana?! Jawab bapak, Reyhan!" tanya pak Rebeng pada Reyhan dengan kesal.

"Kami tadi ke UKS, Pak. Arga sakit, tuh liat, Pak mukanya aja pucet banget" jawab Reyhan dengan serius. Seisi kelas pun tahu bahwa Reyhan pasti berbohong, jelas-jelas Arga pucat karena kulitnya memang seperti itu dari dulu.

"Iya, Pak. Tadi badannya panas, jadi kita jagain di UKS. Dia kalo sakit nggak bisa di tempat rame, Pak. Suka kejang mendadak," sahut Aldi menjelaskan dengan raut wajah serius.

"Ya udah, tanya teman yang lainnya, apa aja tadi yang dipelajari dan tugas apa untuk minggu depan. Bapak ada tamu dari wali murid, jangan ada yang keluar kelas sebelum bel pulang berbunyi!" perintah pak Rebeng dengan satu tarikan napas.

Tasya merapikan buku dan barang-barang lainnya ke dalam tas miliknya. Ia tersenyum kecil mengingat mimik bicara Reyhan yang sok serius tadi.

"Kenapa senyam-senyum? Udah gila ya?" tanya Reyhan jahil melihat Tasya tersenyum sendirian.

Tasya hanya menoleh sekilas ke arah Reyhan dan kembali melanjutkan aktifitasnya.

Reyhan yang merasa diabaikan pun mulai geram, ia biasa diperlakukan manis oleh teman perempuannya. Tidak seperti Tasya yang cuek dan pendiam bila digoda. Perempuan lain bahkan mencari perhatian agar digoda atau diledek Reyhan dengan guyonannya.

"Tadi Mama nelpon gue, katanya minta nomer lo buat dihubungin. Kasih nggak?" Reyhan menatap Tasya dengan sebelah alis yang diangkat.

"Kasih aja, nggak papa." jawab Tasya santai masih tidak berani menatap Reyhan, ia takut jantungnya berdebar berkali-kali lipat dari biasanya. Berdekatan dengan Reyhan membuat jantungnya terus-terusan berlari tak karuan. Kan capek.

"Kasih gimana? Nomer lo aja gue nggak punya, mana sini bagi," ucap Reyhan sedikit kesal dengan respon Tasya sebelumnya. Minta dijitak banget!

CANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang