ENAM BELAS

412 21 14
                                    

Padahal jam sudah menunjukkan pukul 09.30. Tapi, Bu Nina masih melanjutkan tulisannya di papan tulis untuk menambah catatan rumus fisika di buku muridnya. Tasya yang sedang mencatat rumus dibukunya beralih perhatian ke hape di saku roknya yang bergetar tiga kali. Baru saja ia hendak mengambil benda pipih itu, bu Nina kembali mengambil alih perhatiannya.

"Selesaikan dulu catatannya, baru kalian boleh istirahat."

"Iya Bu...." Koor siswa 12 IPA 1 dengan malas.

Setelah Bu Nina keluar dan selesai mencatat, Tasya mengeluarkan handphone nya dan tertera di layar pesan dari Raffi yang mengatakan ia sudah menunggu di depan kelas Tasya.

Tasya tersenyum lalu membalas pesan Raffi agar menunggunya sebentar, semalam ia menghubungi Raffi agar belajar bersama di kelas Tasya. Tujuan utamanya sudah jelas bahwa Tasya ingin mengetahui tentang pemilik nama Dinda itu dari mulut Raffi.

Seisi kelas perlahan mulai sepi begitupula dengan Reyhan dan dua A yang sudah berdiri hendak meninggalkan kelas. "Aku ke kantin dulu ya," ledek Reyhan pada Tasya yang langsung mengundang tawa dari dua A. Masih aja ngeledek!

Setelah kelas sudah mulai sepi Tasya baru menyusul Raffi diluar dan menyuruhnya masuk ke kelasnya. "Ayo Raf, di dalem."

"Tumben banget Caca nanyain Fisika, biasanya kan jagonya," kata Raffi sembari duduk di sebelah kursi Tasya.

"Raf kebiasaan deh manggil Caca, Tas aja kan bisa kayak anak kecil tau kalo caca," tegur Tasya seraya memanyunkan bibirnya.

"Lebih pas di mulut, waktu itu katanya nggak papa. Sekarang kok kamu baru protes lagi ... Bagian mana yang susah?" Tasya mengeluarkan buku catatan Fisika dari kolong mejanya, lalu menunjuk Rumus yang tercatat disana. "Ini, Raf."

"Sebenernya nggak susah, cuman kalo aku bandingin sama rumus yang ada di aplikasi Ruang Kelas beda banget. Lebih ringkes," ucap Tasya seraya menunjukan rumus di aplikasi Ruang Kelas.

Mereka asik membahas soal perbandingan rumus yang diberikan bu Nina dengan rumus dari Dilan di aplikasi. Kemudian Tasya teringat sesuatu tentang tujuannya memanggil Raffi. "Raf, kamu kenal sama Dinda, nggak?"

Raffi mengangguk. "Setahu aku, Dinda diangkatan kita cuman satu. Dia sekelas sama aku, Ca. Ada urusan apa?" Tasya menggeleng pelan lalu memasukan buku Fisika-nya ke dalam tas dan mengeluarkan buku pelajaran bahasa indonesia.

"Orangnya begajulan banget si Dinda itu, ngomongnya juga kasar. Padahal kata yang lain dia itu anak Bupati, tapi gayanya kayak berandalan." Tasya manggut-manggut menanggapinya dan langsung berdiri hendak mengantar Raffi keluar kelas karena lima menit lagi bel masuk akan berdering.

"Ayo, Raf aku anterin ke depan. Nanti istirahat kedua kita makan bareng di kantin ya." Tapi, Raffi menahan tangan Tasya agar tetap di tempatnya berdiri. "Sebentar, Ca, ada yang mau aku omongin," ujar Raffi seraya membenarkan letak kacamatanya. Kini, diraihnya kedua tangan Tasya dan ia genggam erat. Tasya diam, alis kirinya menaik sebagai respon kebingungannya atas sikap aneh Raffi.

Raffi menarik napas panjang lalu menelan ludahnya susah payah karena hendak mengungkapkan perasaannya pada Tasya. "Aku sebenernya udah lama mau ngomong ini, dari awal kita ketemu aku udah ... Kita ... Aku udah...," ucap Raffi gerogi, tangan kanannya kini sudah mengelus pipi kanan Tasya dan meraih sejumput rambut Tasya lalu menyelipkannya ke belakang telinga.

"Minggir!" Suara Reyhan menginterupsi keduanya, segera Tasya palingkan wajahnya dari tangan Raffi dan menarik paksa tangannya dari genggaman Raffi. Membuat Raffi mendengus kesal karena rencananya menembak Tasya gagal, lagi.

Raffi menoleh ke arah suara itu dan kembali bertanya pada Tasya dengan raut cemas. "Kamu duduk sama dia?" Tasya mengangguk. "Nggak jauh beda dari Dinda, Ca, berandalan."

"Kalo gue berandalan terus lu apaan?" tanya Reyhan dengan suara meninggi, lalu membalikan badan Raffi secara kasar agar menghadapnya. "Megang-megang pipi cewek di sekolah, lu lebih pantas disebut bajingan!"

"Itu hak saya, memang kenyataannya kamu berandalan, kasar, tukang onar," jawab Raffi lalu beralih memandangi Tasya. "Kamu jangan deket-deket sama dia, pindah lah duduknya nanti ketularan ber-"

"Raffi!" jerit Tasya ketakutan ketika melihat Reyhan menyambar kerah baju Raffi.

Reyhan seakan dikuasai emosinya, diseretnya Raffi ke belakang pojokan dengan kasar. Membuat wajah Raffi berubah pucat dan bercucuran keringat. Dia masih mencengkram kerah Raffi dengan sebelah tangannya. Tangannya yang lain siap melayangkan tinjunya.

"Jangan, Rey!" cegah Tasya khawatir, dia hendak menghampiri Raffi tapi ditahan oleh Arga. "Tenang dulu, Tas. Biarin aja dulu. Nggak akan dipukul kok kalo masih di sekolah," ujar Aldi menenangkan, tetap membuat Tasya khawatir karena Reyhan terkenal kelotokan.

Reyhan semakin memojokan Raffi dengan kasar ke tembok, ia tak mengacuhkan seruan Tasya dan teman sekelasnya yang teriak ketakutan. "Pisahin woy, pisahin, Arga! Aldi, pisahin!" Rahangnya semakin mengeras melihat Raffi hanya diam tanpa meminta maaf. "Jaga bicara lo!" bisiknya tajam lalu menghempaskan Raffi sampai terjatuh di lantai.

Tasya segera membantu Raffi berdiri dan mengantarnya sampai keluar kelas. "Maaf, Raf atas sikap Reyhan tadi." Raffi mengangguk. "Dia memang berandalan, Ca. Aku sering liat dia keluar masuk BP karena berulah. Buktinya kamu liat sendiri tadi kan," sungut dia kesal atas perlakuan Reyhan.

Tasya menghela napas kasar, "Kamu nggak berhak nilai orang seenaknya! Toh, tadi memang kamu yang ngomong ke dia seakan ngajak ribut." Raffi menggeleng sanksi. "Jadi kamu nyalahin aku? Belum seminggu kamu duduk sama dia, tapi udah segitunya ngebela dia. Suka, eh?"

Tasya tersenyum, jengkel. "Itu hak aku mau suka sama siapapun," jawabnya tegas lalu masuk ke dalam kelas.

Tasya duduk di tempatnya dengan pandangan kosong ke depan bahkan bu Nora yang sedang mengajarpun ia abaikan. Hatinya masih digeluti kegelisahan, ia tidak cukup paham dengan rasa yang ada dihatinya. Melihat Raffi dianiaya oleh Reyhan ia sungguh tak tega, rasa kasihan menyelimutinya. Namun, mendengar Reyhan dihina membuat egonya begitu tersentil. Lalu apakah salah jika dia membela Reyhan karena memang mulut Raffi yang kurang ajar? Raffi hanya menilai Reyhan sebelah mata, bahkan Raffi tak tahu bahwa jika bukan karena pertolongan Reyhan yang berandalan kala itu entah jadi apa Caca-nya ini.

Reyhan menjetikan jarinya tepat didepan wajah Tasya. "Marah sama gue?" Tasya menoleh lalu menggeleng. "Marah kenapa?"

Reyhan mengangkat bahunya dan tersenyum tipis. "Cowok lo kan tadi gue pojokin," ujarnya santai lalu berjalan ke kantin bersama dua A karena jam sudah menunjukkan pukul 12, istirahat kedua.

Bel demi bel berbunyi namun tidak mampu membuat Tasya mengalihkan pikirannya, semua terjadi begitu cepat. Dimulai dari perlakuan aneh Raffi padanya, hinaan Raffi pada Reyhan. Tasya tak habis pikir dengan sikap Raffi tadi, mulutnya begitu lancang menghina Reyhan. Pemikiranya terpusat pada sikap Raffi dan Reyhan. Tasya yakin bahwa Raffi memang menaruh perasaan lebih padanya, tapi dia hanya ingin berteman dengan Raffi. Karena dari kelas satu mereka hanya berteman dan Tasya tidak ingin lebih dari itu.

.
.
.
Love, Nur Intan. 9 Januari 2019
Jangan lupa bintang manisnya🌟
Mau daku segera kelarin cerita ini di wattpad, siap siap ya!😁

CANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang