DELAPAN BELAS

614 31 12
                                    

"Yung, Aan juga satu!"

"Bayar lu! Anak konglomerat makannya mie mulu. Nggak modal pula selalu minta dimasakin nyokap gue," ucap Arga sambil menoyor kening Reyhan pelan. Reyhan hanya manggut-manggut cengengesan.

"Gue nggak minta juga kan iyung lu bikinin, lagian mie tek-tok bikinan iyung tuh beda, Ga. Kayak ada manis-manisnya."

Aldi mendengus tertawa sambil menimpuk Reyhan dengan pematik api yang dengan sigap ditangkapnya sebelah tangan. "Yaelah, Ga. Dia mah orang kaya tapi nggak pernah megang duit. Kebanyakan nyabu jadi miskin lu, Han lama-lama," ujarnya menggeleng heran.

Reyhan terdiam terlihat malas menanggapi karena memang benar yang diucapkan Aldi, jadi untuk apa ia berkilah? Uang bulanan yang selalu ia pegang dari mamanya selalu ia gunakan untuk membeli barang laknat itu pada Eki, karena tak cukup ia sebulan hanya tiga atau empat kali pakai. Dan jelas barang itu memang sangat mahal dibanding dengan sebungkus rokok. Maka, ia harus mengirit pengeluarannya agar mamanya tidak terlalu curiga itulah mengapa ia meminta uang mingguan tambahan untuk kebutuhannya sehari-hari dari Bella, kakaknya yang melanjutkan bisnis keluarga mereka.

"Si Aan itu, kalau nggak lapar banget dia mah juga nggak pernah minta kayak tadi, Ar," ujar Ana, ibu Arga yang biasa dipanggil Iyung oleh anak-anaknya termasuk Reyhan dan Aldi tentunya.

Reyhan terkekeh seraya menghampiri Iyung dari dapur dan membantu meletakkan mie tek-tok buatan Iyung di meja makan lalu diikuti Arga dan Aldi yang meninggalkan ruang tamu untuk makan bersama di meja makan rumah Arga.

Mereka bertiga makan dalam diam, Iyung tidak ikut makan bersama ketiga anaknya. Wanita paruh baya itu memilih melanjutkan pekerjaan rumahnya seperti mencuci baju lalu menggosok dan lainnya dilantai atas. Seusai makan, Arga meletakkan piring kotor di dapur yang biasa akan dicuci adik perempuannya sepulang sekolah.

"Gila! Nyolong start duluan," ujar Arga ketika melihat kedua sahabatnya kini sudah mengepulkan asap dari rokoknya masing-masing di ruang tamu. Aldi berdesis pelan lalu melempar bungkusan rokok itu pada Arga. "Lu tumben nggak langsung ke Eki pulang sekolah, Han?"

"Ntar malem. Kenapa?" tanya Reyhan sekilas lalu menarik asap rokoknya kemudian mengepulkannya menjadi huruf O seperti donat.

Iyung yang saat itu sedang mengambil pakaian di kamar Arga segera ke ruang tamu menghampiri ketiga anaknya yang sedang melakukan ritual sehabis makan. Wes makan, sebat dulu. "Udah Iyung bilang, ditutup pintu depannya dong, Ar. Nyalain hexosnya, malu lah diliat orang dari luar."

Arga berdesis lalu berjalan ke depan guna menutup pintu rumahnya yang sejak tadi terbuka lebar. Aldi terkekeh seraya mematikan rokoknya di asbak motif batik itu. "Emang kenapa lah, Yung? Toh, kita makan bukan dari mereka yang suka bergosip ria."

"Hush." Iyung mengibaskan tangannya, "Iyung itu sama boponya Arga ngijinin kalian nongkrong atau ngerokok di rumah ini penuh pertimbangan. Kalian juga jangan seenaknya malah mau dilihat orang dong," ucap Iyung mengingatkan, karena memang ia berusaha memaklumi jiwa muda mereka dan mengizinkan Arga bersama kedua sahabatnya nongkrong di rumah agar masih bisa diawasi untuk tidak ikut pergaulan bebas dan narkoba yang sedang semarak dimana-mana. Namun, Iyung tak cukup tahu ada satu anaknya yang lolos dari pengawasannya.

"Kamar, yuk! Panas gue," ajak Arga pada Reyhan dan Aldi setelah mematikan rokoknya di asbak.

Ketiga lelaki itu kompak membanting tubuhnya di atas kasur king size milik Arga. Reyhan melirik Arga lalu berdehem pelan. "Si Tasya belom bales juga?"

CANDUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang