∆°∆°∆°
Ia menganggukan kepalanya pelan, lalu meletakkan botolnya di meja. Arga dan Aldi dilihatnya sudah berbalik badan menghadap ke depan. Tak lama kemudian, guru pun masuk ke dalam kelas.
∆°∆°∆°
Pelajaran hari senin ini dimulai dengan Fisika, Bu Nina yang notabene Wali Kelas 12 IPA 1 yang juga menjabat sebagai Kepala Sekolah SMA Budi Bangsa. Mulai mengatur dan memilih pengurus kelas.
"Riri, kamu pilih sendiri siapa yang menjadi wakilmu," ucap bu Nina sembari menulis materi pelajaran di papan tulis.
Riri bingung memikirkan siapa yang akan ia pilih untuk menjadi wakilnya. Ia hanya kenal dengan teman sebangkunya, Andin. Mana mungkin ia memilih Andin untuk menjadi wakilnya, bu Nina tidak akan menyetujui hal itu karena Andin jarang masuk ke sekolah dari kelas satu.
"Riri sama Tasya aja, Bu," celetuk Arga menyarankan.
"Hah? Sama aku aja, Ga? Maksudnya Riri sama lo gitu? Nanti yang ada gagal move on dong," kata Aldi dengan cengirannya yang langsung terserang bogeman di pinggang kirinya.
"Gila, dasar," jawab Arga datar.
Riri hanya diam menanggapi saran dari Arga dan celotehan recehnya Aldi. Yang ia tahu mengenai Tasya, anak pintar, cantik dan rajin. Pasti jika ia menunjuk Tasya, bu Nina dengan senang hati akan menyetujuinya.
Setelah menimbang-nimbang Riri pun menghampiri bu Nina yang kini telah duduk di depan meja guru. "Bu, Riri sama Tasya aja, boleh?" ucapnya seraya meminta izin.
"Boleh dong, bagus kalau begitu. Oh ya, sudah pernah pembagian kelompok belum di Minggu lalu?"
"Udah, Bu! Sama Bu Nora, waktu hari Jum'at kemarin," sahut Arga dengan semangat, kali ini Aldi hanya diam sambil geleng-geleng kepala.
Arga ini kupingnya tajem banget, ibaratnya kuping lintah. Aldi aja nggak denger, kan lumayan jaraknya dari posisi mereka yang di belakang pojok kiri. Sedangkan meja guru di depan bagian pojok kanan.
"Iya, Bu sudah. Satu kelompok empat orang dan ada enam kelompok," jawab Riri menjelaskan pada bu Nina.
"Kamu catet ulang ya, Ri. Ibu mau buat lima kelompok aja. Jadi, satu kelompok tetap ada empat orang. Jumlah murid berapa tadi?
"Dua puluh empat, Bu."
"Baik, Ibu ubah ya. Empat kelompok ada lima orang dan satu kelompok nya sisanya yaitu empat orang. Jangan berdebat, kumpulkan nama kelompoknya sama Riri ya," kata bu Nina sembari memberi isyarat pada Riri untuk segera duduk.
"Oh ya, Tasya. Mulai sekarang kamu dampingi Riri sebagai wakilnya," sambung bu Nina pada Tasya yang mengiyakan kata-katanya.
Belajar mengajar pun dimulai dengan tenang, murid-murid sangat tertib kali ini. Sebab, bu Nina guru yang sangat baik dan terkenal dengan ketegasannya tetapi melalui tutur kata yang lembut membuat anak-anak menjadi segan dengan bu Nina. Tidak ada yang berani melawan ucapannya, bisa-bisa langsung di D.O mengingat jabatan bu Nina sebagai Kepala Sekolah.
Jam menunjukkan pukul 09.30 waktunya istirahat pertama. Bu Nina mengakhiri pelajarannya dan meninggalkan kelas. Bel istirahat pun berbunyi dengan merdu, membuat para murid berhamburan menuju ke kantin.
Reyhan yang sudah di ambang pintu hendak menuju kantin bersama kedua sahabatnya, tiba-tiba berjalan mundur ke belakang. Menghampiri teman sebangkunya yang sedang minum ditempatnya lalu menutup tutup botol dan menatap Reyhan.
"Kenapa, Rey?" Tanya Tasya bingung dengan tingkah lelaki di depannya yang sedang menatapnya datar.
Reyhan tidak menjawab pertanyaan itu, melainkan mengambil botol minum tupperware hijau bening milik Tasya dari genggamannya. "Buat gue, ya," ucapnya tersenyum tipis pada Tasya lalu bergegas menyusul dua A.
Duh!
Botol itu sudah di minum Tasya lebih dulu, niatnya tadi menawarkan Reyhan agar Reyhan menghabiskan minumnya duluan dan ia akan beli di kantin pada istirahat kedua. Tetapi, malah Reyhan seperti menunggu Tasya untuk minum lebih dulu.
Tasya bengong, oh Tuhan .... apa lagi ini. Sudah berapa kali ia dibuat bengong sendirian oleh Reyhan. Berapa kali ia dibuat khawatir oleh Reyhan, berapa kali ia dibuat tersenyum dan mesam-mesem sendirian oleh tingkah Reyhan. Ini namanya baper bukan sih?
Bahkan ia tadi menolak mentah-mentah tawaran Tasya yang memberinya minum. Tasya memang agak kesal saat itu yang tidak melihat bahwa Reyhan bawa minum sendiri dan yang bikin tambah kesal itu penolakan Reyhan yang saat itu terdengar ketus membuat hati Tasya sedikit tersentil.
Tasya masih heran dengan sikap Reyhan yang berubah-ubah, terkadang membuatnya sangat jengkel lalu seketika bisa berubah menjadi orang yang menyenangkan hatinya.
Oh, Tuhan ... Reyhan.
Istirahat pertama digunakan oleh Tasya untuk mendalami materi yang sudah ia pelajari dengan bu Nina tadi. Ia belum merasa lapar saat istirahat pertama, karena sudah cukup baginya susu putih buatan bi Asih dan satu roti isi rasa ayam pedas.
Itulah alasan mengapa ia dan Raffi hanya bertemu di waktu istirahat kedua, mengingat bahwa Raffi juga sama sepertinya yang mendalami materi dan belum merasa lapar.
Keduanya hampir memiliki kepribadian yang sama dan membuat mereka berpikir bahwa hanya cocok berteman berdua saja, tidak butuh yang lainnya. Tapi, sepertinya pikiran itu akan hilang dalam benak Tasya.
Karena semenjak ia mengenal Reyhan, segala tentang Reyhan mengundang rasa penasarannya. Juga degup jantung yang selalu berdetak hebat membuat ia penasaran dengan perasaannya saat ini.
"Hey, bengong aja, Tas." Riri menyenggol bahu Tasya dengan pelan lalu duduk menyamping di tempat Arga, bersebrangan dengan Tasya.
Tasya yang sadar dari lamunannya hanya menjawab dengan tawa kecilnya. "Ada yang mau aku bantu, Ri?" tanya nya yang paham akan kedatangan Riri ke tempatnya.
"Iya nih, Tas. Yang lain udah pada milih kelompok. Satu kelompok yang empat orang udah tercatat di sini, sedangkan kelompok lo masih berempat." Riri menunjukkan catatannya pada Tasya yang sedang melihat ke depan.
Bukan, ia tidak melihat ke arah Riri melainkan ke arah pintu. Reyhan dan dua A yang hendak masuk ke dalam kelas. Tasya yang menyadari petikan tangan Riri, mencoba fokus dengan apa yang disampaikan Riri. "Oh ya gimana, Ri?"
"Ini catatannya, yang belum kebagian kelompok cuman Fedal. Tapi, gue takut nulisnya tanpa ijin kalian. Soalnya Reyhan itu sama Fedal udah kayak kucing sama anjing."
"Siapa yang jadi anjingnya, Ri?" Oh sial, Reyhan mendengarnya.
"Engg---" Riri kikuk bingung hendak menjawab apa, ditambah lagi ada Arga di samping Reyhan membuat ia kehilangan fokusnya. Arga masih sama, masih menatapnya seperti itu.
Aldi yang menyadari ketegangan yang berlangsung ini pun berkata. "Jangan, Fedal masukin aja ke kelompok lo, terus lo nya sama kita, deh. Barter barter."
"Gue udah sama Andin, Rahmad, Rina dan Evi." Riri mengelak, yang benar saja jika harus sekelompok dengan Arga. Bisa-bisa hancur dunia persilatan.
"Iya, Ri. Aku juga nggak mau sama Fedal, dia serem." Kini Tasya yang memohon pada Riri agar sekelompok dengannya.
"Serem kenapa? Anjingnya gigit emang?" Reyhan menarik sekilas lengan bajunya ke atas sembari duduk di samping Tasya dan meletakkan botol minum yang hanya tersisa tiga irisan lemon tanpa air.
Riri bimbang ia berniat untuk berteman dengan Tasya, ia juga dengar cerita dari temannya, Rina. Yang bilang bahwa Tasya pernah dipepet Fedal di kelas, itu pasti alasan yang membuat Tasya jadi ketakutan dengan Fedal.
"Jadi gimana, Ri? Kamu mau di pangku? Itu tempat duduk aku kan." Arga mencoba menggoda Riri, ingin tahu bagaimana reaksi mantannya itu.
"Oke, Tasya, kita sekelompok," ujarnya berlalu dan mengabaikan Arga, lagi.
.
.
.
⚓ Love, Nur Intan. Gimana-gimana? Ayo vote nya tinggalin ya❤

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Genç KurguTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...