Alunan favorit kelas 12 IPA mulai merasuki gendang telinga para pelajar yang sedang menantikan nada-nada istirahat. Sangat terdengar merdu di telinga gadis yang gemar penyendiri itu. Tasya mulai membereskan mejanya dan berniat menghampiri sahabat sejak 2 tahun itu yang bernama Raffi Wirawan. Namun, niatnya tidak berujung temu. Tasya dikagetkan dengan senyuman jail dari Fedal yang duduk di depannya. Tasya takut, senyuman itu seakan mengingatkannya pada kejadian tempo hari yang menjijikan.
Tasya bangkit dari tempat duduknya, pandangannya berkeliling. Sepi, kelasnya begitu sepi hari ini karena hampir semuanya baru saja berkeliaran menikmati waktu istirahat. Perlahan Fedal menghampirinya, berusaha meniadakan jarak antara keduanya. Sementara Tasya mati-matian mencari cara untuk menghindari tatapan jail Fedal dan keluar dari kelas untuk menemui Raffi.
BUK!
"Jadi, kamu maunya kita di pojok aja, hm?" Tasya jijik mendengar nada suara lelaki ini, ia kembali mengumpulkan keberaniannya untuk keluar dari kelas yang panas akibat aksi gila lelaki ini.
Tasya berjalan agak cepat dan melewati bangku di sebelah kanan untuk menghindar dari Fedal. Namun, bukan lelaki namanya kalau tidak lebih cepat dari perempuan. Tasya kaget bukan main, lengan kirinya sudah didapati Fedal dengan mudahnya. Bodohnya, Tasya sangat susah berteriak, ia hanya memberontak dari genggaman Fedal yang keras.
"Reyhan! Fedal berulah nih!" Entah siapa yang mengucapkan itu, yang jelas Tasya sangat berterimakasih karena telah diselamatkan dari genggaman Fedal.
Tasya menjauh dari Fedal dan suasana kelas benar-benar sepi! Seperti sudah Fedal rencanakan agar hanya ia dan Tasya yang ada di dalam kelas.
Seketika pandangan Tasya bertubrukan dengan Arga, tangan Arga melambai seakan menyuruh Tasya untuk lebih menjauh dari Fedal -yang sekarang sedang berhadapan dengan Aldi- dan menghampirinya.
Tasya mendekat pada Arga, langkahnya penuh hati-hati. Rasanya sekujur tubuhnya lemas, lututnya seakan copot dari tempatnya. Ia terlalu trauma bila dihadapi kejadian seperti tadi.
"Lo belom sempet di apa-apain, kan?" Sapa Arga yang begitu khawatir melihat gadis cantik di depannya ini penuh keringat ketakutan.
"Eng-- nggak papa, makasih, Ar." Tasya hendak keluar. Namun, ditahan oleh Arga dengan sopan.
"Jangan dulu keluar, kita buktiin dulu kalo dia nggak akan ganggu lo lagi," ucap Arga perlahan menghampiri Aldi yang sedang bertatapan dengan Fedal tanpa mengeluarkan suara, keduanya hanya diam tanpa berniat mengubah suasana yang panas ini.
"Lo bener-bener mau muka lo nggak dikenal lagi? Mau dibonyokin Reyhan, iya?" Aldi akhirnya mengeluarkan suara yang penuh penekanan.
"Kalo iya, biar gue telpon sekarang ke Reyhan! Siap-siap balik sekolah, men!" Tambah Arga penuh ancaman seraya mengambil ponsel dari saku celananya.
"Ja-jangan, Ga! Gue kan nggak salah apa-apaan." Cih! Memang benar maling ngaku penjara penuh!
"Gue ingetin ya. Sekali lagi lo ganggu cewe itu," ujar Aldi menunjuk wajah Tasya yang ketakutan, "gue pastiin Reyhan bakal ngabisin lo! Lo tau kalo Reyhan, gue dan Arga nggak pernah main-main."
Siapapun yang melihatnya pasti sependapat bahwa air muka Fedal berubah 180° seperti bayi yang kepanasan. Mukanya memerah ketakutan dan semakin takut karena Arga mendekatinya lalu menyambar kerah baju Fedal lalu dengan cepat dihempaskannya begitu saja.
"Tas! Kantin, yuk!" Tasya disadarkan dari kejadian tadi sebab kedatangan Raffi di depannya. Tanpa ba-bi-bu Tasya mengiyakan ajakan itu berhubung sudah berapa lama ia tidak bertemu dengan sahabatnya ini.
"Baru mau gue ajakin kantin bareng, Di. Itu modelan cowoknya? Gila cupu begitu!" Seru Aldi yang langsung kena jitakan Arga di kepalanya.
"Dia sahabatnya dari kelas satu. Pas masuk sini doi berdua terus nggak ada temen lain, jadi sampe sekarang berduaan terus," jelas Arga seakan tahu semuanya tentang dua sahabat itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
CANDU
Novela JuvenilTerjebak dalam lubang narkoba tentu bukan cita-cita Reyhan a.k.a pemilik Apartemen City se-Jakarta Selatan. Enam bulan sudah berlalu, waktu yang ia sebut untuk mencari jati diri. Namun, apakah pencarian jati diri lebih penting dibanding membahagiak...