NINE

888 128 4
                                    

Yerin menguap lebar di atas kasurnya. Matanya belum sepenuhnya terbuka. Hari ini, ia bangun sangat lebih pagi dari hari-hari sebelumnya. Bukan tanpa alasan. Besok, adalah hari pernikahannya. Dan hari ini, atau lebih tepatnya pagi ini, adalah hari keberangkatannya kabur menuju Jepang.

Hal ini tentu sudah disiapkan olehnya dengan matang jauh hari. Gadis itu bahkan sebisa mungkin bersikap seperti biasanya dan bertingkah seperti anak baik yang penurut, agar tak ada satu pun yang mencurigai dan mengetahui rencananya ini. Yerin pun juga tak memberitahu Taehyung terkait rencananya dan tidak mempedulikan apa yang akan terjadi pada Taehyung apabila ia kabur dari pernikahan mereka secara diam-diam dan tak terduga.

Yerin bahkan juga sudah memindahkan seluruh tabungannya ke rekening bank lain, menyiapkan tempat tinggal yang nyaman untuknya di sana, serta hal-hal kebutuhan kehidupannya yang lain. Ia bahkan juga sudah siap menerima konsekuensi jikalau ia tak bisa ber-karir design lagi di Korea. Maka dari itu, ia siap kabur ke Jepang dan memulainya karirnya dari awal di negeri sakura itu.

Kakinya baru saja menyentuh lantai kamarnya. Namun sesuatu yang ganjil tampak menggelitik telapak kakinya yang halus. Otomatis, kepala Yerin menunduk dengan bingung. Potongan-potongan kertas tampak menyebar sempit di bawah telapak kakinya. Dahinya berkerut penasaran. Segera ia mengambil salah satu potongan kertas itu dan mengamatinya dengan mata yang tak sepenuhnya terbuka.

Baru dua detik ia melihatnya, kedua pupil mata Yerin melebar dengan sempurna. Mengetahui potongan kertas apa yang mengotori lantai kamarnya.

Tiket pesawatnya.

Yerin memekik keras. Matanya tak lagi mengantuk dan nyawanya utuh kembali dalam jiwanya sekejap saja.

Siapa yang berani? Siapa pula yang tahu perihal rencana kaburnya ke Jepang? Siapa juga yang dengan seenaknya saja memasuki kamar Yerin dan dengan tanpa berdosa merobek kecil tiket pesawatnya?

Yerin menggeram penuh emosi. Ia dengan cepat mengumpulkan beberapa potongan tiket pesawatnya dengan asal-asalan. Kakinya melangkah dengan lebar sekaligus kasar menuju pintu kamarnya. Mencari tersangka perilah tiket pesawar miliknya yang sudah tak berbentuk tiket lagi.

Namun lagi-lagi, pintu kamarnya bahkan terkunci. Tak ada kunci kamar dengan gantungan monyet miliknya yang biasa menggantung di lubang kunci pintu kamarnya. Dan apa? Ia sama sekali tak bisa membuka pintu kamarnya. Ia terkunci dari luar. Padahal Yerin ingat betul kalau semalam ia mengunci pintu kamarnya dengan baik.

Sial!

Yerin menggeram semakin marah. "Ahjumma! Buka pintunya sekarang! Ahjumma Shin!"

Yerin menggetuk pintu kamarnya kuat dan penuh amarah. Ia sangat tidak peduli jika ini masih terlalu pagi untuk membuat keributan yang tidak berarti. Tangannya masih tak berhenti mengetuk kasar pintu kamarnya.

"Ahjumma!"

"Yerin-ah."

Bukan. Itu bukan suara ahjumma Shin. Itu suara lembut sekaligus pelan milik ibunya dari luar pintu kamarnya. Memanggil nama Yerin dengan pelan dan putus asa.

"Eomma?! Eomma, buka pintunya sekarang!" Yerin berteriak kesal. Tidak peduli kalau yang diteriakinya itu adalah ibu kandungnya sendiri.

"Yerin, dengarkan eomma. Ini perintah ayahmu, sayang. Kamu bisa bertahan di sana selama sehari saja, kan? Tenang saja, seluruh makananmu sudah tersaji lengkap di atas meja kerjamu, sayang. Kau tidak perlu khawatir. Bertahanlah di dalam sana sampai pernikahanmu besok, Yerin-ah."

Penjelasan Yuri dari luar pintu kamar Yerin, membuat gadis itu benar-benar terbakar emosinya. Dia dikurung di dalam kamarnya sendiri hingga pernikahannya esok hari. Yerin memukul pintu kamarnya sekuat mungkin. Tidak peduli jika ibunya yang berada di balik sana terkejut dan terkena serangan jantung tiba-tiba.

"Aku tidak peduli! Sekarang keluarkan aku dari sini! Aku tidak pernah mau menuruti perintah kalian! Aku tidak ingin menikah seperti ini!" Yerin berteriak seperti orang gila. Keringatnya mengucur pelan dan wajahnya memerah karena amarahnya. Padahal suhu kamarnya cukup mampu untuk membuat dirinya menggulung diri di dalam selimut dan bermalas-malasan.

Jika terus seperti ini, semua rencananya akan menjadi sia-sia.

"Yerin, untuk sekali saja eomma mohon dengarkan kami. Eomma dan appa menyayangimu, sayang."

"Kalian tidak menyayangiku!"

Yerin tetap berteriak. Seberapa lembut dan sabar perkataan Yuri terhadapnya, Yerin tetap berteriak bagai kesetanan.

Lihat, betapa marahnya Yerin sekarang.

Tuhan benar-benar membencinya untuk kali ini.

"Yerin, maafkan eomma. Eomma begitu mencintaimu."

Tepat setelah mengatakan itu, Yerin dapat mendengar suara gesekan antara sandal yang dikenakan Yuri dengan lantai rumahnya, berjalan menjauhi kamarnya. Ya Tuhan, Yerin semakin marah. Ia sekali lagi meng-gedor pintu kamarnya penuh emosi. Berteriak tak kalah emosi.

"Buka pintunya sekarang!!"

Yerin masih belum mau untuk menyerah. Masih ada 24 jam lagi sebelum pernikahannya itu terlaksana. Masih ada waktu sebelum ia kali ini dikalahkan oleh ayahnya. Karena Yerin bersumpah dalam hatinya, kalau ia tak pernah mau kalah oleh ayahnya.

***

-tbc-

FINE | KTH ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang