Fear

2.1K 176 56
                                        

Cahaya pagi menerobos celah tirai yang tak rapat, memaksa menyorot ruangan temaram itu dengan hangatnya mentari. Lenggang, tak ada apa pun di sana … setidaknya itulah yang terlihat.

Sayup, suara napas terdengar memburu. Satu, dua, semakin cepat dan semakin cepat. Teronggok sebuah dipan tua berlapiskan kain lusuh di sudut kamar, di atasnya seorang gadis meringkuk dengan sekujur tubuh yang gemetar. Dingin. Mencekam. Ia memeluk tubuhnya sendiri dengan sikap waspada yang agaknya terlihat berlebihan.

“Sudah pagi…,” gumaman lirih itu terlalu kecil, bahkan untuk sekadar mengisi kekosongan yang kian lama kian terasa janggal.

Tuk … tuk….

Suara langkah terdengar bergema dari lantai ubin lorong di luar kamar, suara yang membuat pupil gadis itu mengecil. Ia semakin meringkuk, menarik rapat selimutnya menutupi ujung rambut hingga kaki. Keringat dingin yang tak hentinya mengalir membuat sosoknya semakin lusuh saja.

“Datang…. Dia datang….” Lagi, ia kembali menggumam. Suara yang lolos dari bibirnya mungkin tak cukup keras untuk dapat terdengar oleh dirinya sendiri.

Menyuarakan ketakutannya hanyalah sesuatu yang sia-sia.

Derit pintu usang menggema seantero ruangan. Ketukan pelan dari sepasang sepatu yang menyapa lantai ubin terdengar berirama, cukup jelas hingga gadis itu yakin bahwa si empunya tengah mengitari ruangan tempat ia berada kini.

Tirai disibak, kini cahaya lebih leluasa merambati ruangan itu, dengan angkuhnya menyinari ruang temaram itu hingga ke sudut terjauhnya. Udara pagi yang menyeruak masuk ketika sepasang daun jendela dibuka justru membuat gadis itu semakin meringkuk dalam ketakutannya.

“Waktunya bangun. Kau tidak ingin melewatkan sarapan, bukan?” Sebuah suara mengalun lembut, namun membuat gadis itu semakin gemetar.

Ketukan sepatu terdengar kian keras tatkala empunya melangkah menghampiri si Gadis yang masih setia menyembunyikan dirinya di balik selimut lusuh.

“Kau mendengarku? Bersiaplah sekarang dan—”

“JANGAN MENYENTUHKU!!”

Pekikan gadis itu membuat sosok yang baru saja hendak menyapanya seketika terdiam. Gadis itu refleks menyibak selimutnya ketika berteriak, dan kini ia bertatapan dengan sosok pemilik suara itu.

Tercekat.

Sepasang bola mata yang tidak lagi utuh ia dapati tengah menatap dirinya. Dilihatnya darah segar mengalir dari sebiji bola mata yang pecah, sementara bola mata di sisi lain tampak memantulkan bayangan dirinya yang menatap ketakutan.

“Oh, kau sudah bangun.”

Sudut bibir yang robek hingga telinga menampakkan deretan gigi putih-kekuningan ketika sosok itu berbicara. Luka robek yang lebar, gadis itu yakin makhluk itu bisa memakannya dengan sekali telan ketika ia membuka mulutnya.

“Cepatlah bersiap, semuanya su—”

“PERGI! PERGI KAMU, PERGIIII!! MONSTER SIALAN, MENJAUH DARIKU!!”

Pekikan itu tak lagi terkendali kini. Gadis itu menarik diri ke pojok dipan yang diapit tembok, mencakari dirinya sendiri hingga kuku-kukunya yang panjang tak terawat meninggalkan goresan di sekitar wajah hingga leher.

Gadis itu tampak memprihatinkan. Terlihat begitu menyedihkan hingga tanpa bicara, sosok menakutkan itu segera beringsut mundur dan menarik diri.

“Aku akan bawakan makananmu nanti,” tutup sosok itu sebelum menghilang di balik pintu.

Menyisakan si Gadis yang kini diam memeluk kedua lututnya di sudut dipan.

#

Antologi Cerpen CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang