Genre: Fantasy, Songfict
Song: PinokioPinokio pinokio
Boneka kayu yang lucu
Pinokio pinokio
Kusayang, cinta padamuPria tua itu bersenandung kecil. Dinginnya salju di bulan Desember tampak tak sedikit pun mengganggunya. Di sebelah jendela yang menampakkan salju menghujani kota, di hadapan sebuah boneka di atas kursi tua, pria itu dengan telaten mengukir kayu dengan pisaunya.
Suatu hari sunyi, sepi, dan sendiri
Gepeto tua buat boneka lucu
Bukan dari besi, plastik, atau belacu
Tetapi hanya dari sepotong kayuPria tua itu tersenyum, ia meniup pelan mata boneka itu sebagai sentuhan terakhir. Meneteskan sedikit minyak pada setiap persendian sebelum kemudian sepasang pakaian lusuh ia kenakan.
Wajah yang telah termakan usia tampak semakin berkerut kala ia kembali menarik seulas senyum. Ditatapnya boneka di hadapannya, karya terbaik yang ia miliki, karya termanis yang ia paling sayangi.
Diangkatnya boneka itu seperti mengambung seorang anak.
"Kunamakan kamu Pinokio."
Perlahan, senyum di wajah tua itu memudar. Tatapannya sayu, ekspresi sendu tampak di wajah keriputnya.
"Seandainya kau hidup, aku akan menyayangimu seperti anakku sendiri."
Dia dapat kaki tangan hidung mata
Tampangnya nakal lucu amat jenaka
Sayanglah sayang dia hanya boneka
Tidak dapat diajak bercanda-candaMalam semakin larut. Pinokio duduk di atas kursi tua, menghadap jendela yang masih menampakkan salju menghujani kota.
Sepi. Sunyi. Senyap.
Ruangan yang kosong dan lenggang itu perlahan menjadi hangat. Sebuah cahaya kebiruan muncul dan tampak semakin terang. Sosok seorang wanita berdiri di tengah ruangan itu, tatapannya lembut, menatap si Boneka Kayu yang tak berdaya dengan tubuhnya yang kaku.
"Boneka yang manis," gumamnya sembari memperbaiki letak topi Pinokio yang miring.
Sang Peri diam beberapa lama. Ia teringat betapa pria tua pemilik boneka manis itu menginginkannya untuk bernyawa. Ia menimbang beberapa saat, sebelum kemudian ia mengayunkan tongkatnya yang menampakkan bias cahaya kebiruan.
Sebaris mantera terucap, lantas boneka itu mulai bergerak.
Peri Biru datang dengan tiba-tiba
Mengabulkan doa Pak Gepeto tua
Boneka jadi hidup dan berbicara
Semua jadi senang dan bahagia"Aku ... hidup."
Pinokio bergerak kaku, tak percaya, ia menatap sang Peri. Senyumnya melebar sementara sepasang matanya berkedip polos. Tanpa menunggu, ia melompat dari kursinya. Bersorak ria dengan kegembiraannya yang meledak begitu saja.
"Aku hidup! Aku hidup!"
Pinokio memekik dan melompat-lompat bahagia, sang peri tersenyum melihat tingkahnya. Sosoknya perlahan memudar ketika didengarnya suara langkah kaki mendekat. Sementara Pinokio yang masih hanyut dalam kebahagiaannya, ia mendengar sekilas kalimat yang diucapkan Peri Biru sebelum sosoknya benar-benar menghilang.
Dan kebahagiaannya seketika menguap bersama dengan lenyapnya sosok sang Peri.
Derit pintu terdengar ketika seseorang mendorongnya. Pinokio menoleh dengan cepat, ia segera tahu bahwa itu adalah ayahnya.
"Ayah, aku—"
KRAK!
Suara besi yang menghatamnya dengan cepat membuat boneka itu jatuh begitu saja ke lantai. Untuk beberapa saat, keheningan menguasai mereka. Pria tua itu tertegun, sebelum perlahan merosot ke lantai. Setitik air matanya jatuh.
"Pi-pinokio?"
Sosok yang dikiranya pencuri ternyata adalah boneka kesayangannya. Dengan gemetar ia mengangkat tubuh itu, meletakkannya di pangkuan.
"Pinokio ... kau ... bagaimana kau—" Ucapan pria itu tercekat oleh napas tersedu.
"Aku hidup ..., sesuai dengan permintaanmu, Ayah."
Pinokio menatap sendu, ada rasa sakit yang menikamnya melihat reaksi pertama yang diberikan Pria itu meskipun ia tahu kenyataan bahwa dirinya diserang adalah sebuah ketidaksengajaan.
Dan kini ia telah memutuskan.
"Ayah, jangan menangis," Pinokio berkata lirih, "ambillah pisau ukirmu dan kautahu apa yang harus kaulakukan."
Seakan baru tersadar akan keadaan, pria itu gelagapan. Ia segera berdiri, menghambur meja dan ia menemukan pisaunya. Ia meletakkan Pinokio di kursi, mengambil potongan kayu lain untuk menggantikan kaki yang telah ia hancurkan. Namun....
"Ayah, maaf."
Pisau ukir yang ia letakkan di sebelah Pinokio menembus sebelah matanya tepat ketika ia berjongkok di hadapan boneka itu.
Pria itu berteriak pilu ketika Pinokio mencabut pisau ukir yang ia tancapkan. Dengan sebelah matanya yang telah rabun, dilihatnya Pinokio menatap sendu. Menangis.
"Ayah, kenapa kau melakukannya? Kau membenciku?"
Pria itu tertatih. Di tengah rasa sakit yang mengerikan itu ia coba menjawab.
"Tidak. Aku menepati kata-kataku, Pinokio. Aku menyayangimu." Ia memeluk Pinokio dalam rengkuhan hangatnya.
"Tapi aku ... tidak sayang Ayah."
Dan seketika itu pula hidung Pinokio memanjang, menembus dada pria itu. Menghancurkan jantungnya.
"Karena aku ingin hidup."
Pinokio teringat ucapan Peri Biru sesaat sebelum sosok itu pergi.
"Aku tak bisa memberimu sebuah nyawa, jika kau ingin hidup, kau harus menggantinya dengan hal yang setimpal. Namun apakah hal itu akan membuatmu bahagia?"
Pinokio mengeratkan cengkramannya, air mata jatuh di atas sosok pria tua yang kini tak lagi bernapas dalam pelukannya.
Gurat-gurat kayu yang keras perlahan melembut. Sebuah jiwa tercipta nyata di balik sepasang obsidian yang tatapannya tersamarkan oleh air mata. Sosok sang boneka kayu pelan-pelan berubah menjadi manusia. Pinokio tertawa pilu.
"Aku ... bahagia ..., kah?"
Apakah ini hal yang benar?
Sungguhkah ini akhir yang bahagia?
END
Catatan Penulis.
//menggelinding keluar dari goa.
Hiya~ ahhahahahah.Long time no see. Semoga hari kalian menyenangkan. :3
Lalu,
Sampai jumpa lagi. Paipai~ :3 //menggelinding kembali ke goa.
Best regards, Cherry.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antologi Cerpen Cherry
RandomKadang, sebaris kata dapat membuat hatimu hangat, atau mungkin membeku. Membuatmu mencinta, atau mungkin membenci. Benar? Aku menaruh racun dalam kata-kata. Niat jahat yang menyebar seketika, terjalin rapi dalam rangkaian kalimat sederhana. Secara d...