Emily

1.3K 131 98
                                        

Aku menyebutnya Emily. Tidak perlu kukotori halaman ini dengan nama seseorang yang cukup sering dihina oleh sesamanya--sesuatu yang tidak menyenangkan. Orang buangan dari semua orang buangan yang paling ditelantarkan! Bagi dunia tidakkah akan lebih baik jika ia mati saja selamanya? Atau setidaknya, akan lebih baik jika ia tak pernah ada. Seseorang yang kini membuatku cukup bingung untuk memulai, bagaimana aku harus menuliskan satu-dua kata di lembar kosong ini?

Seandainya bisa, aku tidak akan membubuhkan catatan ini dengan tahun-tahun terakhirku yang penuh akan hal-hal yang teramat buruk. Aku bahkan tidak ingat bagaimana dan kapan tepatnya semua ini bermula--entah bagaimana ingatanku menjadi begitu tumpul, samar. Baiklah, dari mana sebaiknya aku memulai?

Emily hanyalah satu dari sekian banyak siswa yang ada dalam ruang kelas tempatku berada. Seorang anak yang tidak begitu menonjol--baik penampilan maupun akademisnya. Contoh paling sempurna dari tipikal yang keberadaannya begitu transparan dalam sebuah komunitas yang kami sebut sebagai kelas. Sebenarnya tak ada yang salah dengan itu. Manusia sebagai makhluk yang didoktrin perihal betapa pentingnya lingkungan sosial bahkan sejak ia belum bisa mengingat, sesuatu yang disebut toleransi tentulah sebuah hal yang wajar--perbedaan adalah sesuatu yang lumrah.

Emily berbeda, itu adalah hal yang lumrah. Seharusnya tak ada yang salah dengan itu.

Seharusnya.

Sebagai seseorang yang eksistensinya tidak terasa, tidak banyak yang memperhatikan tingkah laku Emily selama dia berada di tengah-tengah kami. Tidak bisa kukatakan di tengah juga karena sesungguhnya ia duduk di sudut belakang, sendirian, luput dari pandangan siapa pun. Mungkin di antara sekian banyak orang, hanya aku satu-satunya yang begitu kurang kerjaan hingga mengamati gerak-geriknya. Ditambah posisi dudukku yang memang berada tepat di sebelahnya, membuatku dapat lebih mudah melakukan semua pengamatanku. Entahlah, ada sesuatu dari anak itu yang menarik perhatianku.

Aku nyaris tidak pernah melihatnya berbicara, atau diajak bicara oleh siapa pun. Meski begitu, ia cukup banyak berbicara. Bukan dengan kami, tetapi dengan sebuah boneka usang yang selalu ia bawa meski aku yakin sekali anak-anak seumuran kami sudah tak lagi bermain dengan boneka. Emily tampak bahagia berbicara dengan boneka itu--dan tampak aneh melihat ia begitu bahagia dengan dunianya sendiri.

Aku tidak pernah melihatnya menghabiskan jam istirahat dengan siapa pun, aku bahkan tidak pernah melihat ia makan bekal seperti yang dilakukan anak-anak lain. Ia hanya duduk selama jam istirahat, mencorat-coret entah apa di atas buku catatannya, atau berbicara dengan boneka anehnya. Sungguh, dia anak yang aneh. Meski agak jahat, sesungguhnya tidak mengherankan bagiku jika ia begitu dikucilkan seperti ini. Terkadang aku bertanya-tanya; apakah dia waras?

Entahlah, sejujurnya aku tak begitu mengerti. Kami tidak berasal dari kelas yang sama sebelumnya sehingga aku tak tahu begitu banyak hal tentang anak itu. Beberapa teman yang kutanyai perihal Emily pun kebanyakan hanya menanggapi pertanyaanku dengan dahi yang berkerut.

Alih-alih menarik langkah mundur, hal itu justru semakin menarik rasa ingin tahuku pada sosok Emily--ia benar-benar mengambil seluruh atensiku kala itu. Meski begitu, nyatanya aku tidak punya cukup nyali untuk berbicara dengan Emily. Jelas sekali terlihat bahwa ia menghindari kontak dengan semua hal yang ada di sekitarnya, hingga terkadang terbesit pemikiran konyol di otakku bahwa ia mungkin mengirup udara yang berbeda dengan yang kuhirup. Atau mungkin ia semacam makhluk di dimensi yang berbeda dari kami--para manusia, dan tersesat di antara kami karena sebuah distraksi.

Sepertinya aku harus mengurangi kegemaranku untuk membaca novel-novel fantasi.

Hari itu--yang entah mengapa aku tidak bisa mengingat kapan jelasnya--untuk pertama kalinya Emily mengajakku berbicara lebih dulu. Hal itu terjadi di pagi hari, ketika pekerjaan rumahku dipinjam oleh beberapa orang teman sekelas yang tak bisa kuingat namanya--aku tak begitu mengenal mereka. Untuk kali pertama, aku mendengar dengan jelas suara seorang Emily. Suara yang biasanya hanya kudengarkan samar-samar ketika ia berbicara dengan si boneka aneh, kini suara itu tertuju padaku. Menyapa dengan sebuah kalimat yang seketika membuatku melempar tatapan bingung, dan setitik rasa takut juga kurasa?

Antologi Cerpen CherryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang