Prolog

41K 235 0
                                    

Dimas P.O.V

"Hidup ini indah. Apalagi kalau ditambah dengan keberadaannya disini. Di sampingku. Di sisiku. Aku ingin ini menjadi selamanya. Berpisah darinya mungkin adalah hal paling terakhir yang kuinginkan."

Angie P.O.V

"Ahh, aku begitu menikmati indahnya hidup ini. Dia, selalu membuatku bahagia, hingga aku tak mau pergi dari sisinya. Aku begitu menyukai semua kebiasaanku terhadapnya. Menyandarkan kepalaku di bahunya, menatap pemandangan yang selalu dipajang dari balkon rumahku. Aku menyukai semuanya ini."

---

Angie's P.O.V

"Lho, kamu sudah balik?"

"Iya, baru balik, langsung kerja."

"Yaaahh..."

"Kenapa ?"

"Aku gak sempat minta oleh-oleh dong..."

"Yah dasar. Mau oleh-oleh? Krupuk."

"Jiah. Gak mau ah."

"Makanya, gak usah minta oleh-oleh. Lagian aku gak sempat membeli apa-apa disana. Lagipula bukan oleh-oleh yang penting, tapi aku kan,"

"Narsis. Nanti ketemuan, ya,"

"Oke, miss you,"

"Hmm..." aku tersenyum. "miss you too,"

Aku menutup dan memasukkan ponselku ke dalam saku, lalu kembali melihat pemandangan indah dari balkon. Hahh, setidaknya aku sudah tahu kabarnya dia. Dimas, pacarku, sudah seminggu ini pergi ke Jakarta dan jarang menelepon. Pekerjaannya banyak sekali, karena dia harus mengambil tugas ke-2 orang temannya plus tugasnya yang juga banyak.

Kalian pasti bingung, mengapa percakapan kita diatas terlihat cuek, lucu, dan tidak berkesan romantis? Jawabannya gampang, Dimas dan aku berteman sejak kecil. Entah angin apa yang membuat kami berdua saling menyayangi hingga sampai sekarang ini. Dimas orangnya sangat konyol, namun jenius. Awalnya kami bukanlah teman yang baik, melainkan teman untuk saling mengerjai satu sama lain. Aku ingat, suatu hari dia meletakkan boneka replika Chucky di dekat kepalaku ketika aku tidur dan membuatku tak mau tidur di kamarku sendiri selama sebulan penuh. Lalu aku membalasnya dengan memberikan lada pada tehnya dan membuat dia diare. Aku tersenyum.

"Dimas, ya?" tanya Mama membuyarkan lamunanku. Kulihat dia berdiri di ambang pintu kamarku.

"Eh, iya, Ma,"

Mama berjalan menghampiriku dan ikut memandang keluar.

"Bagaimana kabarnya dia?"

"Baik, Ma. Dia baru sampai di Bali tadi siang dan langsung ke tempat kerjanya," jawabku. Ya, rumahku berlokasi di Pulau Bali, yang kata orang the second heaven in the world. Aku berada di Ubud. Dan kalau kalian penasaran, pemandangan dari balkonku adalah pantai yang sangat biru, indah sekali.

"Oh, begitu. Terus?"

"Hah? Terus?"

"Iya, Terus? Kapan kamu dilamar?"

Aku tersentak kaget. Lah, gimana gak kaget kalau orang yang baru pacaran langsung ditodong menikah?

"Memang kamu baru pacaran," lanjut Mama, seolah-olah bisa membaca pikiranku. "Tapi kalian sudah dekat sejak kecil. Ralat, kalian sudah dekaaaat sejak keciiiil sekali." Mama memperagakan dengan jari jempol dan telunjuknya sedikit didekatkan. Sekecil itukah?

Mama melipat lengannya di depan dada. "Kenapa tidak menikah saja?"

"Mama, memang kami sudah dekaaaat sejak keciiiil sekali," kataku menirukan ucapan Mama tadi. "Tapi itu tidak bisa dibilang akrab. Dan kami juga masih dalam proses untuk mengenal satu sama lain lebih dalam. Jadi, tunggu saja, ya?" aku mengakhiri penjelasanku.

Love ...or Sex?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang