Anissa menangis sesenggukan di sebelahku. Aku yang menatapnya hanya bisa menepuk-nepuk punggungnya pelan, toh dia juga punya kesedihan yang sama dengan diriku sekarang.
Pelaku dibalik semua kejadian ini sangatlah tak terduga. Dan kami sangat menyesal.
Oh, well, aku akan menceritakan semuanya.
---
"Sst, Ngie! Disini aja!" bisik Anissa pelan tapi dengan nada yang kasar. Aku menyetujui dan langsung duduk di bangku yang paling privat, karena tempatnya paling pojok di dalam bioskop itu. Well, kami sengaja pindah—mumpung gak ada orang dan teater tersebut sangatlah sepi. Dan, penontonnya bisa dihitung dengan jari tangan... well, juga jari kaki.
Film Beauty and The Beast mulai diputar. Walau begitu, kami sama sekali tidak berkonsentrasi dengan film tersebut, melainkan dengan apa yang ada di lima deret bangku depan kami. Yah, di kursi tersebut duduklah sepasang kekasih—yang gak resmi—sedang berangkulan mesra. Itulah tempat Dara dan Dimas berada. Aku tidak menyangka, aplikasi penyadap telepon sangatlah berguna untukku saat ini. Beberapa hari yang lalu, setelah menyatakan dengan resmi bahwa aku curiga terhadap Dara atas kelakuan pacar-pacar kami akhir-akhir ini, kami memutuskan untuk membuntutinya. Dan Anissa setuju lalu mencetuskan ide yang sangat hebat. Well, hebat untuk level seorang Anissa yang seharusnya di bawah rata-rata.
Kami sengaja bersepakat untuk membohongi pacar kami masing-masing bahwa pada hari ini kami akan hangout berdua. Dan, dugaan Anissa tepat. Ketika aku berkata seperti itu pada Dimas, Dimas langsung menelepon Dara untuk kencan dengannya. Dan kami sedang membuntutui mereka saat ini.
Anissa mempersiapkan segalanya. Dia bahkan rela untuk menonton film ini dua kali sebelum aksi kami agar tidak terlalu berkonsentrasi pada film ketika kami akan membuntuti target. Aku hanya menggelengkan kepala. Wajar saja, Anissa adalah movie freak.
Ya Tuhan. Jujur aku nggak kuat untuk melihat apa yang ada di depanku saat ini. Dara sungguh-sungguh bertingkah seperti fucking shit btich as hell. Gelagatnya sungguh berbeda dengan ketika bertemu dengan kami. Bayangkan, saat ini Dara sedang menggigit telinga Dimas dengan gayanya yang sungguh slutty. Dan Dimas meresponi dengan mencubit hidung Dara dengan mesranya. Aku tak mengerti. Mengapa Dara bisa begitu menggoda di mata Dimas? Bahkan aku sudah terlihat memuakkan di matanya!
Oh, well, wajar saja. Selain rambutnya yang keriwil-keriwil begitu, semua yang ada di tubuhnya menempel dengan sempurna. Aku sudah pernah mengatakan, bahwa wajahnya sangat manis, dan ada tambahan... menggoda. Badannya jauh lebih bagus dari kami berdua. Anissa ramping namun lekukan badannya masih terlihat. Dan aku biasa-biasa saja, namun aku tinggi dan seksi, kata Dimas. Sedang Dara? Wow. Dia adalah penghuni gym setiap hari, I think. Tinggi badannya standar, namun dada dan bokongnya besar. Bukankah itu yang disukai oleh laki-laki? Dan kulitnya yang sawo matang, sangat manis. Dialah seorang incaran bule-bule saat-saat seperti ini. Mungkin.
Mereka bahkan tidak sama sekali tidak menonton film tersebut. Well, mungkin tidak untuk Dimas. Dia malah menatap Dara terus, sementara Dara menonton, walaupun dia seperti menyadari bahwa Dimas selalu menatapnya. Aku menatap mereka jengkel. Mesra sekali!
Seusai menonton dengan tidak sejahtera, akhirnya mereka keluar. Dan kami mengikuti dari belakang. Mereka berjalan menuju salah satu toko baju bermerk terkenal. Kami tetap mengikuti dari belakang, brusaha tidak terlihat. Kami seakan-akan menjadi seorang mata-mata yang tidak jelas. Setelah beberapa lama Dimas menemani Dara, akhirnya mereka pergi ke fitting room. Kami menunggu dari dari luar. Tapi, sepuluh menit kemudian, bahkan limabelas kemudian, mereka tidak keluar-keluar juga.
"Eh, Ngie, mereka ngapain, tuh? Jangan bilang mereka melakukan 'itu'," ujar Anissa tiba-tiba. Hmm, benar juga. Mungkin bener.
"Kok kamu tau?" tanyaku balik.
Anissa nyengir. "Kan, aku sering...." Aku terbelalak. Anissa hanya tertawa cengengesan.
Oke. Aku akan mencoba. Kuambil asal-asalan beberapa baju, dan langsung masuk ke fitting room diikuti Anissa. Untung saat itu toko ini sepi. Dan fitting room-nya tidak perlu mengantri lagi. Kami langsung mencoba mencari tempat, dan kebetulan mendapat tempat yang mungkin dimasuki oleh Dara dan Dimas. Anissa lalu menempelkan daun telinganya di dinding yang membatasi antara kami dan mereka. Lalu Anissa melotot. Lalu sedikit tergelak dan akhirnya menjadi serius lagi. Aku penasaran. Kuikuti apa yang dilakukan Anissa. Kudengar percakapan sebelah.
"Bikini ini bagus, gak?" Tanya sebuah suara yang kami tahu pasti Dara. Astaga, mencoba bikini? Berarti dia melepas bra-nya juga dong, dan ditatap Dimas? Oh, Tuhan!
"Bagus banget, Yang. Pengen meres deh," jawab Dimas nakal. Dimas selalu begitu.
"Come on here," desah Dara pelan, namun tetap terdengar.
Entah apa yang kami berdua dengar selanjutnya, tetapi jika kami mencoba mendengar dengan menutup mata, kami merasa menonton film porno. Desahan-desahan dan erangan Dara beradu dengan nada-nada keganasan Dimas.
"Masukin, please..." kata Dara setelah beberapa menit. Aku terbelalak. Ya, Tuhan! Bahkan ternyata Dimas sudah pernah mencoba punya perempuan lain!
Lalu selanjutnya, aku tak mau dengar lagi. Menjijikkan! Suara-suara seperti tepukan-tepukan dan erangan Dara juga Dimas membuatku mual! Dimana malunya mereka? Kok berani sekali!
Aku menarik Anissa keluar, lebih baik menunggu di luar, daripada mengintip disini.
"Wow, Ngie, tadi... sepertinya mereka main hardcore gitu deh." Ucap Anissa sambil menggelengkan kepala ketika kami keluar dari fitting room, dan aku mencoba mencari baju yang menarik perhatianku diikuti Anissa yang juga memilih-milih baju sambil mengajakku ngobrol.
"Gila kali kamu bilang 'Wow'! Kok berani sekali sih berbuat kayak gitu di fitting room? Apa gak takut ketahuan?" jawabku ketus.
"Kalo Anissa sih, pelan-pelan aja, biar gak kedengaran orang luar. Hehehe," Aku hanya melotot tak percaya. Anissa langsung melanjutkan, "tapi Dara dan Dimas berani juga ya. Gimana coba kalo ketahuan?"
Aku mengangkat bahuku. Sudah males untuk menjawab.
Tepat saat itu, kulihat Dara dan Dimas keluar. Well, dengan penampilan yang agak berantakan. Dimas terus merangkul bahu Dara, sementara Dara berniat untuk mencari bikini-bikini lagi yang memang lucu dan menarik perhatian. Kami terus mengintip-intip dari tempat yang kami yakin tidak akan terlihat. Kulihat Dara terus mencari bikini yang lucu dan juga dapat menangkup kedua buah dadanya yang memang besar. Dimas terus berada di sebelahnya sambil terlihat sesekali memuji apa yang Dara coba. Dimas terkadang merangkul pundak Dara dan sesekali meraba. Ya Tuhan, aku masih tak percaya atas apa yang aku lihat ini. Mereka romantis sekali. Lalu akhirnya kulihat Dara dan Dimas ke kasir dan membayar belanjaan Dara yang tidak sedikit.
---
Kami akhirnya melihat Dimas menurunkan Dara di rumahnya, sedang kami memberhentikan mobil di tempat yang tidak diketahui oleh mereka. Setelah sebuah French kiss yang betul-betul ganas, akhirnya Dimas dengan terlihat sedih meninggalkan Dara. Dara yang gayanya menggoda melambaikan tangan kearah Dimas.
Beberapa menit kemudian, Dara telah masuk ke rumahnya. Kami menunggu apa yang terjadi selanjutnya.
Lalu kami tak percaya dengan apa yang terjadi selanjutnya. Dara keluar dengan kostum yang berbeda, namun sama seksinya dengan yang tadi. Sama-sama menunjukkan belahan dadanya. Dia seperti sedang menelepon seseorang yang mungkin akan menjemputnya.
Ternyata benar. Ada yang menjemputnya. Seorang laki-laki lagi. Dan laik-laik itu langsung keluar dan mencium Dara ganas, sama ganasnya dengan Dara menciumi cowok tersebut. Setelah beberapa menit mereka berciuman, mereka melepas ciuman itu, dan kami berdua terkejut. Benar. Terkejut sekali. Terutama Anissa. Anissa seperti agak sesak nafas sekarang.
Ya, betul. Itu adalah Artha.
R

KAMU SEDANG MEMBACA
Love ...or Sex?
RomanceKehidupan 2 orang Dimas dalam hidup Angie yang penuh gairah, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan 18+ ini, siapa yang mau?