8

9.1K 92 0
                                    

HUFT! Sorry banget baru upload lagi, maklum taun ajaran baru yak, hehe. Thanks for reading and sorry for typos ;)

Seminggu setelahnya...

Aku melangkahkan kaki dengan gontai. Aku baru saja menerima telepon dari editorku bahwa akan ada perkumpulan penerjemah buku di sebuah café di daerah Seminyak. Kulihat jam, masih jam 6 pagi! Gila, niat banget! Editorku mengatakan bahwa kumpulnya jam 11 siang. Aku mengiyakan dengan suara sengau dan intonasi dibawah sadar.

Aku akhirnya menidurkan badanku kembali. Sudah seminggu sejak aku bertemu dengan Dimas (the new one), dan aku belum mendapat kabarnya lagi. Ah, mungkin dia tak mau tahu tentang aku lagi. Aku tak peduli. Toh, siapa dia untukku? Siapa aku untuk dia?

Tapi... kenapa aku masih memikirkannya?

Ah... sudahlah. Toh bukan urusanku. Aku tidur lagi aja deh.

---

Don't it feel like na na na na na... Suara ponselku berdering lagi. Siapa sih? Aku mengambil dan menjawab telepon tersebut. "Haloh? Angie's here... hoaamm..."

"HOI MBAK! SUDAH DIBILANGIN KUMPUL, MBOK YA LANGSUNG BANGUN, GAUSAH TIDUR-TIDUR LAGI!" suara diseberang sana totally membangunkanku sekarang.

"Emang ada apa toh, Ren?" tanyaku pada editor satu itu.

"Lho! Tadi pagi lho udah tak bilangin! Kok isa lupa tho ya!" suara medhok disana membentakku terus.

"Bilangin apa?" tanyaku masih mengumpulkan nyawa sepenuhnya.

"Mbuh ah! Susah amet dikasi tahu!" jawabnya lalu menutup telepon.

Ada apa, sih? Oh, iya, tadi Renata, atau biasa kupanggil Rena, bilang kalau akan ada perkumpulan di café. Jam berapa ya? Oh iya, jam sebelas. Sekarang jam... SEBELAS?!

Aku cepat-cepat mandi dan mempersiapkan segala sesuatu. Lalu menyalakan mobilku dan langung bergegas.

Ketika sampai disana, para penerjemah lainnya sudah berkumpul. Mereka mamendangku dengan sorot penuh kekaguman. Yah, kagum karena telat. Telat parah, untuk standar mereka yang sangat disiplin. Aku menyapa mereka dan mendudukkan diri disamping salah satu penerjemah buku favoritku. Aku tersenyum ramah padanya, yang dibalas dengan anggukan dan akhirya kembali serius ke laptopnya, mengetik sesuatu. Aku pun mengambil laptopku dan menyalakannya.

"Nah, karena kita semua sudah disini, sekarang saya ingin mengumumkan sesuatu..." kata salah seorang editor senior. Ternyata, hanya dia editor yang datang. Rena tidak datang.

Rapat berjalan dengan sangat membosankan. Aku bahkan menyalakan Facebook, main Friv, dan mengakses Twitter untuk menghilangkan kebosananku. Tiba-tiba ponselku bergetar. Ada yang SMS.

Bosen ya? Nguap terus daritadi. Hahaha!

Aku mengernyit. Siapa nih?

Siapa ini?

Kembali ada balasan.

Kok lupa? Berarti kamu gaada nulis namaku di hapeku dong?

Maaf, memang ini siapa ya?

Yang salah sambung minggu lalu, ingat? J

Aku terkejut. Dimas ada di sekitar sini? Aku menoleh, mencari-cari wajahnya. Lalu ponselku bergetar lagi.

Udah, gausah nyari-nyari gitu. Aku ada dibelakangmu, arah jam 5.

Aku menoleh. Kulihat wajah imutnya tersenyum dan melambaikan tangannya kepadaku. Aku tertawa dalam diam.

Oh, hahahaha. Iya, aku bosan sekali disini. Balasku akhirnya.

Kamu lg apa sih, kok rame gitu?

Lagi ada perkumpulan translator gitu. Tapi bosen banget.

Oh... sama, aku juga lagi pertemuan keluarga. Tapi bosen.

Hahahaha. Kabur, yuk.

Aku mengernyit akan pesanku sendiri. Kabur? Berdua sama dia? Hm... Aku ngetik apa sih? Rasanya ingin memukul kepalaku sendiri sekarang juga.

Ayo. Tunggu aksiku, ya.

Aku mengernyit lagi. Aksi apaan nih? Anak ini sepertinya mau aneh-aneh deh. Tak lama kemudian, kudengar suara seruan.

"Ah! Aku mau ketemu seseorang dulu, ya! Penting nih! Oke, dadah, dadah!" Suara Dimas membuatku mau tertawa.

Lalu kurasakan seseorang berdiri disampingku.

"Lho, Angie, kok disini! Kita kan mau ketemu temen kita! Penting, nih! Ayo, cepet, cepet!" katanya sambil menarik-narik tanganku. Editor senior yang daritadi bercuap-cuap menoleh ke arah kami. Aku tak tahu harus berkata apa.

"Pak.." aku akhirnya ngomong. "Maaf, tapi saya ada pertemuan penting. Boleh saya pamit aja dulu?"

Editor tersebut tak berkata apa-apa. Mungkin karena dongkol pembicaraannya terpotong kali ya. Lalu akhirnya mengangguk. Aku mendesah lega. Kubersekan laptopku dan langsung ngacir dari situ, bersama Dimas.

Sesampainya di luar café, kami tertawa berbarengan. "Pelarian yang bagus!" katanya dengan suara imutnya. Lalu dia mengambil tas laptopku dan bertanya, "kamu bawa mobil?"

Aku mengangguk, lalu berjalan ke arah mobilku sambil diikuti dia. Begitu kubuka kuncinya, Dimas menaruh tas laptop di kursi belakang dan mengambil kunci mobil dari tanganku. "Aku yang nyetir." Katanya, langsung masuk ke dalam mobil.

Aku terdiam. Tak tahu berkata apa. Apa maksudnya ini? Dia mau jalan sama aku? Aku bahkan tak tahu rumahnya. Oh, jangankan rumahnya, bahkan umur seorang Dimas Roland Jonas ini saja aku tak tahu!

Seperti teringat sesuatu, Dimas keluar lagi dari mobil, menarikku memutar ke kursi penumpang disampingnya, lalu membuka pintu. "Silakan masuk," katanya. Aku pun masuk mobil tanpa menyahut sepatah kata pun. Dimas akhirnya menyalakan mobil dan tanpa disadari sudah melesat di jalan raya.


Love ...or Sex?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang