17

8.4K 89 14
                                    

Hari menjelang fajar di Hotel Sanctoo, tepat sebelah Bali Zoo, thanks to Dimas yang menraktir aku dan Anissa menginap. Tapi, sudah sedari makan malam kemarin aku tak bertemu Anissa. Aku tersenyum. Pemikiran bahwa Anissa dan Marcus sedang bercinta membuatku senang. Setidaknya, Anissa tak perlu lagi masturbate sendirian yang sering ia lakukan beberapa minggu terakhir ini. 

Dimas mendenguh pelan disebelahku dan lengannya menindih perutku. Shit. Gimana caranya aku bangun, nih?

"Good morning, my Sunshine, my Sunset, Sunrise, Sunu." ucap Dimas konyol dengan mata yang masih terpejam. Aku tergelak dan mengangkat tangannya dari perutku. "Did you take my virginity last night?" tanyaku to the point. Yah, kalau memang kami bercinta tadi malem, apa boleh buat, sudah terlanjur. 

Dimas terbelalak dan terduduk tiba-tiba. "Did I?" lalu ia memelukku. "I am so sorry, Ngie! Sorry, sorry!" aku tertawa kencang. "Aku barusan nanya sama kamu kok kamu malah kaget, sih?"

Dimas melepas pelukannya dan menatap mataku. "Kayaknya sih engga, deh. Aku juga lupa."

Aku mengangguk dan beranjak dari kasur. Sepertinya aku tetap perawan. Aku lega, setidaknya kami tak benar-benar bercinta.

Bahkan Dimas Angga kau larang untuk bercinta, ucapku pada diri sendiri. Kenapa Dimas yang ini kau perbolehkan?

Aku menggeleng dalam hati. Entahlah. Sepertinya aku sudah tidak mempermasalahkan itu lagi.

Mungkin memang bukan zamannya lagi perempuan tetap perawan hingga menikah, nyengirku. Anissa saja sudah tidak perawan sejak sama Artha.

Aku menyikat gigiku dan mandi. Pintu kamar mandi tiba-tiba terbuka dan Dimas masuk kedalam. Dia dan aku lalu mandi bersama, menyegarkan hati dan pikiran.

"Anissa mana, ya?" tanya Dimas padaku sambil membasuh rambutnya. Aku mengangkat bahuku dan lanjut menyabuni badanku.

Usai mandi aku mengecek ponselku dan ternyata mendapatkan sebuah pesan, pada jam 2 pagi. 

Angie, Anissa diajak nginep sama Marcus di Sanctoo juga, tapi kamar 406. Angie di 432, kan? nanti pagi Anissa kesana, oke? thankies, hehe.

P.S: punya Marcus gede bangeeet >.<

Aku tertawa. Dugaanku benar, 'kan. Kupakai kaos dan celana pendek. Aku duduk di kasur dan memikirkan kembali SMS Anissa tadi. Gede banget. Hmm, gimana sih rasanya sebuah penis memasukiku? Apa sih, kategori yang 'gede' itu? Aku penasaran hingga selangkanganku terasa nyeri. Refleks, kukepit kedua pahaku dan meringis. 

Ih, aneh sekali. 

Kutoleh ke arah kamar mandi. Dimas masih didalam, tadi sakit perut katanya. Aku mencoba meraba pusaran inti itu dengan jari tengahku. Kumasukkan tanganku kedalam celana dan kuraba. Ah, nikmat sekali. Inikah rasanya? Kutemukan daging kecil--katanya Anissa, klitoris--dan kuusap pelan. Ah, yaampun. Enak sekali. 

Aku berbaring di atas kasur dan kuulangi prosedur meraba itu. Aku memejamkan mata dan refleks mendesah, menikmati treatment dari jariku sendiri. Kurasakan cairan yang keluar dari vaginaku dan kuusap. Aku mendesah berkali-kali.

---

Author's P.O.V

Dimas selesai mandi dan mematikan shower-nya. Suasana kamar terdengar hening sekali. Dimas mendengar suara Angie yang mendesah pelan dari dalam kamar mandi. Ia lalu menutup pinggangnya dengan handuk, lalu keluar.

Persis dihadapannya Angie sedang berbaring, kedua kakinya ditekuk dan terbuka. Angie sedang memejamkan matanya dan mendesah, dan Dimas baru menyadari bahwa Angie sedang mengusap vaginanya. Dimas merasakan penisnya menegang tiba-tiba. Apa yang harus ia lakukan? Senyumnya yang imut menjadi senyum penuh menggoda.

Dihampirinya Angie dan dilepaskan celananya. Angie terkejut, wajahnya memerah. "Di-Dimas, jangan..." 

Dimas tersenyum dan berkata, "Keep calm, Babe, it won't hurt you," sambil membuka handuknya dan merangkak diatas Angie.

Angie memandang postur tubuh Dimas dari atas hingga bawah, dan wajahnya memerah. Menyadari hal itu, Dimas tertawa dan mengusap pipi Angie. "Do you like it? Is it big?"

Wajah Angie kembali memerah dan mengucap, "It is bigger than my expetation," 

"I'm glad you like it. Do you want to try this inside of you?"

Angie kembali memandang tubuh Dimas dan menggeleng keras. "I don't think so, for right now. Please, jangan sekarang."

Dimas menghela nafasnya. Lagi-lagi, ditolak sama Angie. "Oke, yaudah."

Dimas mengulum dan menggigit bibir Angie untuk beberapa menit kedepan, lalu turun dari kasur dan memakai pakaiannya. 

Angie merasa lega sekaligus bersalah. Dia duduk di atas kasur, "Dimas, sorry, I didn't mean to , but..." Dimas menoleh dan tersenyum. "Nah, it's fine. At least you aren't gonna break me up."

Angie tentu tersinggung dengan kata-katanya. Masa cuman gara-gara seks, lalu diputusin gitu aja? No the hell way, she won't. Toh Angie juga mencintai Dimas.

Dimas memakai sepatunya dan meraih tangan Angie. "Yuk, kita makan malam."

---

I am so sorry, ini dikit banget sih emang, hehe. Vomment, plis.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love ...or Sex?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang