Uhuy! author dateng lageee
Sorry for typos ya, kawan! ;)
Keesokan paginya. Jam 3 pagi.
Aku terbangun dengan setengah sadar, dan terkejut bahwa aku terbangun dengan memakai piama. Sejak kapan aku berganti baju?
Kulihat dalam piamaku. Hmm, tidak memakai bra. Kulihat dalam celanaku. Masih memakai celana dalam yang sama dengan kemarin malam.
Ah, mungkin saja aku yang lupa, pikirku. Walaupun aku ragu akan pendapatku sendiri.
Aku melangkah menuju kamar mandi dan melihat refleksi wajahku di cermin.
Buruk sekali.
Mataku bengkak sehabis nangis tadi malam, menyadari bahwa aku menyimpan dua orang bernama sama dalam hatiku saat ini.
Aku bimbang. Resah. Lalu mendesah nafas panjang.
Tiba-tiba kudengar suara pintu kamarku diketuk. "Angie?"
Siapa itu? Kok bisa buka pintu rumahku?
Aku mengambil tongkat pel yang berada di kamar mandiku. Aku lalu berdiri di belakang pintu, menunggu orang itu membuka pintu.
"Aku buka pintunya, ya?" katanya. Aku sengaja tak menjawab. Aku bersiap-siap memukul siapapun yang berani masuk rumahku sembarangan.
Tepat ketika orang itu membuka pintu, aku langsung memukulnya bertubi-tubi.
"Aduh! Aduh!" kudengar suaranya dengan jelas. Lalu aku berhenti. Tanganku mengapung di udara. Dimas?
Kuperhatikan wajahnya. Dia balas manatapku, masih melindungi kepalanya dengan tangannya.
"Oh, Dim! Sori, sori! Aku gak lihat, Yaampun!" Kataku, melempar tongkat pel sembarangan dan langsung menyentuh wajahnya.
Dimas masih mengaduh kesakitan. Lalu tiba-tiba mencengkeram lenganku.
"Kamu kenapa? Kamu Gak apa-apa?" tanyanya langsung.
Aku terdiam. "Eh... aku gak papa... tapi mukamu itu yang..."
"Udah, gak jadi masalah. Kamu balik tidur dulu gih." Katanya sambil mendorongku duduk di tempat tidur.
"Kok, kamu disini? Bukannya kemaren kamu pulang?"
Dimas kembali menyelimutiku sambil menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku pulang kemaren, ngambil baju ganti. Karena aku pikir kamu gak bisa ditinggalin sendiri kemarin. Emosimu tiba-tiba labil gitu, gak mungkin dibiarin. Makanya aku balik lagi, nginep sambil tunggu kamu sampai besok." Jawabnya lembut, lalu mengelus kepalaku.
Ah, betapa baiknya Dimas ini.
"Maaf, kemarin bukan salahmu. Aku hanya... teringat seseorang," jawabku lirih.
Dimas menatapku penuh tanya. Namun hanya mengangguk dan mencium keningku.
"Iya, gak apa-apa. Udah, kamu balik tidur aja lagi. Besok, eh, ralat. Nanti aja kamu ceritain." Katanya. Lalu mencium dan melumat bibirku lembut, seolah-olah tak mau meninggalkanku sendiri disini.
Tepat ketika Dimas berbalik badan dan beranjak pergi, aku menarik tangannya. "Temani aku." Ucapku pelan.
Dimas menatapku tak percaya. "Please," kataku lagi. Lalu menggeser badanku sehingga ada ruang untuk dia tidur di sebelahku.
Dimas tersenyum. Lalu berbaring di sebelahku, dan memelukku. "Oke, kamu tidur, ya." Ucapnya lembut. Suaranya menenangkanku. Aku tersenyum dan tertidur.
"I... love you..." ucap Dimas lagi, lebih lembut dari yang tadi, seolah-olah berusaha supaya aku tak mendengar. Sayang, aku mendengarnya.
Aku terpejam dan tersenyum lagi, menghadapnya. "I love you too, Dim..." balasku lembut. Dimas yang kusadari sedang mengamati wajahku terkejut. Aku membuka mata dan tersenyum lagi padanya. Dimas masih menatapku tak percaya.
Aku mengecup pelan bibirnya, seolah membuktikan bahwa aku memang mencintainya. Dimas tertawa pelan, lalu melumat bibirku lagi, hingga kami benar-benar tak sadar dan tertidur lelap, dengan bibir yang masih bertautan.
i
KAMU SEDANG MEMBACA
Love ...or Sex?
RomanceKehidupan 2 orang Dimas dalam hidup Angie yang penuh gairah, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan 18+ ini, siapa yang mau?