6

10.3K 98 0
                                    

Tiga bulan kemudian...

Pagi yang indah. Aku meregangkan badan, tersenyum. Rasanya selalu seperti ini. Nuansa wallpaper biru membuatku tenang sekaligus bersemangat menyambut pagi yang selalu datang.

Dua bulan yang lalu, aku membeli sebuah rumah mungil di daerah Seminyak. Rumah yang minimalis namun nyaman untuk ditinggali seorang diri.

Ah, aku hanya ingin meninggalkan semua kenanganku yang menyakitkan. Rumah kedua orangtuaku sudah tak nyaman lagi untukku. Kamarku yang dulu selalu mengingatkanku akan seseorang, yang selalu mencumbuku tiap hari. Balkon yang menjadi tempat melepas nafsunya, membuatku muak. Lalu tercetuslah ide untuk meninggalkan semua kenangan dan pergi ke tempat lain, menyendiri.

Orangtuaku awalnya kaget ketika aku berkata bahwa aku membatalkan pernikahan, tetapi akhirnya mengerti ketika aku menceritakan alasan sebenarnya pada Mama, lalu Mama menjelaskannya pada Papa. Tak ada gunanya mencari alasan lain atau menyembunyikannya, toh terbukti Dimas adalah bajingan. Dan akhirnya, aku tinggal sendiri.

Untung pekerjaanku freelance. Aku tenang karena dimanapun aku berada, aku masih bisa bekerja. Aku benar-benar menyukai tempatku saat ini.

Kubawa badanku menuju dapur, membuat satu cangkir kopi yang nikmat. Lalu memanggang roti di pemanggang, dan menyiapkan selai stroberi sambil menunggu. Setelah selesai, aku mendudukkan badanku di teras rumah. Menikmati indahnya pagi sembari melihat kesibukkan tetangga-tetangga di pagi hari.

Aku tersenyum. Hidup beginilah yang kuinginkan.

Don't it feel like na na na na na... Lagu "Na Na Na" Pentatonix mengalun di ponselku. Ah, ada telepon. Siapa ya?

"Halo?"

"Halo? Jeremy?" Suara seorang laki-laki berteriak dari seberang sana.

Aku mengernyit. "Jeremy? Maaf, saya Angie. Ini siapa?"

"Hah? Bukan Jeremy? Bohong yaaa... Yang bener dong!"

"Maaf, saya memang bukan Jeremy. Saya perempuan, nama saya Angie. Anda salah sambung, kali." Jawabku ketus. Huh, pagi-pagi enak gini, ada yang salah sambung!

"OH, Iya, Iya! Aduh, maaf banget ya! Abis Jeremy suka pura-pura berubah jadi cewek! Saya salah sambung! Maaf, Maaf!"

Aku tersenyum. Sepertinya cowok ini kinda cute. Suaranya imut abis.

"Iya, gak apa-apa. Telepon aja dulu Jeremy, kayaknya penting banget."

"Iya nih, emang penting banget. Sudah dulu ya, maaf salah sambung!"

"Oke." Lalu terputus.

Entah mengapa, pagi itu aku tak bisa berhenti memikirkan suara lelaki itu.

---

Tepat ketika aku keluar dari kamar mandi, kudengar suara ketukan pintu. Sambil menggosok-gosokan rambutku dengan handuk, kubuka pintu. Berdiri Anissa persis di depanku.

"Angie! Jalan-jalan yuk!" teriaknya kencang bak seorang anak kecil mengajak temannya main. Aku nyengir. Anissa sekarang berdiri di depanku dengan bajunya yang tak biasa. Sabrina putih dengan celana minim putih, sepatu putih, juga tas selempang putih terlihat berbeda dengan penampilannya dulu yang suka dengan berbagai macam gaun dan rok.

"Udah semangat lagi, nih, sekarang?" godaku. Memang sekarang tepat dua bulan juga akhir dari janji kami untuk bertemu kembali setelah menikmati rasa sakit hati, kemarahan, dan semuanya sendirian. Anissa berkata bahwa dalam dua bulan dia berjanji akan move on total dari Artha yang juga sudah diputuskannya. Aku pun akhirnya berjanji demikian, dan hasilnya terbukti. Kami berdua bisa mengatasi semuanya.

"Sst... jangan omongin yang dulu-dulu deh. Anissa hanya pengen melakukan satu hal bareng Angie sekarang. Pasti Angie juga pengen. Udah, siap-siap! Kita ke Mall Bali Galeria!"

"Emangnya ngapain? Shopping?" tanyaku penasaran.

"Bukan," jawabnya misterius.

"Trus?"

Anissa nyengir. "Kita cari cowok baru."

Kami tertawa berbarengan, masuk ke kamarku.

---

Sorry typo ya! ;)

Love ...or Sex?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang