Hari-hari berlalu begitu cepat. Aku bahkan sampai tidak bisa menikmati hari ketika Dimas melamarku, dan itu sudah dua bulan yang lalu. Dan sekarang aku sedang menyiapkan diri untuk melanjutkan hubungan kami menuju yang lebih jauh.
Hmm, aku tersenyum. Sudah gak berasa lagi suasana yang indah ketika aku dilamar. Sekarang kurasakan suasana ribet yang menghantuiku sepanjang hari ini.
Aku ditugaskan untuk memotret di hotel Anantara, Bali, untuk dijadikan sebuah brosur yang seharusnya menjadi tugasku, namun aku minta kerjasama dari perusahaan Dimas, karena aku sendiri belum tentu bisa menyelesaikan brosur tersebut dalam waktu satu minggu. Bayangkan, satu minggu! Karena dalam seminggu ini juga aku banyak sekali kegiatan, maka Dimaslah yang menawarkan aku untuk kerjasama dengannya, walau mereka akan mendapat untung juga. Bagiku tidak masalah, yang penting semua terselesaikan dengan aman.
Belum lagi setelah hunting aku akan mengurus souvenir pernikahan apa yang akan kuberikan pada tamu-tamuku nanti. Bukan apa-apa, hanya saja aku tak mau ada orang lain yang memilihkannya, karena aku mau sesuatu yang berbeda dari biasanya, supaya pernikahan kami bisa menjadi unforgottable memory yang indah nantinya.
Dan yang terakhir, aku juga dapat sebuah serial buku yang harus aku terjemahkan menjadi bahasa Indonesia yang berjudul 'Dork Diaries'. Yah, dari namanya kalian sendiri sudah tahu itu buku apa. Aku sendiri yang memintanya, karena aku akan leih lancar menerjemahkan buku yang 'jaman sekarang', tidak yang 'dulu-dulu' bagaikan dongeng seperti Harry Potter, karena aku benci dongeng. Yang tidak menyukai dongeng dan legenda, angkat tangan.
Dan, yah, begitulah. Dan malam ini aku sedang telentang di kasurku dengan badan yang remuk sambil mencoba memahami novel slash diary tersebut. Di samping kasurku, di atas nakas, tersedia kopi espresso yang kubuat untuk merelaks badanku. Aku capek banget. Sempat terpikir olehku untuk memesan massage supaya badanku juga tidak remuk seperti ini lagi. Namun, untuk menghindari kedatangan Dimas dan membuatku mesti buru-buru memakai baju sebelum dia 'menyerang'-ku, aku lebih baik menyambut dia dengan damai. Walaupun mungkin nanti masih ada 'tukang pijit'-nya, dia tak akan peduli. Yang penting aku sudah masuk dalam 'tangkapan'-nya. Aku bergidik. Ih. Lebih baik begini saja.
Pintu kamarku diketuk. Benar kan. Baru aja dipikirin sudah datang. Panjang umur. "Masuk!" teriakku. Gak mungkin aku berjalan dengan badan pecah seperti ini. Salah-salah aku malah jatoh di lantai.
Dimas masuk ke kamarku dan melepas kemejanya setelah berkata, "Hi, Sweet," kepadaku. Kutahan tatapan mataku kepada buku novel sialan ini sementara dia berganti baju... dan celana di hadapanku. Tak kuasa aku mengintip sedikit-sedikit lewat buku itu. Kulihat tulang pinggulnya yang... ya Tuhan, aku gak kuat. Aku melanjutkan berkonsentrasi kepada buku itu hingga kuarasakan badan Dimas terhempas disebelahku. "Buku apa itu?" tanyanya setelah memasukkan badannya kedalam selimutku yang juga sedang menutupi setengah badanku dan memberikanku kecupan di bibir.
"Novel remaja. Aku mau terjemahin ini," jawabku sambil sebelah tanganku memijat-mijat pundakku. Dimas noticed hal itu dan membantu aku duduk di depannya, dan mulai memijit-mijit punggungku. "Thanks, Dim," lanjutku.
Akhirnya suasana selama beberapa menit itu kembali hening. Namun tiba-tiba ponsel Dimas berdering. Dimas segera mengambil ponselnya dan ketika membaca siapa penelepon tersebut di layar, segera dirinya langsung menjauhkan diri ke balkon. Aku heran. Sejak kapan dia menyembunyikan sesuatu daripadaku? Biasanya, mau dari cewek lain pun, dia akan tetap menelepon disebelahku, karena yah, gak ada gunanya disembunyikan.
Namun akhirnya aku biarkan saja. Toh paling dia akan cerita setelah menelepon. Jadi aku biarkan saja sembari membaca novel.
Tetapi dugaanku salah. Dia bahkan tidak cerita apa-apa dan langsung tidur begitu saja setelah menelepon selama satu jam. Apa maksudnya ini? Kenapa dia bisa bertahan menelepon orang lama sekali? Biasanya juga dia akan langsung menutup telepon setelah maksimal sepuluh menit (kecuali meneleponku) mau orang itu masih ingin bicara atau nggak. Dan dia langsung tidur dengan posisi memunggungiku seolah-olah dia lupa padaku bahkan lupa pada fakta bahwa ini kamarku.
"Dimas..." panggilku. Dimas sedikit bergerak, tetapi tetap nggak mau membalikkan badannya.
"Dimas, kamu kenapa sih?" tanyaku lebih keras. Tetap gak bergeming. "Dimas—"
"Sudah, aku gak apa-apa. Kamu capek kan? Tidur aja gih, biar kamu seger lagi," jawabnya sedikit ketus. Kenapa sih ini? Satu jam setelah menelepon membuat dia tiba-tiba berubah begitu aja.
Aku biarkan dia tidur di sebelahku. Setelah beberapa lama aku melihat Dimas telah terlelap, aku mengambil ponselnya yang ditaruh diatas nakas secara diam-diam.
Dan terkejut saat melihat riwayat telepon di ponselnya.
Dara Sweetie.
---
"Halo, Anissa?"
"Hey, Angie! Kok tumben nelpon Anissa? Kangen ya? Hehe,"
"Ketemuan yuk,"
"Loh, kenapa? Something wrong?"
"Iya, something happened and it went wrong,"
"Oke, dimana?"
"Nanti kukabari,"
"Sep. Ajak Dara?"
"Nggak usah. Justru itu. Ini tentang Dara."
---
Uh-HUH! Abal emang. Pasti mukenye pade ngernyit gaje gitu baca parti ini. HUft. Kalo gak suka gapapa. Vomment pls.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love ...or Sex?
RomansaKehidupan 2 orang Dimas dalam hidup Angie yang penuh gairah, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan 18+ ini, siapa yang mau?