Hai, Kawan! saya balik lagi nih, hehe.
Please vote, ya. Author pengen ini jadi novel beneran *sujud sembah*
Sorry for typos! ;)
---
Tanpa diduga, Jeremy memeluknya erat tanpa berkata apa-apa. Dimas terkejut. Dimas hanya mematung, tak tahu harus berkata apa. Sementara Jeremy terisak-isak di dada Dimas.
"Kau... kau tahu?" kata Jeremy setengah-setengah. "Aku... mencintaimu."
Dimas terbelalak. Dia langsung melepaskan pelukan Jeremy. "Kau gila! Kau gila!" teriak Dimas.
"Tidak! Aku tidak gila!" balas Jeremy terisak.
Dimas menggeleng-gelengkan kepalanya. "Kau... gay?" tanyanya pelan, namun sedikit demi sedikit menjauh dari Jeremy seolah-olah pria didepannya adalah kuman yang mematikan.
Jeremy mengangguk pelan. Namun tetap tak ada suara. Dimas menggeleng-gelengkan kepalanya lagi.
"Aku... tak tahu. Namun yang kurasakan adalah... aku menyukaimu. Aku tak tahu mengapa, jangan salahkan aku." Ucap Jeremy setengah memohon.
Dimas pun merasa iba. Walaupun gay harus dihindari, tetapi jatuh cinta tak bisa dihindari oleh siapapun. Seperti ketika tadi dirinya mencium Angie dan menyadari bahwa dirinya jatuh cinta pada perempuan itu.
Dimas memajukan badannya lagi dan menyentuh lengan Jeremy. Jeremy hanya memandang tangan Dimas yang menyentuh lengannya, lalu terisak kembali.
"Jer," ucap Dimas pelan. Dia akan mencoba menjelaskannya pada Jeremy. Dia pun bisa menolak perempuan yang pernah menembaknya, tentunya tidak berbeda dengan laki-laki yang jatuh cinta padanya.
"Aku kaget kau suka aku. Makasih." Kata Dimas. "Namun, aku gak gay, Jer. Kau ngerti? Aku gak gay. Aku mencintai seorang perempuan saat ini. Aku juga gak mau ngecewain orangtuaku kalau pulang-pulang menjadi gay. Maaf. Mungkin beda dengan kamu yang bebas, aku tak bisa seperti itu. Aku masih mau membanggakan kedua orangtuaku. Aku pun tidak akan mau jatuh cinta pada laki-laki,"
Jeremy masih terisak. Dimas menghela nafas.
"Maaf, Jer. Maaf banget. Walaupun ini nyakitin hatimu, aku tetep gak mau sama kamu. Maaf.
"Mungkin, untuk sementara ini, please Jer, jangan datang ke rumahku dulu. Sendiri dulu, jangan ketemu aku. Aku mau ketemu kamu kalau kamu udah gak sayang sama aku. Ya, Jer?"
Jeremy akhirnya mengangguk.
"Dimas... makasih untuk selama ini. Aku mau mencoba hidup tanpamu, walaupun aku masih mengemban tugas dari orangtuamu..." kata Jeremy akhirnya, masih terisak.
Dimas tersenyum. Dia mengelus lengan Jeremy.
"Kau pasti bisa. Hiduplah tanpa aku."
Jeremy mendongak. Lalu bergumam, "Izinkan aku melakukan satu hal sebelum meninggalkanmu."
Dimas menatap penasaran. Namun akhirnya mengangguk.
Jeremy mendekatkan bibirnya pada bibir Dimas. Dimas yang sudah menyadarinya, bergidik dan langsung menggerakkan kepalanya hingga akhirnya Jeremy mencium pipinya.
"Tidak! Jangan... jangan..." kata Dimas.
Jeremy menatapnya kecewa. Tetapi akhirnya tersenyum tipis pada Dimas.
"Goodbye, Dim."
Dimas tersenyum. Dia berbalik dan masuk ke dalam rumah sebelum melongok lagi keluar pintu dan berkata, "Dah." Sebelum akhirnya menutup pintu dan berjalan ke kamarnya.
Dimas menghempaskan badannya ke atas kasur dan menghela nafas. Begitu banyak hal mengejutkan yang terjadi hari ini.
Dimas tersenyum ketika mengingat pertemuannya dengan Angie tadi siang. Dan akhirnya tertawa ketika mengingat Angie celingukan mencarinya di restoran tadi.
Sebelum jatuh tertidur, Dimas meraba bibirnya. Entah mengapa masih terasa Angie disini. Dia tersenyum. Untung Jeremy tak menciumnya di bibir tadi, kalau iya, ciuman Angie akan menghilang. Dimas kembali menyentuh bibirnya. Ah, enak sekali rasanya. Begini ya, rasanya jatuh cinta kembali setelah cintanya telah mati?
Dan, dia sadar, dirinya telah jatuh pada Angie. Officially.
---

KAMU SEDANG MEMBACA
Love ...or Sex?
Любовные романыKehidupan 2 orang Dimas dalam hidup Angie yang penuh gairah, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan 18+ ini, siapa yang mau?