5

11K 102 0
                                    

Sorry for typos! :)

Anissa shock. Bagaimana bisa Artha akrab dengan Dara? Sejak kapan? Gimana cara ketemunya? Pertanyaan-pertanyaan mulai muncul dari benakku.

"Ngie... Ngie... itu... dia... sama..." ucap Anissa terbata-bata. Aku berusaha menenangkannya sementara kami kembali masuk ke dalam mobil, mengikuti Dara lagi. "Iya, iya, aku udah lihat. Tenang... Kamu maunya gimana? Lanjut ngintip atau udah, mau pulang?" tanyaku lembut.

"Lanjut... aja... aku penasaran apa yang akan dilakukan bitch itu pada Artha! Kok Angie bisa gak kaget sih! Bahkan tadi Dimas udah fucked Dara up ?!" ucap Anissa, nada suaranya berubah ditengah-tengah kalimatnya menjadi ngamuk-ngamuk.

"Nis, kalo aku gak ngendaliin emosi ya pasti udah nangis-nangis dari tadi. Nah, kalo gitu kan, jadinya kita udah pulang, bukannya ngelanjutin mata-matanya. Mending tahan dulu, nanti aja hebohnya. Kita lanjutin aja. Toh Dimas gak sepenuhnya resmi punyaku." Ceramahku sambil konsentrasi menyetir.

Anissa terdiam. "Tapi kan, kalian udah tunangan? Angie juga cinta mati sama Dimas kan? Ya, harusnya Angie labrak aja mereka tadi, tampar Dara langsung depan Dimas, biar tahu Dimas kok maunya sama bitch gak perawan itu!"

"Lah, kan kamu juga udah gak perawan..." sahutku bercanda.

"Eh, hehehehe, kan beda..."

"Beda darimana? Hahahahaha..."

Kulihat Anissa nyengir saja. Aku pun menjawab pertanyaannya tadi.

"Yah, gini loh Nis, memang aku cinta Dimas, tapi aku biarin aja dulu untuk dia milih apa tujuannya sebenarnya. Toh, nanti kalo dia sadar, dia bakal balik lagi ke aku." Kubelokkan setir kekanan.

"Emang gapapa tuh, pake bekas orang?" tanya Anissa penuh arti.

"Maksud?"

"Ya, gitu. Hal pertama yang bakal dilakukan habis nikah, dan langsung pake bekas orang?"

Aku tersadar akan pertanyaannya. Wajahku pasti merah. Bukan karena pertanyaan Anissa barusan, tapi membayangkan kalau Dimas dan aku... ah, sudahlah.

"Lah, kamu juga kan?" balasku balik bercanda.

"Ku pastikan Artha gak akan pernah coba punya yang lain." Jawab Anissa ketus.

Tepat saat itu, mobil Artha memasuki sebuah restoran. Fiuh, syukurlah. Setidaknya aku tak perlu menjawab rentetan pertanyaan Anissa.

---

Kembali ke masa sekarang. Anissa masih menangis di pelukanku. Lalu, aku harus ngapain? Aku juga pengen nangis... HUHU! Help!

Kejadiannya hampir sama dengan tragedi Dimas sebelumnya. Tetapi, mereka melakukannya di tempat favorit Artha dan Anissa. Ya, toilet restoran. Bahkan di toilet yang sama dengan yang sempat Artha dan Anissa lakukan. Begitulah menurut Anissa. Juga begitulah pendapat Anissa mengapa Artha sama sekali tidak bergairah didekatnya. Ternyata, semua akibat Dara, bitch sialan itu.

"Ngie..." panggil Anissa di sela-sela isakannya. Aku berdehem, tanda mau mendengarkan.

"Anissa tau sekarang apa yang harus Anissa lakukan." Oh, well, aku juga tahu apa yang harus aku lakukan. Bahkan, sekarang juga.

---

Author's P.O.V

Dimas sedang bermalas-malasan di sofanya sambil memikirkan 'siang hebat'-nya bersama ,oh well, orang yang sama sekali bukan kekasihnya. Namun, seriously, Dara perempuan yang hebat.

Tetapi, tiba-tiba pikirannya dialihkan pada kenyataan sesungguhnya. Hei, bodoh, lalu apa gunanya kau melamar Angie?

Badannya langsung melemas. Tentu saja dia melamar perempuan itu karena dia mencintainya.

Kalau kau cinta, mengapa kau berselingkuh? Tanya akal baiknya. Aku hanya menginginkan seks, balasnya dalam hati. Angie tak mau memberikannya padaku sebelum kami menikah.

HEI Bodat, kau keterlaluan! Justru itu menandakan bahwa dia perempuan baik! Kalian mau menikah, bukannya menyucikan diri, malah lari ke perempuan lain! Laki-laki macam apa kau ini? Bagaimana kalau Angie tahu semua ini? Dimas terperanjat atas pikirannya yang tiba-tiba muncul itu. Bagaimana kalu Angie tahu? Dia bahkan tidak memikirkan soal itu.

Seolah pikirannya dicuci, dia langsung memikirkan semua efek buruknya jika Angie tahu semua ini. Kejadian terburuk: Angie akan sakit hati dan membatalkan pernikahan, apapun, semuanya.

Dia cinta Angie, dia tahu itu. Dan, Dara hanya pelampiasan seksnya. Namun, mau alasan apapun yang akan dia keluarkan pada Angie, dia tahu Angie tidak akan menerimanya.

Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Angie terpampang disana. Dimas menghela nafas. Angie selalu 'muncul' pada saat dia memikirkannya. Dimas menarik dan menghembuskan nafas beberapa kali sebelum akhirnya mengangkat telepon itu.Sayangnya, dia tidak tahu bahwa ini adalah telepon terakhir dari pacarnya.

"Halo?" Dimas menyapa.

"Dimas?"

"Hmm? Kenapa, Sayang?"

"Aku minta putus."

Dimas terperanjat. Apakah Angie tahu? "Kok gitu, Sweetheart?"

"Ya, putus aja. Aku sudah merasa tidak mencintaimu lagi dan aku tidak mau menikah dengan orang yang tidak setia. Kalau kau bingung, ingat kejadian siang tadi."

Angie tahu! Apa yang harus aku lakukan?

"Maksud kamu? Aku kan gak ngapa-ngapain tadi siang?"

"Gak ngapa-ngaain? Kau bilang seks di fitting room tadi siang bersama bitch itu 'gak ngapa-ngapain' ?"

Dimas melemas. Sudah tidak ada harapan. Dia tahu, apapun keputusan Angie dipikrkannya matang-matang, dan tidak akan ada penyesalan setelahnya. Jadi, Angie memang tidak akan mencintainya lagi.

"Angie, aku minta maaf... Toh ini semua juga karena kau tidak mau berhubungan seks denganku!" jawab Dimas mendapat akal untuk membela diri. Ya, ini semua karena Angie!

Angie di seberang sana terdiam. Dimas pun terdiam.

"Lantas... dengan begitu caramu berhubungan dengan orang lain? Hanya karena aku tak mau memberikanmu seks?"

Dimas tergagap. Oh, apa sih yang seharusnya menjadi alasan? Begitu dangkalnya otakmu, Dimas!

"Makasih atas semuanya, Dimas. Aku sudah tak mencintaimu lagi."

Telepon terputus. Entah mengapa, Dimas tak berusaha meneleponnya balik.

---

Aku menutup telepon. Menangis terisak-isak, hingga matahari pagi menjelang.

---


Love ...or Sex?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang