"Tell me, what happened upon you ? You look so... kamu beneran gak apa-apa?" Suara Dimas di telepon sana membuatku menghela nafas panjang. Yah, sejak kejadian di apartemen Dimas lima hari yang lalu, entah mengapa membuatku sedikit merasa canggung terhadapnya dan mulai menyibukkan diri terhadap tugas-tugasku kembali. Mungkin untuk melenyapkan ingatan saat itu. Setiap aku mengingatnya, pertanyaan-pertanyaan banyak muncul di benakku. Apakah kami benar-benar bercinta? Apakah dia sudah melihatku naked dan mungkin hanya mampu memakaikan baju dalamku saja? Tetapi, wajahku mulai memerah bersamaan dengan perkiraan dari jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Makanya, aku masih agak canggung bila bertemu dengan Dimas, dan, of course, membuatku menyibukkan diri dari sebelumnya.
Kudengar kembali pengulangan pertanyaan tadi dari Dimas, yang kujawab dengan helaan nafas panjang kembali. Tugasku sudah hampir selesai, dan sialnya saat aku memutuskan untuk beristirahat Dimas meneleponku dan aku tak ada alasan untuk tak menjawabnya.
"Angieee... answer mee..." suara kekanak-kanakkannya membuatku tersenyum. Yah, Dimas tadi sudah sempat ke rumahku—mendobrak kamarku, bahkan—tetapi aku mengusirnya keluar, pura-pura sibuk, dan berjanji akan meneleponnya nanti sebelum Dimas berkata apa-apa lagi. Dimas memaklumiku karena pada dasarnya dia juga sedang sibuk. Tetapi tidak bisa memaklumiku karena dia tidak tahan untuk tidak berbicara denganku, bahkan sampai lima hari lamanya.
Oh ya. Aku harus menjawab pertanyaan Dimas. Tetapi menjawab seperti apa? "Maaf aku sedang menyibukkan diri karena aku hanya takut saat kita bercinta kemarin kamu lupa memakai kondom dan aku sedang menunggu kehamilanku" bukanlah jawaban yang baik, walaupun itu jujur sekali.
Akhirnya aku memilih alasan klise.
"Sori, Sayang—"caraku supaya dapat merayu dan menenangkannya"—aku sedang sibuk. Makanya wajahku pucat seperti yang kau lihat tadi. Aku ingin istirahat sekarang. See you when I see you," asli, aku gak tahu kapan aku dapat bertemu dengannya lagi.
"Angie, kita sama sekali tidak have sex semalam. Kan kamu sendiri yang menyetopku saat aku ingin membuka bra-mu. Kamu bahkan tiba-tiba beralasan ingin tidur dan akhirnya aku juga tertidur setelah, well, menciummu lagi sampai bibirmu seperti tomat." Wajahku memerah. Dia ternyata tahu apa yang aku pikirkan, for heaven's sake! Aku bahkan tidak ingat apa-apa lagi setelah Dimas melucuti pakaian luarku dan, yeah, sampai situ saja. Kan aku sudah bilang, selainnya diluar kendaliku.
Tiba-tiba kudengar dari mulutku sendiri suara tawa yang membahana menggelegar hingga penjuru kamarku. Oke, aku melebih-lebihkan. Kamarku tidak seluas yang kau kira, tetapi setidaknya tawaku memang keras sekali. Dan aku yakin Dimas diseberang sana menatap teleponnya sendiri, heran karena aku tiba-tiba tertawa.
"Aduh... Aduh... Hahahahaha," lanjutku tertawa lagi. Aku tiba-tiba merasakan gairah hidupku kembali lagi.
"Kamu kenapa sih, Ngie? Halo?"
"Aduh... hahahaha... aku... aku hanya... pfftt... hahahahaha,"
"Hahahaha,"sahutnya ketus. "Apa sih yang lucu? Perasaan kamu tadi sudah buat aku khawatir gara-gara ngusir aku," wow, sekarang aku mesti berhenti. Tawaku sudah keterlaluan. Walaupun, astaga, aku masih tidak bisa berhenti menertawakan betapa begonya diriku. Yah, walaupun begitu, Dimas sudah memberikan sinyal siaga. Aku mesti berhenti sebelum dia bisa ngambek tujuh turunan.
"Tidaaak, aku cuma ketawa karena... ya ampun, pokoknya karena aku merasa diriku bego, that's it," susah untuk menjelaskannya ketika kau hanya merasakan hal itu sendirian, dude, trust me.
"Kamu kan sama sekali gak bego, babe, aku tahu itu."aku tersenyum mendengar panggilannya. "Eh, kamu memang bego, deh,"senyum yang langsung berubah menjadi kernyitan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Love ...or Sex?
RomanceKehidupan 2 orang Dimas dalam hidup Angie yang penuh gairah, hawa nafsu, dan segala sesuatu yang berhubungan dengan 18+ ini, siapa yang mau?