[Sembilan Belas]

485 69 9
                                    

Aku lagi baik hati nih, mangkanya cepet update.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Selamat membaca, 😊😊

***

Perut Ega hampir kram karna terlalu lama menahan suara tawanya agar tak menyembur saat itu juga, lain lagi dengan Jovan yang sudah menyemburkan tawanya sesaat setelah Yudha keluar dari rumahnya sembari memakai daster sesuai permintaan sahabatnya itu. Yudha sebenarnya sudah kesal setengah mati, karna orang yang sudah membuatnya seperti itu malah terlihat biasa-biasa saja, nyaris tanpa ekspresi.

"Ra, udahan yah. Nanti kalau nyokap gue lihat, bisa kena serangan jantung." Yudha memohon dengan muka memelas pada Yhara.

"Kamu cantik kalau dandan kayak gitu sayang." Ega menggoda sang kekasih, membuat Yudha bertambah nelangsa.

"Maaf ya Yud." Ringia Yhara.

Akhirnya Yhara bersuara juga setelah terdiam cukup lama. Ia merasa kasian juga, namun tidak ingin cepat menghentikannya.

Yudha mengangguk pasrah kemudian berjalan, masuk ke dalam rumahnya untuk berganti baju dengan langkah lunglai.

"Ra, gue harap besok giliran Jovan yang jadi korban. Dan kalau itu terjadi, elo jangan lupa hubungi gue." Kata Ega antusias sembari mengedip nakal pada Yhara.

Jovan bergidik ngeri membayangkan jika yang dikatakan Ega terjadi beneran terhadapnya.

"Kita lihat aja nanti Ga." Balas Yhara dengan senyum culasnya. Lalu keduanya mulai mengobrol ala-ala cewek yang sama sekali tidak melibatkan Jovan di dalamnya.

Jovan tentu saja langsung cemberut karena merasa di hiraukan.

***

"Papa gimana kabarnya?"

Hari ini, Yhara mengunjungi kediaman keluarganya. Bukan karna kangen, tapi karna semalam papanya menelpon dan memintanya untuk bertandang ke rumahnya. Yhara tidak punya alasan untuk menolak, jadi pagi-pagi ia sudah bersiap-siap karna Jovan hanya bisa mengantarnya, tidak bisa menemani Yhara disana, karna ada jadwal kuliah.

Setelah memastikan semua perlengkapan Yhara tidak ada yang ketinggalan, Jovan pun langsung berangkat. Calon papa muda yang sigap, puji Yhara dalam hati.

"Sudah lebih baik." Jawab sang papa, membuyarkan lamunan Yhara tentang Jovan.

"Syukurlah kalau gitu." Balas Yhara tak menyembunyikan kelegaannya.

Papanya hanya mengangguk, lalu tiba-tiba tatapannya mengarah pada perut rata Yhara, seakan mengerti maksud dari tatapan papanya, Yhara berniat memberitahukannya langsung.

"Yhara hamil pa. Papa mungkin udah tahu itu. Tapi Yhara pengen papa denger langsung dari Yhara." Ujar Yhara berusaha tersenyum di balik tatapan sendunya.

Sang papa tahu, meskipun Yhara tersenyum ada banyak luka yang ia simpan, dan beliau merasa semua ini karna kesalahannya. Ia sudah membuat putrinya berada dalam keterpurukan. Tanpa beliau sadari, air matanya pun jatuh.

"Kenapa papa nangis? Papa nggak senang mau dapat cucu dari Yhara?" Tanya Yhara heran, ia salah mengartikan respon sang papa.

Papanya menggeleng dengan tegas, lalu meraih Yhara dalam pelukannya. "Tidak Ra, papa justru sangat senang. Papa nangis bukan karna itu, tapi papa merasa bersalah sama kamu. Kamu pasti tertekan ya nak?"

Yhara langsung menangkap kemana arah pembicaraan sang papa. Maka buru-buru ia menyela.

"Jangan bahas itu lagi pa, bukannya kita udah sepakat untuk melupakanmya. Dan soal kehamilan Yhara, papa nggak perlu khawatir, karna Yhara dan Jovan akan selalu menjaganya." Terselip nada sindiran dalam kalimat Yhara, dan papanya mengerti dan merasa tertohok sekaligus.

Cherish [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang