Peduli?

1.3K 69 1
                                    

   Bel pulang sekolah berbunyi, diliriknya Alif yang masih mengejerkan soal Fisika yang seharusnya menjadi PR dirumah.

  "Lif, itu kan PR kok lo kerjain di sini?" Lea memakai tasnya bersiap untuk pulang. "Kalau PR udah selesai, gua bisa tidur lebih awal" Jelas Alif menutup bukunya. "Udah?" Lea heran. "Sebenarnya udah dari tadi" Alif tersenyum.

  "Kalau gitu gua duluan yah" Lea menepuk pundak Alif. Pria itu hanya menganggukan kepalanya mengiyakan.

  Silvia, sahabatnya itu menolak masuk karena sakit mata. Dia menangis semalaman dan matanya membengkak dia juga menolak di suruh tidur. Silvia meminjam kaset drama korea terbaru miliknya. Uncontrollably Found.

  "SMK Bintang Jaya udah ngepung wilayah timur!"

  "Denger-denger gak jauh dari sekolahan kita kan?"

  "Ngeri anjirr, mereka gak ada kata AMPUN"

  Lea tidak mengerti apa maksud permbicaraan seluruh siswa yang dia lewati sepanjang koridor.

  Saat dia sampai di gerbang sekolah, dia melihat motor sport hitam, yang di kendarai oleh seseorang yang di kenalnya.

  Kak Bian?...

  Motor itu berlalu dengan kecepatan penuh. Suara Knalpotnya saja masih terdengar walau sudah tak terlihat lagi.

  Dia harus mencari buku tentang Biografi penemu Sains di toko buku. Sebenarnya ada sih toko buku yang dekat dengan sekolahnya, tapi itu toko buku emperan.

  "Coba gua kesana aja kali yah"

♡♡♡

   Langkah kakinya terhenti saat ini juga. Seluruh tubuhnya menjadi lemas tak berdaya. Rasanya dia ingin menangis dan berteriak.

  Abian, pria itu berkelahi satu banding ratusan siswa yang mengerubunginya.

  Jangan bilang ini...Tawuran!

  "Woi jangan lari lo!"

  Lea membulatkan matanya saat teriakan dari seorang pria memakai baju seragam putih Abu-Abu, wajahnya tertutup dengan kain, tanganya membawa satu gir motor.

  Apapun yang terjadi, dia harus lari sekencang mungkin, meninggalkan tempat ini. Sebelum dia mati konyol di sini.

  Lea berlari secepat mungkin, dan di belakangnya, sekerumun siswa mengejarnya dengan wajah menakutkan sekali. Lea menangis kecil sambil berlari.

  Bugh....

  Tubuhnya terjatuh menghantam aspal jalan, sepatu kananya, menginjak tali sepatu kirinya yang terlepas.

  Lari... lari...lari...!

  Saat dia bangkit untuk berdiri, satu tangan kekar meraih tanganya dan membantunya berdiri.

  "Kak Bian..." Lea tercekat saat wajah Bian sudah babak belur. Bibirnya berdarah wajahnya penuh memar.

  Tanpa banyak bicara lagi, Abian mengenggam tangan Lea, menarik tanganya untuk lari secepat mungkin karena kerumunan siswa SMK BINTANG JAYA mengincar mereka berdua saat ini.

  Hanya ada mereka berdua yang ada disini. Dan mereka hanya bisa berlari menjauh secepat mungkin.

  "Kak! kita mau kemana?" Lea menoleh kebelakang. Abian masih berusaha untuk berlari secepat mungkin.

Silent FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang