Nothing

1.1K 62 3
                                    

   Cahaya matahari pagi,menusuk masuk kedalam matanya yang masih ingin tidur dengan nyenyak. Dia terlalu takut untuk membuka matanya.

  "Lea..." Silvia mengelus punggung telapak tangan  Lea yang masih di infuse. Akhirnya pagi ini Sahabatnya itu bisa bangun juga.

  "Silvi?" Lea mengerjapkan matanya berulang kali. Sebenarnya dia sudah sadar sejak malam tadi. Saat dia mendengar pertengkaran kecil dari dua pria yang wajahnya tidak jelas di matanya.

   "Leaaaaaa gua kangeeeeeeenn" Silvia menangis sambil memeluk Lea dengan erat. "Eh Silvi! itu si Lea punggungnya patah, kok malah lo peluk sih?" Diah memarahi Silvia. "Ohhh iya" Silvia sedikit menjauh.

  "Kok kalian disini?" Lea memperhatikan ada Diah,Cika,dan ada suprise... Ada Alif Ramadhan si pria paling sibuk di dunia ini!.

  "Lo gak seneng gua kesini? Ya Allah, mending tadi gua baca buku dari pada liat muka lo" Alif berdecak pinggang. "Bukan gitu lif, tapikan lo jarang pergi-pergian" Lea tertawa pelan. Tubuhnya masih sangat sakit.

  "Tenang aja Lea,nanti gua bakal pergi kok ke Acara pemakaman lo,sama tujuh harian lo,empat puluh harian lo,seribu harian lo. Gua bakal doain lo tiap hari dimakam lo dengan yasinan"

   Sontak Silvia,Diah,Cika tertawa sejadinya. "Kampret Alif" Lea memutar matanya menatap Alif.

   "Assalammuaalaikum"

  Semua orang yang ada di ruangan ini menoleh kearah pintu yang terbuka. Dan itulah Muhammad Afran R dan Gilang Ardhiansyah.

  Ck... emang tugasnya anggota OSIS tuh apa sih?
masih sempet aja kesini...

  "Waalaikumsallam" Balas keempat orang ini dan Lea bersamaan.

  "Kak Gilang..." Sapa Diah tersenyum manis. "Iya de" Gilang tersenyum lagi. Menampilkan lesung pipi dan gigi gingsulnya. Lea suka itu, membuat hati sedikit lebih tenang.

  "Lo kok bisa sampe sana sih Ir?" Afran berdiri di samping ranjang Lea berbaring.

  Kenapa sih manggil gua Irvi?

  "Gua tadinya mau beli buku di toko buku emperan deket sekolah. Gua gak tau kalau ada tawuran disana, ya gua kejebak" Jelas Lea menatap lurus kearah langit-langit. Dia memikirkan bagaimana kondisi Abian.

  "Lo masih bisa lolos ya dari tawuran itu. Lo hebat" Puji Gilang bertepuk tangan. "Kalau gak ada kak Bian, gua gak bakal selamat kak" Jelas Lea lagi.

  Krik...krik...krik...

  "Maksud lo Abian Bintang?" Gilang menaikan alis hitam tebalnya. "Iya" Lea tersenyum lemah.

  Abian? nolongin dia?...

  "Kalian kok bisa kesini? kalian gak rapat?" Lea menoleh kearah Afran dan Gilang bergantian. "Kata Afran, sempatkan waktu untuk pujaan hati" Gilang tertawa sambil menaikan kedua alisnya.

  "Hah?" Semua tak mengerti maksud Gilang. "Dasar Gila" Afran memutar matanya. Lea hanya tersenyum tipis.

  "Habis ini kita juga mau ke sekolah lagi, masih ada rapat Promnight" Afran tersenyum kearah Lea. "Oh" Lea mengiyakan.

   "Yaudah Le, lo cepet sembuh. Terus lo kesekolah Afran rese kalau kangen" Gilang berlari terlebih dahulu sebelum Afran membunuhnya.

  "Makasih kak" Lea tertawa susah payah rasa sakit di seluruh tubuhnya. "Gua pamit ya" Afran mengelus tangan Lea yang di infuse. Lea tak berkedip sama sekali.

  "I-ya kak" Lea tersenyum kikuk. "Cepet sembuh ya" Afran mengelus rambut Lea. Lea mengangguk sambil tersenyum kaku.

  Setelah itu Afran benar-benar pergi. Menyisakan kehancuran di hati Diah dan Cika yang meregang nyawa melihatnya.

   Hufftttt....

   "Lea... kak Afran bener-bener suka sama lo" Silvia berdiri sambil menepuk pundak Lea. Perempuan itu masih tertidur lemah di ranjangnya.

   "Hmmpphhh" Lea memejamkan matanya. Menikmati nyamanya kasur yang di tidurinya saat ini.

  "Lea,kita pamit dulu yah" Diah,Cika,Alif berdiri di dekatnya. "Yahhh sepi dong! lo juga sil?" Lea merengek menolak. "Bentar... gua cuma nganter mereka sampe rumahnya" Jawab Silvia.

   "Byeee Singa cantikk" Silvia menutup pintu ruanganya. "Hmmm" Lea tersenyum masam.

  Ibunya,Lina harus meninggalkanya karena kursus Menjahitnya yang tidak bisa di tinggal.

   "Kak Bian... kondisinya gimana yah?"

   Clek...

  "Hai singa cantik"

  Lea membuka matanya saat suara itu menembus gendang telinganya. Demi apapun dia tidak mau mendengar atau melihat wajahnya.

   "Lo ngapain di sini?" Lea meringis kesakitan saat berusaha untuk berteriak. Karena luka sobek di bibirnya. "Ck! gua gak bakal nyulik lo. Tenang aja lagi" Leo duduk di kursi tepat di samping ranjang Lea.

  "Lo pergi aja deh. Gua gak mau liat muka lo" Lea menutup wajahnya dengan selimut putih yang menutupi tubuhnya.

  "Hmm...takut jatuh cinta ya sama gua?" Leo tertawa puas. "Lo bilang apa?!" Lea menghentakan selimutnya dengan kesal.

  "Gak papa kok suka sama gua" Leo bertopang dagu memperhatikan Lea. "Lo ngomong apasih? Asal lo tau aja, gua lebih baik jomblo dari pada suka sama cowo sok ganteng,gak punya perasaan, gak tau diri kayak lo" Cerocos Lea dengan perlahan.

  "Gua gak akan playboy kok, kalau lo mau sama gua" Leo tersenyum manis. "Hahaha lo ngomong apasih?" Lea memutar matanya.

  Kelinci playboy ini, kenapa nyangkol disini coba?

  "Thanks udah nolongin kakak gua" Leo mengelus rambut Lea. Lea menepis pelan tangan Leo dari rambutnya. "Jangan sentuh gua" Tegas Lea tajam. Leo hanya tersenyum.

  "Kak Bian mana?" Lea nenatap Leo. Menunggu jawaban. Leo hanya mengerutkan dahinya saat dia mendengarkan Lea memanggil Abian dengan Bian?.

  "Lo kenal sama Bian sejak kapan?" Leo menatap Lea lekat-lekat. "Pas MOS" Lea menjawab ketus.
"Jangan panggil nama dia Bian. Namanya Abian" Jelas Leo tersenyum lagi. "Dia aja gak keberatan di panggil Bian" Sergah Lea makin judes.

  "Jangan judes-judes dong, nanti makin suka nih" Leo memulai jurusnya. "Ck! kalau lo ngomong gak jelas lagi, mending lo keluar deh. Gua muak liat muka sok kecakepan lo" Tukas Lea geram.

  "Gua beneran suka" Ucap Leo dengan wajah tulus. "Cowo playboy macam lo itu gak bisa di percaya. Cewe bego aja yang mau sama lo" Tukas Lea menatap Leo tajam.

  "Playboy juga punya perasaan kali. Berarti lo juga bego dong?" Leo menaikan alisnya. "Kok gua?" Lea tak terima. "Ya lo kan suka sama gua" Leo tersenyum lepas.

  Demi kerang ajaib... hilangkan lah manusia ini

  "Waahh ada temen Lea toh"

  Lina membuka pintu ruangan Lea. Lea bersyukur pada Tuhan karena mengirim ibunya ke sini. Sebelum dia mati karena muak mendengar rayuan receh dari Singa Belang ini.

  "Iya, saya bukan temenya tante" Leo menyalim tangan Lina. "Wahhh siapanya?" Lina bersemangat.

   Don't sayy pleaseee...

  "Saya pacarnya anak tante" Leo tersenyum manis. "Waaahh kok Lea gak pernah bilang?" Lina melirik kearah Lea. "Maksud saya, saya lagi usaha tante" Sergah Leo lagi.

   "Ibu jangan percaya apapun kata dia deh" Tukas Lea memijit pelipisnya yang terasa sakit. "Nama kamu siapa?" Tanya Lina menyuruh Leo duduk di soffa.

   "Saya Leo" Jawab Leo. "Samaan namanya" Lina tertawa meledek. "Di Copas bu" Lea menutup wajahnya dengan selimut.

  "Pacar dateng kok marah-marah sih Lea?" Lina menggoda Lea. "Ibuuu,dia bukan pacar aku" Jelas Lea dalam selimut. Leo hanya tertawa.

  Dalam hatinya hanya ada perasaan...

  Nothing

♡♡♡

  

Silent FeelingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang