Rafa Adinaksa. Lelaki bertubuh atletis dengan tampang yang pasti digilai seluruh siswa di sekolah. Nada mengenal sosok itu ketika ia duduk di bangku kelas 11.
Saat itu, Nada dan Rafa duduk berdepan belakangan. Shinta, teman sebangku Nada, membuka pembicaraan pertama kali kepada Rafa dan teman sebangkunya, Gilang.
Sejak itu, mereka ber-empat berteman baik. Klise memang. Keadaan hanya menyisakan Nada dan Rafa yang kian mendekat. Shinta harus pindah ke luar kota di bulan kedua kami dekat. Sementara Gilang makin sibuk dengan kegiatan OSIS-nya.
"Lang, anter gue ke toko buku, ya."
"Minta anter sama Rafa aja."
"Kalo sama lo 'kan searah, Lang."
"Gue ada rapat, Nad." balas Gilang merapihkan buku-bukunya.
"Udah-udah. Nad, lo balik sama gue aja." lerai Rafa.
Gilang dan Rafa. Dua orang yang berbeda dengan kepribadian yang berbeda pula. Jika Gilang diam, maka Rafa adalah anak yang petakilan. Tapi keduanya berhasil menjaga mood Nada dengan caranya masing-masing.
"Jangan bete terus, ah. Ga enak liatnya. Lagian 'kan ada gue yang mau nganterin lo." ingat Rafa.
"Denada Daranika, nanti gue beliin es krim, deh." Rafa berhenti tepat di hadapan Nada dengan wajah memelas.
Nada hanya menahan senyum saat itu. Sejak inilah, Nada menyukai semua hal yang Rafa lakukan untuk membuatnya tetap tersenyum.
"Serius?"
Rafa mengangguk menampilkan senyum simpulnya.
Hari itu, hari dimana Nada menaruh hati kepada Rafa Adinaksa. Menaruh hati kepada busur yang menusuk hatinya dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Short Story[COMPLETED] Semesta punya rencana. Begitu pula Nada yang memiliki puluhan cara untuk menghabiskan waktu-waktu untuk menorehkan memori menyakitkan di otaknya. Jika ia selalu berusaha membuat Nada tersenyum dengan caranya, Nada ingin waktu berhenti. ...