Denada Daranika. Cewek dengan rambut pendek sebahu membingkai wajahnya. Sejak hari pertama Rafa berkenalan dengan Nada, Rafa merasa ada yang berbeda dengan cewek berdarah Jawa itu.
"Senyum-senyum aja, lo." Gilang merusak suasana.
"Ah, lo, mah."
"Mikir apa, sih, lo?" Gilang bertanya.
"Tumben gue liat lo mikir, Raf." lanjut Gilang.
"Sialan, lo."
"Kalo gue suka sama Nada gimana, Lang?"
Gilang yang sedang meneguk botol minuman kemasannya tersedak, membuat seragam putih bersihnya berwarna.
"Ga usah lebay, gitu, Lang."
"Selama hampir 17 tahun kenal sama lo, gue ga pernah denger lo suka sama cewek secara langsung. Lo serius?"
"Ga tau. Gue bingung. Gue ngerasa seneng kalo bikin Nada seneng. Tapi senengnya tuh sama kalo bikin nyokap gue seneng."
"Alay, lo! Sumpah. Lo mau keluar dari zona nyaman lo, Raf?" Gilang menatap Rafa dengan serius.
"Gue belum mau ngambil langkah."
"Sikat, Raf. Setahu gue, Nada anaknya cuek, tapi dia mudah deket sama siapapun."
"Tapi gue takut, Lang."
Pikiran itu kembali menggerogoti isi kepala Rafa.
"Sebagai sepupu yang baik, kalo lo bisa bahagia, gue dukung ko."
Ah, Gilang tak mengerti.
"Tapi gue ragu bikin Nada sakit di akhir, Lang."
"Jalanin dulu aja, Raf."
"Gue ga mau bikin Nada bahagia di awal, tapi sakit di akhir. Gue pengen liat dia senyum tiap hari."
Gilang diam.
"Seserius itu lo sama Nada?"
"Pertama kali, Lang. Gue nemu cewek yang lebih dari Mbak Adin."
Bel pergantian jam berbunyi.
"Keputusan ada di tangan lo, Raf. Tapi jangan buru-buru."
Sejak hari itu, Rafa memikirkan gimana cara agar bisa selalu dekat dengan Nada untuk melihat senyumnya yang harus Rafa jaga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Short Story[COMPLETED] Semesta punya rencana. Begitu pula Nada yang memiliki puluhan cara untuk menghabiskan waktu-waktu untuk menorehkan memori menyakitkan di otaknya. Jika ia selalu berusaha membuat Nada tersenyum dengan caranya, Nada ingin waktu berhenti. ...