Nada panik. Ia berlarian di lorong rumah sakit dengan Gilang dan Fara yang ikut mengejarnya.
Jam masih menujukkan pukul 9 pagi. Dan ini adalah hari sekolah. Begitu mendapat kabar dari Heni, Nada langsung membawa kedua temannya keluar dari sekolah. Masa bodo dengan guru piket.
Nada mengatur napasnya saat sampai di depan pintu. Dari kaca, ia bisa melihat Rafa terbaring di situ. Ia rindu Rafa yang bermain basket hingga lupa waktu.
"Assalamu'alaikum. Rafa kenapa, Tante?" tanya Nada.
"Tadi dia sempat sesak napas karena paru-parunya tenggelam. Dia bandel, suka lupa sama jadwal cuci darah." jawab Heni.
"Gimana? Udah baikkan?" tanya Nada kepada Rafa yang masih dibantu alat napas.
Rafa hanya tersenyum.
Sungguh, Nada tidak mau melihat Rafa seperti ini. Sudah cukup ia waktu itu pingsan saat mengantar Rafa cuci darah untuk yang pertama kalinya.
"Tante tinggal dulu, ya. Kalo ada apa-apa hubungin Tante aja." Heni pamit keluar ruangan.
"Kita batalin aja, ya, acara minggu depan?" tanya Nada.
Rafa menggeleng.
"Iya, Raf. Kita batalin aja, ya. Kondisi lo belum baik buat pergi-pergi lagi." tambah Gilang.
"Gue baik-baik aja." ucap Rafa.
Nada menenggelamkan wajahnya di ranjang Rafa dan menggenggam tangan Rafa. Erat.
"Jangan kayak gini lagi, ya. Gue takut." ucap Nada lirih.
Rafa mengangguk dan menampilkan senyum terbaiknya.
Senyum yang dirindukan Nada saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Untitled Memories
Short Story[COMPLETED] Semesta punya rencana. Begitu pula Nada yang memiliki puluhan cara untuk menghabiskan waktu-waktu untuk menorehkan memori menyakitkan di otaknya. Jika ia selalu berusaha membuat Nada tersenyum dengan caranya, Nada ingin waktu berhenti. ...