"Vi, Pak Vano belum kembali dari Indonesia ya?" tanya Marcel pada Vivi, teman Marcel. Vivi yang sedang memainkan ponselnya pun hanya menggeleng pelan.
Marcel tekekeh geli melihat tingkah temannya yang satu ini, ia pun segera mencubit pipi Vivi.
"Aduuuh! Apaan sih Cel? Ganggu aja gue lagi main game!" ujarnya. Vivi pun menatap Marcel dan nampak berpikir, "Lo suka sama Pak Vano ya Cel?! Hayo ngaku!" tebaknya.
Marcel pun mengacak rambut Vivi, "Hahaaa menurut lo aja. Gue sukanya sama cewe kali. Bukannya lo yang suka sama dia ya Vi?"
Hayo jebakan makan tuan! Batin Marcel.
Vivi pun menyembunyikan wajah merah meronanya dan bergegas pergi meninggalkan Marcel sendiri.
••••••
5 hari di Indonesia membuat pikiran Vano makin tak karuan. Di dalam otaknya telah hidup bayang-bayang kenangannya bersama Isel. Seperti ada sesuatu yang hilang dan hampa saat menginjakkan kaki di beberapa tempat dimana dulu ia pernah bersama Isel ke tempat itu.
Dan hari ini, Vano akan bertolak ke Melbourne karena telah menyelesaikan semua tugasnya. Vano masih terbayang foto yang dikirimkan Junio tempo hari.
Isel bersama seorang laki-laki.
Tujuan Isel pun tidak diketahui oleh Vano, yang Vano ingin tahu, siapakah orang itu? Mungkinkah dia kekasih Isel? Hmm... atau bahkan...?
Vano menggelengkan kepalanya. Ia hanya harus memikirkan apa yang akan ia katakan jika sewaktu-waktu ia bertemu dengan Isel.
Setelah kurang lebih 6 - 7 jam, kini Vano telah kembali ke negara yang bersimbolkan Opera House tersebut. Vano pun langsung mengikuti kata hatinya untuk pergi menuju Cafe yang berada di dekat kantornya.
Ia telah merencanakan pertemuannya dengan Junio setelah beberapa hari disibukkan dengan segudang aktivitas di Indonesia. Jakarta khususnya. Tepatnya, Vano ingin mendengar secara langsung cerita pertemuan antara Junio dan Isel bersama lelaki yang Vano tidak ketahui identitasnya.
"Ceritain gimana pas ketemu Isel" cecarnya saat Junio baru saja duduk di depannya. "Santai dong bro, tanya dulu apa kabar Junio sayang? atau ini oleh - oleh untuk Junio sahabatku tercinta" ujar Junio seraya menyunggingkan sedikit senyum diujung bibirnya.
"Ah! Baru beberapa hari gue tinggal kenapa lo jadi bawel gini sih? Kalo ga cerita, gue diemin lo selama 2 minggu nih!" Ancamnya sambil menyodorkan sebuah garpu di depan wajah Junio.
"Iya iya gue cerita! Jadi pas hari itu, gue tadinya berniat minum kopi aja sambil ngerjain sesuatu. Eh tiba-tiba gue liat ada Isel sama cowo. Dia itu kayaknya akrab banget sama Isel sampai kayak pacaran sih kata gue" tutur Junio. Mimik wajah Vano pun langsung berubah total, ia langsung memalingkan pandangannya dari Junio ke arah jalanan. "Eits! Jangan patah semangat gitu dong bro, kan gue bilang 'kayak pacaran' bukan 'pasti pacaran'. Perjuangin dia Van, perjuangin apa yang seharusnya lo perjuangin" ujar Junio sambil menepuk bahu Vano.Vano pun kembali bertanya pada Junio, "Lo ga kenal siapa cowonya?". Junio pun mengerutkan dahinya, "Kenal kok. Dia Marcel yang sekantor sama kita. Bawahan lo tepatnya" ujarnya.
"Kenapa lo ga bilang dari tadi sih Jun? Kan gue bisa langsung tanya ke dia. Ah lo selalu bikin darah tinggi gue naik!" cecar Vano. "Waduh! Ancaman bapak mengerikan! Tapi kalo lo darah tinggi jadi jelek kali ya? Gak ganteng lagi? Hmm boleh juga tuh biar Isel sama gue aja!" jawab Junio meledek.
KAMU SEDANG MEMBACA
V A N O
Teen FictionPelangi tak selalu bermakna indah. Angin tak selalu membawa kedamaian. Namun dirimu, melukiskan keindahan dan membuat kedamaian. Didekatmu aku bahagia, Iselku.