TIDAK TERDUGA

14 4 0
                                    

Penat menggelayuti tubuh Vano. Ia merasa sangat lelah akibat ujian sekolah yang diadakan di sekolahnya.
Hingga saat sampai di rumahnya, Vano langsung berniat untuk istirahat.

Namun saat melewati kamar kedua orangtuanya, ia mendengar isak tangis sang mama, "terus anak-anak gimana pah? mama ga mau mereka kesulitan dalam pendidikan"

Vano pun menyeritkan dahinya. Lalu ia mendengar papanya, "aku masih punya sisa tabungan ma. tapi tabunganku gak akan cukup kalau mereka sekolah di indonesia"

Vano tersenyum miring, ia tahu kemana arah pembicaraan kedua orangtuanya. Ia pun memutuskan untuk merebahkan tubuhnya di kasur king sizenya.

Kalo gue benar-benar pindah, gimana hubungan gue sama Isel? Apa dia tetap mau jadi pacar gue?

"Aaahhh!" teriak Vano seraya mengacak-acak rambutnya.

Saat makan malam pun tiba. Di meja makan, keluarga ini tidak membicarakan apa pun. Namun semuanya berubah ketika Tio mengucapkan.. "Abis ini papa mau bicara ya sama kalian"

Mendadak Vina menoleh pada Vano dan Vano pun hanya mengangkat bahunya.

"Perusahaan papa bankrut nak" ujar sang mama menahan tangis.

"Papa dan mama udah putuskan, Vano akan kuliah di Melbourne. Vina juga akan melanjutkan sekolah disana" tegas Tio.

Vina pun menyahuti, "Kenapa jauh banget sih pa? Kenapa ga di Indonesia aja? Vina bisa kok cari beasiswa!"

"Gak bisa sayang. Papa sudah akan jual semua aset papa yang tersisa disini dan akan memulainya lagi di Melbourne. Toh disana juga ada Tante Dinda jadi papa bisa sedikit minta bantuannya" jelas Tio panjang lebar.

"Vano? Gimana nak? Kenapa kamu diam saja?" tanya Lina sambil merengkuh putranya.

Vano pun mengambil nafas panjangnya, "Aku ikut aja rencana papa sama mama". Lalu ia berlalu menuju ke kamarnya.

Ia segera membuka grup yang berisikan ketiga sahabatnya,

Devano : Cuy gue bingung nih

Arta : Bingung kenapa?

Junio : Kenapasih sayang?

Devano : Perusahaan punya bokap gue bankrut dan renacanya gue akan pindah ke Melbourne

Boby : Loh terus lo sama Isel gimana dong, Van?

Devano : Nah itu dia yang gue pikirin

Junio : Jelasin aja pelan-pelan

Arta : Lo pengennya lanjut apa udahan, Van?

Devano : Gue pengennya lanjut tapi gue takut dia ga bisa ngertiin gue

Junio : Yaudah, cari waktu yang pas aja bro. Nanti kita juga bantu jelasin

Arta : Yaudah, cari waktu yang pas aja bro. Nanti kita juga bantu jelasin (2)

Boby : Yaudah, cari waktu yang pas aja bro. Nanti kita juga bantu jelasin (999+)

Devano : Oke. Thanks ya

Vano pun beralih menuju balkon kamarnya. Ditemani segelas teh dan beberapa biskuit, Vano memikirkan nasib hubungannya.

Baru saja Isel pindah ke Jakarta. Masa sekarang saya yang harus pindah?

Tanpa berpikir panjang, Vano bangkit dari kegalauannya dan pergi menuju ke kamar adiknya.

tok..tok..tok..

"Dek, abang mau curhat dong"

Adiknya langsung melepas earpodsnya dan duduk di pojokan kasurnya, "Tumbenan bang"

"Menurut kamu, hubungan abang sama Isel gimana ya?" tanya Vano

"Harus banget ya abang nanya ginian sama Vina?" ledek adiknya itu.

"Eh abang serius. Kamu kan udah sering pacaran. Nah abang kan baru kali ini"

"Ya sebenernya abang tinggal jujur aja sama Kak Isel. Tapi kalo Vina jadi Kak Isel sih Vina bakal pertahanin hubungannya soalnya kan emang saling sayang. Tapi ya semua keputusan ada sama abang dan Kak Isel. Abang juga kalo LDR harus setia jangan ngelirik-lirik yang lain. Intinya, harus ada komitmen dari dua-duanya. Vina yakin, abang juga ga mau pisah kan sama Kak Isel. Iya kan?"

Vano mengambil nafas panjang mendengar penjelasan adiknya itu. Benar apa yang dikatakan adik dan teman-temannya, Vano hanya perlu mencari waktu yang pas dan ia akan mengatakan sejujurnya pada Isel.

•••••

Di rumah, Isel sedang membuat cupcake ditemani oleh Tiana dan Bi Inah—asisten rumah tangga Keluarga Prawiradirdja—di tengah kesibukan Tiana.

Isel sangat senang memasak, apalagi membuat kue. Bukan hal asing baginya, karena Tiana pun memiliki hobi yang sama dengan putri semata wayangnya itu.

Dibantu Bi Inah, Isel mulai menyiapkan semua bahan dan alat yang akan digunakan, mulai dari tepung, bubuk cokelat, susu, telur, gula, cetakan cupcake dan peralatan lainnya. Isel pun meminta Bi Inah untuk mentakar beberapa bahan yang akan dicampurkan olehnya.

Tiana hanya bertugas mengamati dan memanggang cupcake buatan putrinya. Sebenarnya, Isel bisa saja membuat cupcakenya sendiri, namun Tiana masih ragu dalam hal pemanggangan. 1 jam berlalu, kini cupcake buatan Isel dan bundanya itu sudah siap disajikan. Aroma harum pun tercium oleh Johan yang baru saja tiba dari kantornya.

Johan pun langsung menghampiri anak dan istrinya di dapur rumah mereka, "Assalamualaikum, wah pada bikin kue ya? Ayah mau cobain dong"

Ketiganya menikmati cupcake buatan Isel dan teh buatan Tiana di halaman belakang yang menghadap ke kolam renang. Walaupun Isel adalah anak tunggal, namun kedua orangtuanya selalu memiliki waktu lebih untuknya.

"Sel, 2 minggu lagi kamu ujian nasional ya?" tanya Johan pada putrinya.

Isel yang sedang mengunyah cupcakenya pun hanya senyum dan menganggukkan kepala pada ayahnya. "Terus rencananya kamu mau kuliah dimana sel?" tanya sang ibunda.

Isel pun menjawabnya, "Hmm.. Isel pengen kuliah jurusan komunikasi atau ekonomi tapi masih bingung dimana"

Johan pun menganggukkan kepalanya seraya mengatakan, "Yaudah kalo gitu, nanti coba ayah carikan ya sayang. Sekarang kamu sholat dulu gih abis itu kita makan malam"

"Siap ayah! Bye bunda" Isel mengacungkan jempolnya lalu mengecup singkat pipi ayah dan bundanya lalu ia bergegas ke kamarnya.

V A N OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang