PERPISAHAN

11 2 0
                                    

Ujian nasional akan segera berakhir, itu tandanya Isel dan Vano harus terpisah oleh samudera yang membentang.

1 minggu setelah ujian berlangsung, Tio akan memboyong keluarganya ke Melbourne, Australia.

Vano pun tetap pada pendiriannya, ia akan tetap mempertahankan hubungannya dengan sang kekasih. Sebab Vano yakin, bila memang Isel adalah jodohnya, seberat apapun jarak membentang, keduanya akan dipersatukan kembali.

Saat ini, seluruh kelas 12 telah menyelesaikan Ujian Nasional. Mereka pun tengah berfoto di dalam sekolah seraya berpelukan melakukan pelepasan. Isel yang tengah berpelukan bersama ketiga sahabatnya pun menangis, "Cepet banget ya kelas 12, ga terasa sekarang kita udah harus pisah". Susan pun tak kalah sedih dengan sahabatnya, "Iya ya...! Gue bakal kangen kalian sahabat-sahabat sma yang bikin gue selalu ketawa!" . Kara menganggukkan kepalanya dan mengeratkan pelukannya. Monia pun begitu.

Puas berpelukan, Arta sedari tadi telah memperhatikan sahabat Isel—Monia— yang mengepang rambutnya dan memakai bandana ungu. Arta pun menggandeng Monia ke tengah lapangan di sekolahnya.

"Ta, lo ngapain bawa gue kesini? Lo mau bikin gue malu ap--" cerocos Monia yang kemudian Arta berlutut di hadapannya.

"Mon, gue tau ini telat. Tapi gue mau bilang sama lo, kalo gue sayang sama lo dari awal kita ketemu. Ya gue ga tau sih lo suka juga sama gue atau nggak, tapi intinya..... Lo mau ga jadi pacar gue?" Arta kemudian memberikan setangkai mawar merah berpita putih tersebut. Monia tak menyangka, Arta yang biasa menjahilinya kini berubah manis padanya. Monia pun tak kuasa membendung air matanya.

Dalam hitungan beberapa detik, Monia menganggukkan kepalanya dan membantu Arta berdiri. Lalu Arta membawa Monia kedalam pelukannya.

Sahabat-sahabat mereka pun bahagia melihat pasangan yang mereka anggap malu malu kucing tersebut. Entah mengapa, pandangan Isel bertemu dengan mata cokelat Vano. Vano pun memberi senyuman padanya.

Dengan inisiatifnya, Isel mengajak Vano ke taman sekolah. Mereka pun memilih untuk duduk di salah satu bangku yang ada di taman tersebut.

"Sel, minggu depan aku bakal pindah ke Melbourne. Aku pengennya hubungan kita tetap kayak gini nantinya. Kalo menurut kamu gimana?" Vano menggenggam tangan Isel penuh harap. Isel terlihat menoleh pada Vano sambil tersenyum, "Aku sayang sama kamu" ujarnya. Vano pun langsung mendekap tubuh mungil itu. "Sshhh Sel, aku juga sayang sama kamu. Tapi kamu jawab dulu pertanyaan aku tadi, jangan bikin aku berat untuk tinggalin kamu"

Isel melepaskan pelukan yang diberikan Vano, ia menatap mata cokelat itu, "Van, ga ada niatan aku untuk pisah sama kamu. Kita jalanin aja seperti biasa, jangan dibikin beban. Aku yakin kalau emang sudah waktunya kita bersama, pasti kita akan bersatu lagi. Jadi mending kamu fokus kuliah disana ya? Buat aku bangga" Isel membelai rambut Vano dengan penuh kasih sayang.

Betapa beruntungnya Vano memiliki kekasih layaknya Isel.

1 minggu kemudian....

"Bangg! Tolong dong kacamata Vina dong di meja kamar!"

Yups, hari ini adalah hari dimana Tio sekeluarga akan pindah ke Melbourne. Vano pun sedari tadi pagi membereskan barang-barang yang akan dibawanya.

Aku bakal balik kesini, untuk kamu, untuk kita.

Begitulah janjinya saat menginjakkan kaki keluar dari kamarnya. Vano meletakkan beberapa barang SMAnya diatas meja belajar dan menutupinya dengan kain putih agar tidak berdebu.

Usai beberes, Vano segera memasukkan kopernya kedalam mobil dilanjut membantu mamanya.

Saat menunggu semuanya rapih, Vano duduk di teras sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Tiba-tiba, Tio menepuk pundak anak laki-lakinya itu, "Pasti mikirin Isel" ujarnya. "Hmm bisa dibilang gitu pa" Vano bergumam dan menjawab pertanyaan papanya. "Maafin papa ya nak, gara-gara perusahaan papa, kamu jadi harus pisah begini sama Isel" Tio memeluk putranya. "Papa jangan ngomong gitu, biar gimanapun, Vano bakal pentingin kebahagiaan keluarga dulu baru kebahagiaan Vano sendiri"

Tio sangat bangga mendengar jawaban putranya itu.

••••••

"Sel, abisin dong sarapannya" Johan membujuk putrinya agar menghabiskan sarapannya, sebab dari awal sarapan, Isel hanya mengaduk-aduk serealnya. Johan pun menolek ke arah Tiana dan Tiana hanya tersenyum seraya mengangkat kedua bahunya.

Tiana dan Johan pun berbisik,
"Yah, kayaknya gara-gara Vano deh"
"Iya bun, apa kita ke bandara aja ya?"
"Loh emang ayah tau flightnya?"
"Kemarin ayah sempet ketemu Tio di supermarket, katanya flight jam 11"
"Sekarang masih jam 8.15 yah, pasti keburu kalo berangkat sekarang"
"Yaudah bilang ke Isel gih"
"Ah ayah aja"
"Bunda aja"
"Ayah aja"
"Cepet bun bilang"
"Ih ay--"

Isel melihat kedua orangtuanya sibuk berbisik di depannya, "Ssttt bunda sama ayah ngapain sih?"

Tiana dan Johan hanya saling bertatapan, akhirnya Johan membuka suaranya, "Sel kita ke bandara yuk? Kamu mau ketemu Vano kan?"

Raut wajah Isel langsung ceria, ia menatap kedua orangtuanya, "BENERAN? YUK! DARI TADI DONG YAAAH! BUUUNN! BTW THANKYOU YAAA" Isel memeluk kedua orangtuanya. Isel, Tiana dan Johan pun langsung mengganti pakaian mereka.

Jalanan menuju ke bandara tampak padat, sekarang sudah jam 10.10 yang berarti 50 menit lagi, pesawat yang ditumpangi Vano akan lepas landas dari Jakarta.

"Yah, ga ada jalan lain?" tanya Isel. "Ga ada sayang, cuma ini satu-satunya. Kalo lewat yang lain pasti lebih macet" ujar Johan.

Akhirnya pukul 10.35, Isel sampai di bandara dan melihat di papan pengumuman pesawat, yang ia baca, pesawat yang akan ditumpangi Vano sudah boarding. Isel berlari masuk kedalam bandara, namun seorang satpam mencegatnya, "Maaf mbak, jika tidak mempunyai tiket lebih baik tunggu diluar"

Johan mengisyaratkan agar Isel segera berlari mengejar Vano dan satpam itu akan jadi urusan ayahnya.
Tak perduli dengan tatapan orang di sekelilingnya, Isel berlari menuju pintu keberangkatan. Isel melihat Vano yang baru saja bangkit dari tempat duduk di ruang tunggu, Isel pun berteriak, "VANO!" Dan ya, orang yang dipanggilnya itu menoleh, "Isel?" Isel segera menghambur kedalam pelukan Vano.

"Van, aku cinta sama kamu" ujarnya.

"Aku lebih mencintaimu Sel, tunggu aku ya. Aku akan kembali untuk kamu" Vano mengecup dahi Isel.

"Nih Van, kamu bawa gelang kesayangan aku. Sebagai kenang-kenangan dari aku"

"Kamu juga ya, jaga selalu sweater aku yang kamu pake ini"

Isel mengangguk dan melepaskan genggaman tangan Vano padanya. Vano berjalan menuju ke pesawatnya, meninggalkan Isel yang masih berada di pintu kaca dekat pintu keberangkatan. Isel melambaikan tangannya. Isel tersenyum untuk Vano. Isel menangis untuk Vano. Semuanya untuk orang yang ia sayangi itu, ralat, yang ia cintai, Devano Verdyan Wijaya.

Semoga kamu bisa menjaga janji itu, akan kembali untuk aku, untuk kita. batin Isel

Di dalam pesawat, Vano langsung mengambil gelang pemberian Isel dan menaruhnya di dalam dompet. Lina yang melihat itu langsung menaruh kepala putranya di bahu kanannya, "Sabar nak, yakin kalau semua akan baik-baik aja". Vano pun hanya menganggukkan kepalanya.

Tak lama setelah itu, pesawat yang ditumpanginya pun lepas landas meninggalkan ibukota, terutama meninggalkan ratu hatinya, Ilena Selma Prawiradirdja.

I Love You Isel.

V A N OTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang