Yang aku inginkan, jangan sampai takdir tahu kalau aku menyukainya. Karena takdir selalu bertindak apa yang ia inginkan. Termasuk, menjauhkanku darinya.
♥♥♥
2017,
Raka turun dari tangga rumahnya sambil memakai dasi. Ia menghampiri mamanya yang sedang berada di ruang makan. Raka mengambil roti sambil meneguk susunya hingga habis.
"Mama, Raka berangkat, dulu," Raka mencium tangan dan pipi mamanya.
"Iya, hati - hati," mama Raka mengusap pelan rambut Raka. "Acha gak bareng?" Acha adalah adik Raka yang paling kecil. Acha masih sekolah dasar tetapi jalurnya searah dengan sekolah Raka.
Raka mengendikan baru. "Males nunggu, masih ngebo," Raka menjawab sekenanya. Biasanya, Acha bangun pagi. Namun sekarang, jam enam lebih lima belas menit saja belum bangun.
Sebenarnya tadi, Raka sudah ingin membangunkan adiknya saat ia bangun pagi, tadi. Tapi, melihat adiknya yang tengah tertidur nyenyak, membuatnya tidak tega. Raka hanya mengelus rambut adiknya dan mencium keningnya.
"Kak Raka tunggu!" Acha menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Dengan seragam yang masih berantakan dan rambut di kuncit asal, bukan seperti Acha yang biasanya. "Kenapa kak Raka gak bangunin Acha,"Acha menyalahkan Raka. "Ini hari pertama masuk sekolah," Acha menggembungkan pipinya dan menyedekapkan tangannya.
"Siapa suruh tidur malam?" Raka berjalan menuju pintu utama. "Salah sendiri, nyalahin orang."
"Udah, Ka. Jangan gitu sama adiknya," ucap Mamanya. "Udah, Acha berangkat sama kak Raka, ya? Keburu telat loh."
"Gak mau," Acha masih menyedekapkan tangannya dan memalingkan wajahnya. Acha masih dengan ekspresi ngambek ala anak kecil. Mulut yang mencucu dan pipi menggembung. Sedikit menggemaskan.
"Acha kan udah kelas empat, tapi kok masih kayak anak TK," mamanya menghampiri Acha sambil mengelus rambut Acha. "Ayah, udah berangkat. Acha nanti diantar siapa? Sama mama? Kalau sama mama keburu telat nanti. Katanya mau bangku paling depan."
Acha masih tidak bergerak. Masih dengan ekspresi marahnya. Seakan mengerti itu, Raka menghampiri Acha dan mamanya. Raka menyejajarkan tingginya dengan adiknya itu.
"Acha marah?" Acha masih tidak mau melihat Raka. "Iya deh, ini salah kak Raka," Acha tetap tidak bergeming. "Kak Raka belikan ice cream, deh."
"Beneran?" Acha mulai menghadap Raka. Raka mengangguk.
"Tapi senyum dulu," Raka menarik bibir adiknya keatas. "Biar tambah manis kayak ice cream."
Acha tersenyum. "Yang banyak loh. Permennya sekalian," Raka mengangguk.
"Iya," Acha tersenyum girang. "Ayo, berangkat!" Raka segera berdiri. Lalu, tangannya menggandeng tangan Acha.
Acha mengambil roti pada meja makan. Dan meminum sedikit susunya. "Dah, mama!" Acha melambaikan tangannya kepada mamanya.
♥♥♥
Baru saja, Raka memarkirkan motornya. Raka berjalan menuju koridor kelas XII sambil melepaskan dasinya. Ia juga mengacak-acak rambutnya yang sebenarnya sudah rapi saat berangkat sekolah.
Disekolah, kepribadiannya berlawanan dengan di rumah. Kalau di rumah ia menjadi anak baik-baik, di sekolah Raka menjadi anak kelewat baik. Saking baiknya ia di sekolah, guru-guru hafal betul kalau Raka langganan masuk ruang BK.
"Woy, ka," Irham mendatangi Raka dan bertos ria. Raka pun membalas. "Kita sekelas lagi," Irham memberitahu Raka. "Lama - lama gue bosen lihat Lo dari bayi," Irham terkekeh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laat
Teen Fiction*SINOPSIS DIREVISI* ♥♥♥ Apa yang kalian rasakan saat satu-persatu orang terdekatmu pergi menjauh? Mungkin hal yang kalian rasakan, hampir sama dengan apa yang Sefina Amara rasakan. Apalagi mereka tak hanya pergi, mereka juga meninggalkan bekas luka...