Sama seperti langit,
Perasaan manusia begitu luas dan sulit terbaca.Sama seperti langit,
Perasaan manusia seperti, langit mendung, hujan yang turun, pelangi indah yang terbentuk, bahkan langit yang sangat cerah.Sama seperti langit,
Variasi perasaan manusia seakan menghiasi suatu kehidupan.♥♥♥
Sefina menekuk mukanya sebal. Hari ini, bukanlah hari keberuntungannya. Rentetan masalah mendatanginya hari ini.
Pertama, ia lupa tidak membawa buku tugas. Padahal, hari ini pengumpulan tugas terakhir. Kedua, Sefina harus menyalin tugasnya lima kali, sebagai hukuman karena ia tidak membawanya. Ketiga, Sefina tidak sempat istirahat. Karena waktu istirahatnya, ia gunakan untuk mengerjakan hukuman yang harus diselesaikan hari ini. Dan keempat, teman-temannya mengacuhkannya lagi dan lagi.
Sefina meletakkan tasnya asal di bawah pohon rimbun yang biasa ia kunjungi. Tanpa ragu ia duduk di bawah pohon itu, tanpa memedulikan rok merahnya yang nantinya kotor karena terkena tanah.
Sefina yang berumur sembilan tahun kini mulai memainkan tanah yang ada di sekitarnya. Berbekal sebuah biting lidi yang ia temukan tak jauh dari tempatnya, ia mulai menuliskan suatu kalimat di sana.
Kata kakak, kalau hari ini bukan hari keberuntunganmu, percayalah bahwa rentetan hari penuh keberuntunganmu telah berjalan mendekatimu. Jadi, tunggu saja.
Setelah menuliskan kalimat itu, Sefina tersenyum. Mengingat sosok kakaknya, Sefina menjadi riang kembali.
Jika ia sebesar kakaknya nanti, ia ingin menjadi seperti kakaknya. Disegani banyak orang, selalu tersenyum, suka menyelamatkan kucing tetangga yang tak bisa turun dari pohon, hingga membuat orang tua bangga karena prestasi yang ia torehkan.
Berbicara soal kakaknya, membuat Sefina ingin sekali segera bertemu dengannya. Padahal, jam pulang kakaknya masih beberapa jam lagi.
Jarak sekolahnya yang dekat dengan rumahnya, membuat Sefina bisa pulang sekolah dengan berjalan kaki. Sefina beranjak dari duduknya. Segera melanjutkan perjalanannya menuju rumah istananya.
Saat hendak berjalan, Sefina menemukan sosok kakaknya sedang melambai ke arahnya dengan senyuman selebar lima jari. Lengkap dengan seragam yang masih melekat dan tas sekolah yang menggantung di punggungnya.
Sefina berlari menghampiri kakaknya. Dan segera memeluk tubuh kakaknya, hingga ia merasakan sentuhan tangan kakaknya yang menepuk pelan kepalanya.
"Kok udah pulang?"
Kakaknya menyipit. Menatap Sefina dengan curiga. "Kok nanya gitu. Nggak suka kakak pulang lebih cepat, ya?"
Sefina menggeleng. "Cuma nanya."
"Lagi ada masalah?" pertanyaan kakaknya membuat Sefina mendongak menatap kakaknya. Ia tahu kebiasaan adiknya yang selalu duduk di bawah pohon rimbun. Itu hanya saat ia berada dalam masalah.
Sefina mengangguk. Lalu mengerucutkan bibirnya.
Sosok kakak yang biasa di panggil Devon oleh teman dan keluarganya, kini menatap adik bungsunya dengan tersenyum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laat
Teen Fiction*SINOPSIS DIREVISI* ♥♥♥ Apa yang kalian rasakan saat satu-persatu orang terdekatmu pergi menjauh? Mungkin hal yang kalian rasakan, hampir sama dengan apa yang Sefina Amara rasakan. Apalagi mereka tak hanya pergi, mereka juga meninggalkan bekas luka...