Seperti daun yang gugur,
Yang terhempas pasrah oleh hembusan angin
Seperti daun yang gugur,
Yang memaksa diri untuk terlarut dalam alur angin
Seperti daun yang gugur,
Yang mengikhlaskan dirinya jatuh dengan jutaan harapan menggantung♥♥♥
"Na," panggil Celine.
Sefina menoleh. Mereka kini berjalan menuju kelas mereka. Melawati seluk beluk koridor.
"Apa?"
"Lo kemarin dianter pulang Raka, kan?"
Sefina berhenti sejenak. Lalu memandangi teman yang berada di depannya saat ini. Lalu ia tertawa hambar.
"Enggak. Lo salah liat mungkin," balas Sefina yang masih saja tertawa.
"Gue nggak salah liat," bantah Celine. Kemarin, sebenarnya Celine belum pulang. Ia menunggu hujan reda di depan gerbang sekolah. Namun, saat mobil Raka keluar dari gerbang sekolah, Celine sempat melihat sosok Sefina dari kaca jendela mobil. Sekilas.
Sefina yang tertawa, seketika langsung menghentikan tawanya.
"Kalau lo nggak diantar pulang Raka, sepeda motor lo nggak mungkin di sekolah, kan?"
Sefina terhenyak. Ia menghembuskan nafas perlahan.
Koridor masih ramai. Beberapa siswa berkeliaran. Hari ini, seperti waktu istirahat yang tak ada henti. Pasalnya guru-guru masih saja rapat untuk nilai rapor semester satu.
"Apa perlu gue cerita?"
"Setidaknya iya," balas Celine. "Gue mau lo cerita semuanya, Na."
Dahi Sefina mengernyit. Ia bingung arah pembicaraan Celine.
"Juga tentang Devon," ucap Celine dengan suara dipelankan.
Mendengar nama itu, tubuh Sefina seakan mati rasa. Tubuhnya benar-benar lemas.
Ia seakan merasakan waktu yang berhenti. Sama berhentinya seperti jalan otaknya saat ini. Pengaruh nama itu, berhasil menyerangnya dengan kuat.
Wajah Sefina mulai memerah karena menahan tangis. "Lo tahu dari siapa?"
Sebenarnya, Celine sudah mengetahuinya sebelum ujian akhir semester satu datang. Namun, ia baru bisa mengatakan sekarang.
Ia hanya ingin mendengar kejelasan cerita dari mulut Sefina, langsung.
"Walaupun gue udah tahu, tapi gue cuma mau denger dari lo, Na," sambung Celine. "Gue tahu. Lo pasti nggak mau cerita apa yang menyangkut keluarga lo dan masalah lo. Namun, kapanpun lo siap cerita, Gue bakal dengerin, Na," Celine menepuk pelan pundak Sefina. Celine menatap Sefina seraya tersenyum menenangkan.
"Termasuk masalah lo sama cecunguknya Reza. Lo kira gue nggak pernah merhatiin lo yang tiap hari ngelamun di kelas?"
Sefina tersenyum tipis. Tangannya terulur untuk memeluk pundak temannya seraya melanjutkan perjalanan mereka yang tertunda.
"Terima kasih, Lin," suara Sefina lirih. Walaupun seperti itu, Celine masih bisa mendengar ucapan Sefina.
Perlahan ia juga membuat lengkungan di bibirnya.
Tiba-tiba tubuh Celine dan Sefina terdorong terdepan. Beruntungnya, mereka tidak jatuh. Itu karena mereka dapat menyeimbangkan tubuh mereka.
Kepala mereka menoleh kebelakang. Ingin melihat siapa pelaku yang hampir saja membuat mereka jatuh.
Dan benar saja, mereka mendapati pelaku tersebut sedang berada di belakang mereka. Ia tertawa seperti tidak melakukan sebuah kesalahan. Ia tidak mempedulikan raut wajah temannya yang mulai berubah masam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laat
Teen Fiction*SINOPSIS DIREVISI* ♥♥♥ Apa yang kalian rasakan saat satu-persatu orang terdekatmu pergi menjauh? Mungkin hal yang kalian rasakan, hampir sama dengan apa yang Sefina Amara rasakan. Apalagi mereka tak hanya pergi, mereka juga meninggalkan bekas luka...