Kisah yang Kesebelas

28 2 2
                                    

Jika aku mempercayakan sekeping hatiku untukmu, tolong jagalah. Aku tidak tahu apa yang akan aku perbuat jika kau berhasil merusak sekeping itu menjadi sebuah butiran.

♥♥♥

Sahabat.

Ia adalah orang yang selalu berada disuka dan duka. Yang selalu merengkuh saat kita benar-benar kacau, yang selalu berbagi rasa pahitnya hidup, yang selalu berbagi tawa dan canda, selalu menikmati berbagai momen penting dengan kebersamaan. Mungkin, itulah definisinya.

Jika orang sangat mempercayai sahabat.

Sefina tidak.

Terutama dengan orang yang berada di depannya saat ini.

Orang yang menariknya secara paksa untuk berbicara di ujung koridor yang buntu ini, hanya Sefina pandangi dengan rasa penuh kekecewaan.

Sefina tidak bisa memandanginya dengan ekspresi lain.

Mata sefina benar-benar menyorot penuh orang di depannya ini. Hingga beberapa detik kenangan yang selalu berbekas, kembali memasuki memori otaknya.

"Na, kita perlu bicara, gue nggak mau hubungan gue sama lo dan yang lainnya-"

"Ngomongin, apa lagi?" potong Sefina. Bendungan yang berada di pelupuk mata Sefina seakan bocor karena tidak bisa menahan bebannya.

"Lo pingin ngomongin apa lagi? Apa semuanya belum jelas? Gue bosen. Kalian selalu narik gue buat balik mengelilingi rotasi kalian. Tapi gue sadar, gue punya jalur rotasi sendiri," Sefina tak kuat jika terus menahannya. Karena itu ia menumpahkan semuanya pada orang yang berada di depannya.

Orang itu- Reza menggaruk tengkuknya gusar. "Nggak-"

Dan untuk pertama kalinya, Sefina bisa meluapkan emosinya pada orang yang berada di depannya.

"Selama gue temenan sama kalian, gue nggak pernah berulah. Gue justru selalu nolongin kalian, walaupun ujung-ujungnya gue dijadiin tumbal. Kalian selalu bareng-bareng ninggalin gue dengan alasan nggak masuk akal. Gue berusaha cuek. Gue nggak pernah mikirin itu, yang gue pikirin gue seneng punya kalian semua," Sefina tersenyum kecut.

"Itu saat masa bodohnya gue," Sefina menatap tajam orang di depannya. "Kita temenan mulai pakai baju merah putih, kan? Gue pinginnya itu berlangsung sampai sekarang. Tapi, sejak gue tahu kalian cuma manfaatin gue selama ini, gue milih nggak berhubungan sama kalian. Coba bayangin, gue dimanfaatin sama sahabat gue sekitar sepuluh tahun?" Sefina tertawa hambar. "Semenyedihkan itu hidup gue. Dan begonya, kenapa gue selalu ada buat kalian? Kenapa hati gue lebih menang daripada logika gue?"

Reza berusaha memegang pundak Sefina, tapi Sefina langsung menepisnya. Sebenarnya Reza ingin menenangkan orang yang berada di depannya.

"Dan diantara kalian lo yang paling gue benci," tuding Sefina.

Reza yang berada di depannya berusaha mendengarkan semua yang dikatakan Sefina. Bahkan cacian terburuk sekalipun. Reza merasa itu pantas untuknya.

Reza tahu semuanya sudah terlambat. Jika ia mengatakan sebuah kata dengan diawali "andai saja", itu juga percuma.

Namun, Sefina tidak mengatakan itu. Ia hanya berlari meninggalkannya sambil menghapus beberapa tetes air mata dengan punggung tangannya.

Reza berusaha mengejar Sefina yang berlari itu. Namun saat langkah Sefina semakin menjauh. Ia menghentikan langkahnya. Ia hanya memandangi gerakan rambut Sefina yang beriringan dengan gerak kakinya.

Ia sudah terlambat. Terlambat untuk semuanya.

♥♥♥

Sefina tersenyum sembari menghampiri Salma. Salma yang melihat itu, tersenyum sambil melambaikan tangannya. Namun, mata Salma berhasil menangkap sesuatu.

LaatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang