Kisah yang Kedelapanbelas

18 3 0
                                    

Terkadang, aku memandangi langit malam hanya untuk bertanya, "Bisakah aku menemani sang malam seperti gemerlap bintang?"

Namun, lubuk hati jahatku yang menjawab."Tidak. Ia hanya membutuhkan sosok seperti bintang yang dapat menyinarinya. Bukan sosok sepertimu yang malah membuatnya semakin pekat."

♥♥♥

Natasha memandangi gadis yang berada di depannya. Dari samping ia bisa melihat bahwa gadis yang ia lihat sangatlah ceria. Selalu tersenyum, yang terkadang membuatnya iri.

Mereka memang satu sangga, tapi mereka belum saling berbicara satu sama lain.

Natasha menghembuskan nafas perlahan. Sebenarnya, ia ingin berbicara lagi dengan mantan sahabatnya itu. Beberapa kali ia ingin mengajaknya berbicara tapi Natasha ragu. Ia takut kalau Sefina malah menghiraukannya.

Setelah ia mengumpulkan keberaniannya, ia berusaha mengajak Sefina berbicara.

Natasha memegang pundak gadis itu. "Na, tadi Bodden Powel lahirnya tanggal berapa?" tanya Natasha sekedar basa-basi. Walaupun nyatanya, ia juga kurang jelas mendengarnya.

Sefina menoleh sebentar. Lalu tersenyum tipis. "Tanggal 22 Februari 1857."

Natasha mengangguk paham. Dan ternyata, Sefina tidak menghiraukannya.

Namun, anggukannya terhenti dengan ucapan lanjutan Sefina.

"Kalau mau inget-inget tanggalnya, coba inget pakai lagunya aja. Lagu yang tadi dinyanyikan sama Kak Feira," jelas Sefina.

Natasha ikut membalas dengan senyumannya.

Ia mencoba mengingat-ingat lagu yang Kak Feira nyanyikan-kakak alumni yang memberi materi tentang sejarah kepramukaan. Seketika, otaknya seperti memiliki bohlam yang bercahaya. Ia mengangguk paham.

"Makasih, Na," ucap Natasha. "Tumben bisa inget."

"Biasa, sambungannya lagi nggak error," balas Sefina seraya terkekeh. Melihat itu, Natasha juga ikut terkekeh.

"Lah? Biasanya error-nya gegara apa? Impulsnya kehambat lampu merah? Perbaikan jalan?"

Sefina yang mendengar itu tertawa. Lalu ia mencoba berfikir sebentar. "Mungkin."

Mereka tertawa. Sampai-sampai Kak Feira yang fokus menjelaskan materi kepramukaan, mencoba mencari suara asal dari tawa yang mulai menggema.

Kak Feira menghampiri mereka. Dengan kedua tangannya yang memegang pinggangnya.

"Kalau mau ketawa, di luar aja," ucap Kak Feira dengan tegas.

Sementara Sefina dan Natasha sudah menunduk degan menahan tawa mereka.

Sefina tahu, tak selamanya ia harus dendam pada seseorang yang tidak bersalah.

Dari ujung sana, seseorang melihat tingkah Natasha dan Sefina seraya tersenyum tipis

♥♥♥

"Materi habis ini apa?" Ayunda duduk di sebelah Fia yang sedang memasak mie goreng rebus. Fia memasak menggunaka tungku yang di bawahnya terdapat api menyala dan kayu bakar.

Sebenarnya, mereka masing-masing sudah mendapatkan makanan nasi bungkus. Tapi, perut Fia masih lapar. Setelah melaksanakan ibadah maghrib, ia memasak mie goreng yang sudah ia siapkan di tas tadi pagi.

"Pokoknya tentang pengobatan," jawab Fia. "Kayak P3K,"tambah Fia.

Ayunda mengangguk paham.

Lalu matanya kini menatap teman regunya dengan tatapan serius. Gerak-gerik Ayunda seperti akan mengatakan sesuatu. Itu membuat teman regunya ikut tegang dengan apa yang akan dikatakan Ayunda.

LaatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang