Kisah yang Kelimabelas

28 3 0
                                    

Kesedihan terlarut lebih lama daripada kebahagiaan. Bak hujan dan pelangi. Pelangi hanya muncul sebentar setelah hujan turun. Itu saja jika Tuhan menakdirkan pelangi terbentuk saat itu.

♥♥♥

Celine memandangi teman sebayanya. Rambut panjang yang sering diikat satu kini tengah mengayun mengikuti langkah kaki orang itu. Kepala orang itu menunduk, seakan mencari uang yang terjatuh di lantai. Sedari tadi, dahi orang itu mengenyit, menandakan bahwa ia berfikir keras. Hal yang dipikirkan Sefina, mugkin Celine mengetahuinya. Sedikit-sedikit.

Lalu, pandangan Celine kembali pada langit yang mendung. Hujan masih saja turun. Dan sialnya, mereka harus menunggu hujan reda karena sama-sama tidak membawa jas hujan. Mereka tidak mungkin menerobos hujan. Baju yang dipakai mereka hari ini, masih harus digunakan di hari esok.

"Kenapa nggak reda-reda? Ini jadwal gue buat lihat spongebob," keluh Celine.

"Udah, Lin. Nikmati aja hujannya," timpal Sefina. Sefina yang awalnya menunduk, kini mengangkat kepalanya. Ekpresinya datar menatap tetes air yang turun dari langit.

"Nikmati? Apa yang dinikmati?"

"Suasana," suara sautan orang yang tiba-tiba menghampiri mereka membuat Sefina dan Celine sempat terkejut. Pasalnya yang mereka tau, sedaritadi hanya mereka berdua.

Orang itu tersenyum manis kepada Celine dan Sefina. Tanpa ragu, ia lalu duduk tepat di sebelah Sefina.

Matanya menatap lurus ke depan. Menatap tetesan air yang jatuh perlahan. Menghiraukan lontaran tatapan aneh dari Celine dan Sefina yang berada satu bangku dengannya.

"Entah mengapa gue suka sama hujan," ia memejamkan matanya perlahan. "Nyejukin hati."

Sefina menatap siswi yang ia yakini siswi itu duduk di kelas XII. Ia seakan pernah berbicara dengan gadis ini. Entah kapan, yang jelas. Otak Sefina masih berputar, tapi sayangnya tidak dapat mengetahui watu yang jelas dan apa yang dibicarakannya dengan gadis ini.

"Gue kayak pernah ngomong sama lo, deh," timpal Sefina.

Gadis itu mengangguk seraya tersenyum. "Yang waktu gue ngomong, kalau lo harus ke ruang guru itu, kan?"

Mata Sefina membulat sempurna. Dan setelah gadis yang ada di sebelahnya mengatakan itu, otak Sefina seakan menemukan jawaban.

"Eh, iya iya," jawab Sefina. "Kok masih inget?"

Gadis itu tertawa kecil. "Itu karena kejadiannya masih beberapa hari yang lalu. Atau mungkin sudah satu minggu yang lalu."

"Emang dasarnya lo yang pelupa, Na!" hinaan Celine yang tepat di samping telinga Sefina, membuat Sefina melirik Celine sekilas.

"Biarin," ucap Sefina dengan nada yang ia sinis-siniskan.

Dan secara spontan, mereka tertawa bersama.

"Gue belum tau nama lo," ucap Sefina. "Jadi,  nama lo siapa?"

"Dhira," jawabnya. "Ngomong-ngomong, kita satu sangga."

Sefina dan Celine saling memandang dengan tatapan kaget. Lalu mereka secara bersamaan menatap Dhira.

"Serius?"

Dhira mengangguk sebagai jawaban.

"Oh, lo yang namanya Fernanda Andhira? Anak kelas bahasa dua?"

"Emang ada, ya? Kayaknya tadi gue lihat nggak ada, deh!" sambar Sefina.

Celine langsung menjitak kepala Sefina. "Dasar pelupa! Tadi ada! Waktu Fia nunjukin nama anggota sangga kita, namanya ada diatas nama Fia dan ada di bawah nama gue."

LaatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang