Kenapa rasa sakit hati ini terasa lebih lama dari pada waktu kita untuk saling mencintai ?
CADETA
Clarista, kini tengah tertidur di ruang rawat. Dokter sudah melakukan serangkaian tes kepada gadis itu dan kini tengah menunggu hasil keluar.
Candra, duduk di sebelah ranjang Clarista. Menggengam tangan gadis itu erat seolah takut untuk kehilangan gadis itu.
"Semoga aja lo gak apa-apa, Ta," gumam Candra.
Aurio, sudah menghubungi ayah dan bunda mereka yang kini sudah dalam perjalanan menuju rumah sakit. Windy, sedari tadi sudah terduduk lemas ditemani Siska dan Desika, banyak hal yang gadis itu pikirkan termasuk Clarista yang mudah sakit akhir-akhir ini.
"Kalian semua gak balik ?" tanya Aurio, yang baru saja masuk ke dalam kamar adiknya.
"Dokter bilang apa ?" tanya Windy, to the point.
"Hasilnya belum keluar, nanti dokter kesini untuk jelasin kondisi Ita," jelas Aurio.
"Bang gimana kondisi, Ita ?" tanya Angel, kepada anak pertamanya.
"Masih nunggu hasil labnya, Bun."
Kevin, menatap tubuh putrinya sedih. Perasaannya sangat tidak enak saat Aurio, mengatakan bahwa adiknya masuk rumah sakit setelah mimisan dan pingsan. Banyak hal negatif yang berterbangan dikepala pria berumur 49 tahun itu.
TOK TOK TOK
Adit, yang kebetulan berdiri di dekat pintu membuka pintu tersebut. Terlihat seorang dokter dan dua orang perawat yang mengikutinya dari belakang. Dokter itu berjalan mendekati Kevin, yang berdiri di sebelah istrinya.
"Maaf pak Kevin," ucap dokter tersebut penuh akan penyesalan.
"Putri anda mengalami leukemia limfoblastik akut hal ini disebabkan karena kesalahan proses produksi sel darah putih di sumsum tulang."
Angel, seketika jatuh pingsan begitu mendengar penuturan dari dokter dan segera ditanagni oleh perawat yang ada. Sementara Kevin, hanya bergeming pria itu tidak percaya dengan apa yang sedang Ia dengarkan sekarang.
"Berikan pengobatan yang terbaik dok, tolong sembuhkan anak saya !" kata Kevin sambil menggenggam erat tangan doter di depannya.
"Kita bisa mencari pendonor sumsum tulang blakang dan melakukan kemoterapi, untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Kami akan melakukan hal terbaik untuk pasien dan berbanyaklah berdoa, agar putri anda bisa sembuh dari penyakitnya." Sang deokter, menepuk bahu Kevin untuk menyalurkan energi positif untuk pria itu.
"Saya harus pamit sekarang, masih ada pasien lain yang harus saya kunjungi." Setelah kepergian dokter semua orang yang ada di ruangan tersebut hanya melamun.
Berita ini, sangat menampar mereka semua. Bagaimana gadis periang seperti Clarista, bisa mengalami hal yang sangat menyakitkan seperti ini ? Sangat sulit untuk menerimanya.
Air mata kini sudah membasahi pipi, Candra. Tanpa lelaki itu sadari bahwa kini Clarista menatapnya bingung. Gadis itu mengedarkan pandangannya dan melihat semua oarng juga menangis.
"Kalian semua kenapa ?" tanya Clarista, membuat semua orang terkejut.
"Lo leukemia Ta," lirih Candra, sambil menghapus air matanya.
"Gue ? Jadi gue sakit ?" Gadis itu tersenyum lirih. Kenapa ? Kenapa disaat semuanya mulai membaik dirinya harus merasakan sakit ini.
"Ayah, akan melakukan hal yang terbaik ayah akan mencarikan donor buat kamu," kata Kevin, tersenyum lembut mengusap kepala Clarista penuh akan kasih sayang.
"Aku ikhlas..... apapun yang terjadi kalian juga harus ikhlas." Clarista, hanya bisa berserah diri karena gadis itu menyadari bahwa hidup dan mati sudah menjadi takdir Tuhan.
-CADETA-
Clarista dan Candra, kini duduk di bangku taman rumah sakit. Sedari kemarin Candra lebih banyak terdiam dan melamun. Jujur, dalam hatinya yang paling dalam Clarista sangat takut Candra akan meninggalkan dirinya karena penyakit yang kini bersarang pada tubuh gadis itu.
"Lo nyesel ya Can, jadian sama gue ?"
Candra memandang Clarista tidak terima, lelaki itu amat sangat mencintai Clarista baik disaat gadis itu sehat araupun sakit seperti saat ini. Candra, hanya takut kehilangan orang yang amat ia cintai, Candra belum siap jika nanti Clarista harus meninggalkan dirinya.
"Gak akan pernah ada penyesalan dalam diri gue untuk mencintai lo. Ta."
"Gue, hanya belum siap.... menerima hal terburuk yang gue harap gak akan pernah terjadi." Candra memeluk tubuh ringkih Clarista, memberikan kehangatan kepada gadis itu.
"Gue takut Can," lirih Clarista.
"Gimana...... kalau misalnya besok gue gak bisa buka mata lagi ? Gimana kalau gue gak bisa meluk tubuh lo kayak gini lagi ? Banyak hal yang gue takutin, tapi gue gak mau buat Ayah sama Bunda khawatir." Tangis gadis itu pecah seketika.
"Apapun yang terjadi...... tolong lo harus ikhlas.
Satu hal yang harus lo tau Can, kalau gue bener-bener cinta sama lo dan selamanya aka begitu." Clarsita, meyatukan keningnya dengan kening Candra.
"Lo tau kisah Semeraldo ? Setidaknya kita gak setragis kisah itu.... meskipun suatu saat gue harus bernasib sama dengan gadis penjual bunga itu."
"Dan gue seneng, bisa mengungkapkan perasaan gue sebelum gue bener-bener nyesel gak bisa ngungkapin perasaan gue sama sekali." Candra, menghapus air mata Clarista dengan ibu jarinya. Menatap setiap sudut wajah gadisnya sebelum Ia tidak bisa melakukannya lagi.
"Malam ini gue mau lo yang nemenin, Can. Mulai saat ini.... bantu gue untuk mendapatkan kenangan terindah dalam hari-hari terakhir gue ada di dunia ini." Pinta Clarista.
Tapi satu hal yang Candra sadari, bahwa kisah mereka akan seperti kisah Smeraldo yang berakhir dengan kerinduan, kesedihaan dan kesungguhan atau ketulusan hati yang tak pernah bisa disampaikan.
Rasa cinta mereka, kenangan mereka akan selalu Candra ingat. Lelaki itu tidak akan pernah menghapus perasaannya kepada Clarista, meski suatu saat gadis itu akan meninggalkan dirinya untuk selamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
CADETA [S E L E S A I]
RomanceApa yang kamu ketahui tentang cinta? Dan apa yang kamu ketahui tentang cerita? Tak ada yang tau pasti apa itu cinta, sebuah kata universal yang sangat mudah orang umbar. Memiliki arti yang sakral dan seringkali terucap dusta. Namun, saat aku mengen...