Cinta ini tiada akhirnya.
Cinta ini hanya untuk dirimu kasih yang akan ku tinggalan.
CADETA
Hari ini, adalah kali pertama Clarsita untuk melakukan kemoterapi. Gadis itu hanya ditemani bundanya mengingat hari ini adalah hari Selasa semua orang harus melakukan aktivitas mereka.
"Bunda, aku akan baik-baik aja kan bun ?" Clarista, menatap Angel penuh harap.
"Percaya sama Tuhan sayang..... ada jalan yang sudah Beliau takdirkan untuk kita semua." Angel, mengelus rambut panjang Clarista.
Sudah lama wanita berusia 47 tahun itu tidak memiliki waktu dengan anaknya. Ada penyesalan dalam dirinya, karena selama ini wanita itu selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Perawat, sudah selesai menyiapkan peralatan untuk melakukan kemoterapi pertama gadis itu. Dokter yang menangani Clarista pun, juga sudah masuk kedalam ruangan khusus itu.
"Pagi Clarista, bagaimana kabar kamu hari ini ?"
"Baik dok,"
"Kalau begitu, kita mulai sekarang ya !"
Gadis itu mengerinyit, disaat merasakan rasa sakit yang menyerang tubuhnya. Peluh sebesar bulir jagung menetes melalui pori-pori gadis itu. Angel, hanya bisa mengelap keringat putrinya dengan tisue yang sudah wanita itu bawa.
"Ita bisa.. tahan sebentar ya, Ta. Kamu kuat sayang !" kata Angel, menyemangati anaknya. Sementara Clarista, hanya bisa menahan rasa sakit yang kini tengah menyiksa tubuhnya.
-CADETA-
Candra, berlari di koridor rumah sakit untuk melihat kondisi Clarisat. Kata Aurio, setelah kemoterapi kondisi gadis itu menurun dan itu membuat semua orang panik. Tubuh Clarista, tidak merespon obat yang masuk kedalam tubuhnya.
Lelaki itu, melihat Windy yang sudah menangis dalam pelukan Desika. Semetara Clarista kini tengah berbaring didalam ruang ICU. Banyak alat yang menopang kehidupan gadisnya dan itu, membuat hati Candra semakin tercabik.
"Lo yang sabar Can... kata doter, Ita koma untuk beberapa saat," perkataan Aurio lagi-lagi membuat Candra seolah berada di dimensi lain. Namun, ketika lelaki itu mengedarkan pandangannya sosok Angel tidak ada sama sekali diantara mereka.
"Terus bunda kemana ?" tanya Candra.
"Bunda, dibawa keruang rawat. Tadi Bunda pingsan liat tubuh Ita kejang," jelas Aurio.
Candra, hanya bisa berdoa semoga Tuhan memberikan waktu lebih banyak untuk dirinya dan Clarista. Lelaki itu hanya ingin membuat kenangan yang akan selalu Clarista ingat dalam hidupnya, kenangan tentang cinta mereka yang tidak ada ujungnya.
"Rasanya sakit Bang, liat orang yang kita cinta berjuang melawan sakit sendirian..... gue pengen donorin tulang sumsum gue buat, Ita."
"Percuma Can, sel kankernya udah menyebar. Kita cuma bisa pasarah nunggu gimana keputusan Clarista, untuk berjuang lebih lama atau nyerah dengan penyakitnya."
Candra, hanya bisa tertawa sinis. Menertawakan takdir yang sangat kejam terhadap hubungannya dengan Clarisata. Apakah dirinya sudah melakukan hal yang sangat berdosa, hingga Tuhan memberikan cobaan yang berat untuk dirinya ? Lelaki itu, mengingat kenangannya dengan Clarista beberapa hari yang lalu saat gadis itu masih berada dalam pelukannya.
Flashback ~
Keduanya, kini tengah memandangi bintang dari taman rumah sakit. Clarista yang merasa sangat bosan, memaksanya untuk membawa gadis itu melihat bintang karena malam ini langit sangat cerah.
"Lo tau ga.... lo itu kayak bintang di atas sana," ucap Candra, sambil menunjuk bintang.
"Kenapa ?" Clarista, mengrinyitkan dahinya dan menatap Candra.
"Indah namun sulit untuk digapai, terasa dekat namun sebenarnya sangat jauh." Candra, menatap manik Clarista dalam. Lelaki itu ingin menyalurkan rasa yang kini ia rasakan, rasa takut kehilangan dan cinta yang sangat tulus.
"Terkadang bintang juga akan jatuh, maka dari itu bintang memerlukan seseorang yang akan menangkapnya dan membawanya lagi ke angkasa." Clarista, menarik napasnya pelan dan berbicara lagi.
"Maka dari itu gue perlu lo... yang akan membantu gue untuk bangkit lagi dari keterpurukan gue," ucapnya sambil memeluk Candra, dengan erat. Membuat laki-laki itu tertegun dengan kata-katanya.
"Tanpa lo sadari, lo adalah Candra yang selalu berdampingan dengan bintang," kata Clarista, yang masih berada dalam pelukan Candra.
"Dan Candra.... tidak akan pernah pergi jauh dari Clarista," ucap Candra, sambil mengelus rambut gadis itu.
Flashback off~
Candra, menghela napasnya lelah. Desika sangat mengerti dengan perasaan Candra, karena gadis itu sudah menyimpan rasa dengan lelaki yang kini duduk di sebelahnya.
Jika ditanya apakah Desika, cemburu melihat kemesraan Candra dengan Clarista selama ini ? Maka jawabannya adalah iya. Namun, gadis itu lebih merasa bahagia melihat sahabatnya bahagia bersama orang yang ia cinta.
"Percaya Can, Clarista gak akan ninggalin lo kayak gini.... sahabat gue, itu kuat jadi lo juga harus kuat nungguin Clarista sadar dari komanya."
"Dia kuat Des, gue gak boleh terpuruk kayak gini lagi... seharusnya kita harus semangat, buat bangkitin semangat sembuh Clarista." Candra, tersadar bahwa selama ini dirinya terlalu larut akan rasa khawatirnya tanpa memikirkan bagaimana perjuangan Clarista untuk sembuh.
"Kita harus kuat buat, Ita !" pekik Windy, memberikan semangat untuk semua orang dan termasuk untuk dirinya sendiri.
Aurio, merasa bersyukur karena adiknya dikelilingi oleh orang-orang yang sayang dengan dirinya. Dan seharusnya, Aurio sebagai kakak dari Clarista harus memberikan dorongan positif untuk gadis itu.
"Okay guys..... ayo kita berdoa untuk kesembuhan Ita ! Berdoa dimulai."
Mereka semua berdua untuk kesembuhan Clarisat dan mengingat kembali kenangan yang telah mereka lewati bersama. Baik itu dalam keadaan suka dan duka, Clarista selalu bersama mereka memberikan motivasi yang mampu membangkitkan kembali semangat mereka.
"Berdoa selesai," kata Aurio dan mereka semua berpelukan bersama. Memberikan dorongan mental dan kekuatan satu sama lainnya. Mencoba percaya, bahwa semua akan berakhir dengan indah bersama Clarista yang selalu ada di sisi mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
CADETA [S E L E S A I]
RomansaApa yang kamu ketahui tentang cinta? Dan apa yang kamu ketahui tentang cerita? Tak ada yang tau pasti apa itu cinta, sebuah kata universal yang sangat mudah orang umbar. Memiliki arti yang sakral dan seringkali terucap dusta. Namun, saat aku mengen...