2.5

134K 4.5K 60
                                    

Kami tiba di Jakarta tepat pukul 12 malam.
Stasiun gambir sudah agak sepi, ya karna memang ini sudah malam.
Aku menarik tubuh sya yang antara sadar dan tidak sadar itu masuk ke salah satu taxi.

"Zaky ngantuk, pegel semua juga!" sya merapatkan badannya ke arahku, aku tersenyum. Memeluk dan mengelus lengannya pelan.

"Bentar lagi sampek kok...!" aku berkata lembut.
Sya hanya mengangguk samar dan memejamkan matanya.
Aku mendengus pelan...memperhatikan lebih dekat ke wajah sya. Kentara sekali wajah lelahnya, tapi tetap manis dengan wajah polosnya.

"Pacarnya ya mas?" aku melihat ke arah depan, supir taxi itu memandangku sambil tersenyum.

"Bukan pak! Ini istri saya!"

"Istrinya mas?!!" bapak itu terkejut bukan main.

"Iya, kita nikah muda karna di jodohin!" pak taxi itu hanya tersenyum malu.

"Yah saya kalah deh sama mas, saya aja belum nikah!" aku tertawa pelan.

"Hahaha cari lah pak, kalo saya gak pakek cari tapi langsung disodorin!" aku terkikik lagi sambil di ikuti pak taxi itu.

Sya lagi-lagi sudah tertidur nyenyak di sebelah ku, lebih tepatnya di pelukanku. Dan aku masih betah melihat ke arah wajahnya yang masih kentara lelahnya, sambil mengelus rambutnya perlahan.

















.

















"Gue khawatir sya," aku menyuarakan isi hatiku lirih, meskipun tau Sya tidak akan mendengarnya.

Setelah menaruh koper kita asal aku mengikuti Sya yang telah terlebih dulu tidur setelah sholat tahajud.

"Rey, keliatan banget anak baik-baik. Mungkin juga pinter!" aku tersenyum masam, kenapa rasanya ada yang aneh setiap Sya mau nurutin kata Rey.
Bahkan saat Sya berada di pelukanku dan berada dekat denganku, aku merasa pikirannya bukan tertunjuk untukku.

"Cowok brengsek ini Cinta sama lo Sya," aku mencium pelipisnya lama, sebelum bergabung bersamanya menuju mimpi.













.















"Sya bekal gu--" aku menghentikan ucapanku saat melihat Sya bergerak gelisah di atas tempat tidur, meringkuk sambil memeluk perutnya erat.

"Sya... Hei perut lo sakit ya? Kita ke dokter ya?" Sya membuka matanya, menggeleng sambil tersenyum.

"Gak papa, gue gak papa! Lo berangkat aja, nanti beli makan nya di luar ya?" aku menggeleng.

"Istri nya lagi sakit gini siapa suami yang gak khawatir?!" aku menarik sya ke pelukanku, mengelus perutnya yang rata.

"Perut gue cuman nyeri doang, gara-gara datang Bulan udah biasa zaky, cuman butuh tidur doang!" sya mengacak rambutku.
"Udah berangkat sana kasian yang lainnya nunggu lo kan!" aku membuang nafas kasar.

"Oke kalo ada apa-apa telfon gue!" aku mengecup dahinya agak lama dan berdiri.
"Hati-hati!" dia melambaikan tangannya sambil tersenyum.

.
.
.
.
.

"Heh zaky lo kalo main yang enakan dong, oper bolanya! Emang di sini yang main lo doang!" aku melempar bola basket itu kasar.
"Emang lo pernah oper ke gue?!" aku meninggalkan kakak kelas banci itu terlebih dahulu, malas membuat keributan saat ini.
Di asingkan seperti ini sudah terbiasa untukku di club basket sekolah.
Entahlah mungkin mereka memang tidak suka padaku atau iri, aku juga tidak tau. Aku hanya berharap turnamen bisa cepat terjadi.

Nikah Muda Banget*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang