1.19

121K 4.2K 255
                                    

3 hari, aku menjauhi zaky. Yah sudah tiga hari.
Aku memang seperti ini, lebih memilih menghindari masalah, tanpa mau membicarakannya secara jelas. Zaky masih berusaha berbicara yang hanya ku balas anggukan yang tak berarti.
Entahlah, topik perceraian kita sedikit sensitif di telingaku.

"Sya... Ada apa sih? Gue tau lo ada masalah sama zaky!" lail menarikku ke pinggir lapangan secara tiba-tiba. Aku hanya tersenyum masam dan menggeleng, memberi isyarat tidak ada apa-apa.

"Bohong! Ayolah sya, lo gak tau tadi lo bengong kayak orang tolol liatin bola basket? Lo udah kaya orang gila!" aku meringis saat lail berkata sekasar itu.
"Huh... Ya gue ada sedikit pikiran, tapi gak papa!" lail mendengus mengalihkan pandangannya ke tengah lapangan, dan melihatku lagi.

"Gak papa sih kalo gak mau cerita sekarang, tapi gue kan temen deket lo, kali aja gue bisa kasi solusi! Dan lagi jangan ngelamun berlebihan lagi, lo udah mirip zombi sumpah!" tawaku meledak hanya beberapa detik dan mengangguk singkat.
"Makasih sarannya lail!" aku menepuk bahunya, memutuskan berjalan beriringan dengannya menuju loker untuk mengambil seragam.

"Lo berantem sama zaky yah?" aku sempat berhenti berjalan saat lail bertanya. Aku menggeleng samar.
"Zaky selingkuh?" aku melotot ke arah lail.
"Enggaklah, cuman... Ah lupakan gue males bahas dia!" lail mendengus, memegang lenganku sedikit mencengkram.
"Bertengkar sama suami sendiri itu bisa sya, itu tergantung kita nyelesain nya! Mungkin ini ujian hubungan kalian selanjutnya?" aku mengangguk, dan memutuskan berhenti di tengah lorong-lorong kelas yang sepi.

"Menurut lo masalah kita mau cerai karna gue gak bisa hamil, ada jalan keluarnya?" aku tau lail terkejut, dia sampai melongo melihatku.
"Sumpah demi apa lo gak bisa hamil?!" dia antara memekik dan berkata lirih, membuat suaranya aneh.
"Yah gitu, menurut lo gue harus apa? Relain zaky nikah lagi terus gue jadi istri tua? Apa pergi aja?" kita kembali berjalan, lail masih dengan wajah shoknya dan aku masih berfikir dengan keputusan yang akan aku ambil.

"Kita omongin ini di perpus sama jila, dia orang bijak dan lo perlu pendapat beberapa orang buat bandingin keputusan lo, kita bolos sekarang!" aku yang berganti melongo di seret oleh lail menuju ruang osis untuk menjemput jila. Hah... Lail memang agak gila, tapi beruntung dia masih mau membantuku.

.

"Sama zaky aja sih!" jila menutup buku ekonominya di atas meja perpustakaan, dia menatapku dengan alis bertaut.
"Menurut gue cowok kayak zaky itu Setia, secara dia juga nakal dan gak suka berinteraksi secara langsung sama cewek, selain lo!"
Lail memutar mata bosan.
"Jangan bertele-tele deh jil, ini bukan kelas sosiologi! Pakek interaksi segala!"

"Lah kan emang itu analisa gue, tapi lo yakin sya lo mandul?, gue raguin lo yang gak bisa punya anak!"
Aku menggeleng lemah.
"Pokoknya konfliknya kayak gitu, dan dia sekarang jahuin zaky! Itu yang bikin gue heran!" lail berkata lagi, lebih berapi-api.

"Bentar deh sya, lo menstruasi rutin kan, tiap bulannya? Gue inget lo selalu dapet bareng gue,"
Aku mengangguk ragu.
"Iya sih, kita selalu menstruasi di ahir Bulan , emang kenapa?"
Jila menjentik kan jarinya cepat.
"Kenapa gak coba buat aja sekarang sama zaky, siapa tau lo langsung hamil, secara lo punya sel telur sehat! Persetan sama surat diagnosa dari rumah sakit!" mataku melotot, dan lail menggebrak meja keras. Membuat beberapa orang melihat ke arah kita bertiga dengan tatapan tajam.
"Eh sorry, tapi gue gak setuju! Zaky sama sya masih kecil, itu malah bikin penyakit!" lail duduk kembali, melihat jila yang mulai mencibir.
"Itu sih lo nya aja yang gak rela, eh tapi bener juga!" jila bergumam.

"Lah terus gue gimana? Masak gini aja sampek ayah mertua gue bawa calon nya zaky yang baru?"
Lail dan jila diam, mereka masih berfikir sekarang. Aku hanya mendengus dan melihat ke luar jendela perpustakaan, dan tak sengaja melihat geng zaky melewati lorong di sebrang sana. aku melihat dengan jelas zaky diam dan tak bersemangat dari raut wajahnya. Ternyata efek aku mendiamkannya cukup membuatnya lesu dan tak bersemangat seperti biasanya, dan aku malah tersenyum. Mungkin mengetahui aku berpengaruh bagi zaky?, entahlah.

Nikah Muda Banget*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang