1.25

148K 3.8K 321
                                    

Waktu terasa semakin lama saat Zaky hanya melihatku tanpa bergerak, matanya yang dalam seolah menelusuri isi hatiku.

Aku menunduk memutuskan memengang dadaku yang makin berdetak, menunggu jawaban Zaky yang menurutku seperti berdiri di pinggir jurang. Menunggu perintahnya untuk melompat dan aku akan mati.

Sungguh menunggu jawaban Zaky lebih mengerikan dari pada melihat hantu di tengah malam.

"Oke, kalo itu mau lo! Gue pergi! " aku tercengang tanpa sadar mengikutinya berdiri, dia menggenggam tanganku menciumnya lembut dan beralih menatapku.

"Kalo itu bikin lo lebih bahagia... Gak papa gue bakalan pergi, gue bakalan lakuin semua yang lo bilang tadi, buat lo!" aku tanpa sadar menggeleng. Aku ingin bicara tapi mulutku hanya terbuka dan tertutup seolah tenggorokanku kering dan tidak bisa bicara.

"Take care ma girl..." Zaky meraih kepalaku mencium dahiku cukup lama sedangkan aku mengeluarkan air mata, entah sudah berapa liter air mata yang aku keluarkan satu hari ini. Aku tidak peduli! Aku hanya ingin menangis dan menangis.

Aku mulai terisak saat Zaky memberi jarak dan tersenyum sendu, dengan ucapan hangatnya yang mungkin terahir kalinya kudengar.

"Jangan sedih lagi, gue gak mau lo nangis lagi karna gue sya. Gue sayang lo, Zaky selalu sayang Sya!" dan Zaky berbalik. Meninggalkanku yang terisak hebat, hampir seperti berteriak.

"Zaky...." aku berbalik, tubuhku terjatuh karna kedua kakiku bergetar hebat saat melihat potret diriku dan Zaky yang tersenyum senang disebrang sana.

Sekujur tubuhku gemetar, karna berusaha menahan dan mengendalikan diri untuk tidak berteriak histeris, isakanku makin menyedihkan. Aku menarik kerudung sekolahku dan mengacak rambutku.

Sungguh rasa ini... Sangat sakit! Hatiku serasa dibakar dan dipotong secara bersamaan. Ini seharusnya tidak terjadi. Seandainya aku bisa lebih kuat dan Zaky memegang janjinya, kita tidak akan pernah berpisah atau yang paling malang saling meninggalkan. Batinku sambil memukul kasar dadaku.

"Zaky.... lo gak boleh pergi..... rasanya sakit banget!"

.

Aku membuka mataku yang terasa perih dan berat. Bahkan aku sampai membutuhkan waktu tiga menit hanya untuk membuka mataku dengan lebar. Aku terduduk diatas tempat tidurku. Memegang kepalaku yang mendadak pusing dan merasakan perutku yang menggeram karna lapar.

Aku menoleh ke arah jam dan sedikit terkejut. Jam 11 malam. Pantas saja kamarku nampak gelap dan dingin. Terahir kali yang aku ingat adalah aku menangis sesenggukan pulang sekolah, lebih tepatnya bolos pada jam 2 siang dan aku bagun jam 11 malam.rekor tidur paling lama untukku.

Aku mulai beralih mengikat rambut sebahuku, sambil malas-malasan menutup jendela dan berniat membuat mie instan saja untuk makan malam. Sebenarnya tidak bisa disebut makan malam juga sih....

Setelah merebus mie dan menyiapkan satu gelas susu. Aku duduk bersila disalah satu kursi di meja makan sambil mulai memakan mie instanku.
Namun tiba-tiba nafsu makanku hilang saat dengan tiba-tiba malaikat pencabut kebahagiaan itu terlihat bersandar di pintu dapur.

"Gak baik makan mie instan setelah lo gak makan seharian ini, " ucapnya sambil menaruh kantung plastik bening di sebelah mieku.
Aku menaruh garpuku dengan kasar dan menatapnya sinis.

"Bukannya lo juga gak baik buat gue!" aku tau. Aku tau kalau aku berbicara terlalu kasar. Tapi seolah tidak perduli, pikiranku penuh dengan rasa kecewa dan... Penyesalan.

"Sya gue- " aku berdiri dengan tergesa. Sudah malas untuk mendengar penjelasannya yang sungguh membakar telinga.

Setelah meminum satu gelas susuku dengan tergesa, aku berniat meninggalkan ruang makan dan dapur, menghiraukan wajah sedih dan patah hatinya. Ah... Memang pantaskah dia di sebut korban patah hati?.

Nikah Muda Banget*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang