2.6

113K 4.1K 145
                                    


"ZAKYYY!!! sini lo, sini!!!" sya berteriak sambil membawa sepatuku, mengacungkannya ke arahku sambil berteriak seperti orang gila.
Dan aku hanya tertawa terbahak-bahak sambil berlari menghindarinya.

"Zaky...,plis nanti mama sama ayah lo mau kesini, apa kata mereka kalau anaknya gak ada!"
Sya mulai kelelahan membujukku dan aku masih menjaga jarak dengannya yang berada di depan TV. Aku mendengus.

"Yah tinggal bilang lah sya, gue mau kumpul sama anak-anak! Lo tau kan gue ketua geng, kalau gak kumpul nanti di kira gak bertanggung jawab..." sya menghela nafas berat dan ahirnya melemparkan sepatu ku.

"Terserah deh!" sya kembali masuk ke dalam kamar, menutup pintu dengan keras sampai membuat lantai rumah kami bergetar.













.












Cafe monggo terlihat lenggang saat aku menduduki salah satu bangku di pojok dengan teman gengku, tapi berkat suara mereka yang terlewat keras jadilah cafe ini ramai oleh sorakan atau gurauan mereka.

"Boss! Tumben diem aja?" aku menggeleng pelan. Menatap azli yang lebih diam dari biasanya.
"Gue kepikiran aja, orang tua gue mau ke rumah dan gue punya firasat buruk," azli mengangguk samar.

"Mungkin sya bakal di marahin?" dia menatapku kali ini.
"Gak tau, tapi gak mungkin deh! Huh... Tapi beneran perasaan gue gak enak," aku mengeluh dan tanpa sengaja di dengar oleh anak-anak.

Bagas, Leo, danu, Dimas, dan beni menatapku serius.
"Ada baiknya kalo lo pulang deh zak, mungkin memang sya ada dalam masalah?!" zaky mendengus.

"Enggak, dia pasti baik-baik aja!" entah itu pernyataan atau aku meyakinkan hatiku sendiri.
Aku memijit pangkal hidungku, sebenarnya aku sudah berjanji memprioritaskan sya di atas segalanya, lebih tepatnya setelah tuhan. Tapi entahlah aku juga harus bertanggung jawab dengan yah kumpulan ini.

Aku mengerang saat gadgetku bergetar di saku celana dan Aku menganggatnya tanpa menunggu lama.
"Halo, zaky... Kamu di mana? Sya butuh kamu sekarang, cepat pulang!!!" aku tersentak, ada apa dengan sya?!.

Sambungan telepon terputus sepihak dari ayahku. Aku berdiri dari duduk menyambar kunci motor dan pamit singkat pada mereka, demi apapun hanya Sya yang bisa membuat perasaan ku jungkir balik seperti ini.

Aku memasuki rumah dengan berlari, di ruang tengah sudah ada orang tua Sya dan ke dua orang tua ku, aku mengatur nafasku sambil menatap mereka yang terdiam, aku yakin ada sesuatu yang terjadi.

"Ada apa? Kemana Sya?" mamaku duduk di samping mama Sya, mengelus punggung nya menenangkan, sedangkan ayah dan papa Sya hanya menatapku.

"Sebenarnya ada apa sih! Kenapa pada diem?!" aku sedikit memekik, melihat raut wajah cemas dan sedih mereka membuatku makin penasaran.

Ayahku memberikan amplop putih bertuliskan nama rumah sakit yang 1 minggu lalu aku datangi dengan Sya.
Dengan buru-buru aku mengambilnya dan membacanya.
"Sya, dia mandul..."




Jder





Seperti tersambar petir di siang bolong, aku membatu. Menatap kosong ke arah surat yang ku genggam.

"Sya mandul! Dia gak bisa punya anak...."

Shit!!!!

hatiku begitu kacau tiba-tiba, semua perasaan ku bercampur menjadi satu.
Marah, sedih, kecewa, dan berusaha kuat.

Aku menggeram, mencengkram kuat Surat itu dan mencoba tidak berbuat hal bodoh.
Aku sedih, tentu saja!
Tapi Sya pasti lebih sedih, terpukul. Dan dia perlu aku untuk menyemangatinya, bukan saatnya aku menyerah saat ini, aku punya Sya dan dia harus bahagia karna aku.

Aku melempar surat itu ke atas meja dan segera berjalan ke arah kamar, membukanya dengan kasar dan menemukan Sya yang terdiam.

Dia duduk di tepi tempat tidur, menatap kosong jendela kamar sambil membelakangiku. Aku tidak mendengar suara isak tangis, bahkan tidak merasakan punggungnya bergetar. Tapi air matanya yang menetes dari ke dua mata indahnya membuat hatiku seperti teriris-iris.

Dia menahan isakan nya, dia menahan marahnya, dia menahan untuk tidak melihatku meskipun aku di depannya, dan dia berusaha untuk menangis dalam diam. Benar-benar dalam diam.
Tidak ada raut sedih, atau kecewa di wajahnya. Hanya datar, kosong dan tanpa kehidupan.
Dan aku tidak sanggup lagi untuk tidak memeluknya sekarang juga.

"Nangis yang keras Sya! Lampiasin semuanya ke gue supaya lo legah, nangis dan teriak yang keras!" aku sudah tidak tahan melihatnya seperti itu, menangis tanpa mengeluarkan suara sangat menyakitkan dan aku tidak mau Sya sakit.

"Gue bukan cewek yang beruntung, gue cuman cewek biasa tanpa bisa jadi ibu! Itu... Sakit banget Zaky...!"

suara Sya bergetar, aku masih memeluknya erat membiarkan dia tenggelam dalam bahuku.
Dia menangis dengan keras setelah itu, menumpahkan semuanya di bahuku.

"Ada gue, kita sama-sama Sya...
Lo gak sendiri! Kita sama-sama!" dia menangis makin keras, membuat suaranya menggema di seluruh kamar.

"GUE GAK BISA PUNYA ANAK ZAKY!!! GUE GAK BISA!" Sya menjerit melepaskan pelukanku dan menatapku penuh penyesalan. Aku menggeleng menarik lengannya yang sempat berontak saat ku sentuh.

"Lo bisa, kita bisa punya anak! Gue bahagia cuman sama lo! Anak cuman hadiah dari allah karna kita nikah! Lo sama gue, cuman itu!" aku mencengkram ke dua bahunya, memaksa matanya hanya melihat ke mataku. Aku berusaha meyakinkannya mengobrak-abrik perasaan nya melalui tatapan intensku.

"Gue sayang sama lo, gue udah tergila-gila sama lo, dan lo harus sama gue biar gue bisa bikin lo bahagia meskipun tanpa anak." aku kembali memeluknya, menciumi pucuk kepalanya sambil mengatakan bahwa ini tidak akan merubah apapun padanya.
Setidaknya luka itu sudah mengubah hati Sya tidak sekuat seperti dulu.


































Yeah selamat bersedih sya...
Ahirnya konfiknya datang juga, btw saya juga gak tau mau ngomong apa tapi kalau ada yang mengganjal di hati kalian tentang cerita ini, kalian bisa tanyakan ok? Jangan sungkan-sungkan.
Btw makasih yang selalu ngingetin typo.
Don't forget vote and coment  😀😁😂

5 juli 17.

Nikah Muda Banget*Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang